BeritaVanuatu Angkat Kasus Penembakan Pdt. Yeremia Zanambani di Dewan HAM PBB

Vanuatu Angkat Kasus Penembakan Pdt. Yeremia Zanambani di Dewan HAM PBB

Vanuatu juga mempertanyakan Komite HAM di bawah Konvensi Internasional tentang hak Sipil dan Politik pada 2 September 2020 yang telah meminta Indonesia untuk menjelaskannya.

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Negara Republik Vanuatu melalui Duta Besar dan wakil tetapnya pada sesi ke-45 Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB pada dialog interarktif tentang hak masyarakat adat mengangkat soal Papua Barat.

Pernyataan Vanuatu itu disampaikan H.E. Sumbue Antas, Duta Besar dan Wakil Tetap Vanuatu di Dewan HAM PBB pada, Jumat 25 September 2020.

Dalam stetmen Sumbue Antas, Vanuatu menyambut baik pekerjaan Pelapor Khusus untuk diskusi tentang upaya saat ini menuju pemajuan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak masyarakat adat.

Vanuatu mencatat bahwa laporan Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR) tidak membahas kekerasan dan diskriminasi masyarakat adat provinsi Papua Barat di Indonesia, yang ingin hidup bebas dari diskriminasi rasial dan martabat seperti semua manusia lainnya.

Baca Juga:  Komisi HAM PBB Minta Indonesia Izinkan Akses Kemanusiaan Kepada Pengungsi Internal di Papua

Hak masyarakat adat Papua Barat atas kebebasan adalah hak asasi manusia – untuk menjalani kehidupan yang damai, agar budaya dan tanah mereka dihormati dan lingkungan mereka dilindungi.

“Sayangnya, hak-hak ini terancam oleh gelombang baru kekerasan terhadap orang-orang Papua Barat selama beberapa minggu. Beberapa hari yang lalu dilaporkan bahwa seorang Pendeta dari gereja lokal, Yeremia Zanambani dibunuh di Provinsi [kabupaten] Intan Jaya oleh Kesatuan Militer Indonesia.”

Baca Juga:  Pencaker Palang Kantor Gubernur Papua Barat Daya

“Sayangnya, ini bukan kasus yang terisolasi. Dunia harus mengakui situasi yang tidak dapat diterima ini dan eskalasi militer dan kekerasan yang terus meningkat. Insiden harus dikutuk,” tegas Sumbue Antas dalam diskusi interaktif itu.

Dengan demikian, ia minta dalam hal ini, Komite Hak Asasi Manusia, di bawah Konvensi Internasional tentang hak Sipil dan Politik pada 2 September 2020 telah meminta pemerintah Indonesia untuk memberikan informasi terkait hal-hal ini dan masalah sipil, politik, dan hak asasi manusia terkait lainnya.

Selain itu, katanya, sebagaimana disepakati oleh Pacific Leaders Forum (PIF) tahun 2019, Vanuatu meminta Indonesia untuk mewujudkannya kewajiban hak asasi manusia internasional dan segera memfasilitasi kunjungan Komisaris Tinggi untuk Hak Asasi Manusia, sehingga dia dapat menyelesaikan laporan ke Dewan tentang situasi di Papua Barat.

Baca Juga:  Polisi Bougainville Berharap Kekerasan di Selatan Mereda

“Kami, Vanuatu, berkomitmen pada kesetaraan manusia dan akan bekerja sama dengan negara bagian dan pemangku kepentingan untuk mempromosikan dan melindungi hak asasi manusia untuk semua dan mendesak semua orang untuk memastikan semua pelanggaran hak asasi manusia dan pelanggaran terhadap masyarakat adat diselidiki guna mengambil tindakan pencegahan insiden semacam itu.”

Baca statemen Republik Vanuatu.

Pewarta: Elisa Sekenyap

Terkini

Populer Minggu Ini:

Orang Mee dan Moni Saudara, Segera Hentikan Pertikaian!

0
“Kami tegaskan, jangan terjadi permusuhan sampai konflik diantara orang Mee dan Moni. Semua masyarakat harus tenang. Jangan saling dendam. Mee dan Moni satu keluarga. Saudara dekat. Cukup, jangan lanjutkan kasus seperti ini di Nabire, dan di daerah lain pun tidak usah respons secara berlebihan. Kita segera damaikan. Kasus seperti ini jangan terulang lagi,” ujarnya.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.