PolhukamDemokrasiWakil Ketua DPR RI Setuju Tunda DOB Hingga Ada Putusan MK

Wakil Ketua DPR RI Setuju Tunda DOB Hingga Ada Putusan MK

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Sufmi Dasco Ahmad, wakil ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menyatakan setuju untuk menunda pembentukan daerah otonom baru (DOB) di Tanah Papua.

Pernyataan itu disampaikan saat menerima delegasi pimpinan Majelis Rakyat Papua (MRP) provinsi Papua di Gedung Nusantara III DPR RI, Selasa (26/4/2022).

Ketua MRP Timotius Murib didampingi wakil ketua MRP Yoel Luiz Mulait, ketua panitia musyawarah MRP Benny Sweny, tenaga ahli MRP Joram Wambrauw, staf khusus MRP Andi Andreas Goo dan Onias Wenda, serta direktur eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid, hadir dalam pertemuan dengan wakil ketua DPR RI.

Dasco berpendapat, penduduk asli Papua harus diberi kesempatan untuk menyampaikan masukan atas kebijakan perubahan Undang-undang Otonomi Khusus dan pembentukan DOB.

“Tentu wajar jika kemudian MRP berusaha menyalurkan aspirasi orang asli Papua. Ini bagus, dan perlu dicarikan jalan keluar yang terbaik agar tidak menimbulkan eskalasi konflik yang tinggi,” ujarnya.

Baca Juga:  Desak Pelaku Diadili, PMKRI Sorong Minta Panglima TNI Copot Pangdam Cenderawasih

Mendengar penyampaian dari delegasi MRP, Sufmi Dasco Ahmad yang juga wakil ketua umum Partai Gerindra itu mencatat dua poin penting.

“Ada dua poin yang saya catat. Pertama, tentang evaluasi Undang-undang Otsus Papua yang diminta oleh MRP supaya transparan dan terbuka bagi MRP untuk melaksanakan tugas sesuai Undang-undang. Dan poin kedua, terkait dengan aspirasi menunda DOB,” kata Dasco.

“Memang pada 12 April lalu, rapat paripurna DPR RI telah mengesahkan tiga Rancangan Undang-undang daerah otonom baru sebagai RUU usul inisiatif DPR RI. Tetapi dengan masukan MRP, saya akan sampaikan pada pimpinan DPR lainnya, termasuk rekan-rekan di Komisi II, agar mempertimbangkan penundaan RUU DOB sampai ada putusan MK (Mahkamah Konstitusi),” tuturnya.

Aspirasi yang disampaikan tersebut, menurut Dasco, sangat masuk akal.

“Penduduk asli Papua yang merasakan dampak dan manfaat Undang-undang Otsus, apabila diberikan kesempatan untuk menyampaikan masukan, tentu sangat wajar. Apalagi MRP telah meminta masukan dari penduduk di 28 kabupaten.”

Baca Juga:  Ruang Panggung HAM Harus Dihidupkan di Wilayah Sorong Raya

Dasco mengaku DPR RI telah mengirimkan kepada presiden dan DPR menunggu adanya surat presiden.

“Tanpa ada surpres, maka RUU ini tidak akan bisa dibahas. Saya akan sampaikan kepada DPR untuk menunda terlebih dahulu pembahasan ketiga RUU DOB sampai ada putusan MK,” pungkasnya.

Sebelumnya, Timotius Murib menegaskan, MRP meminta DPR RI menangguhkan rencana pembentukan DOB di Tanah Papua.

Timotius membeberkan sedikitnya empat alasan.

Pertama, pemerintah sedang memberlakukan moratorium kebijakan pemekaran wilayah dan pembentukan DOB.

Kedua, karena rencana kebijakan DOB tidak didukung oleh kajian ilmiah.

Ketiga, pengalaman dalam pembentukan DOB selama ini tidak memiliki PAD yang tinggi, bahkan rendah, sehingga membebani APBN.

Keempat, DOB tidak dilakukan dengan menyerap aspirasi dari bawah.

“Perubahan Undang-undang yang menambahkan ayat 1 dan ayat 2 membuat Otonomi Khusus tidak lagi menjadi pendekatan dari bawah ke atas, melainkan pendekatan dari atas ke bawah yang sentralistik,” ujar Murib.

Baca Juga:  HRM Rilis Laporan Tahunan 2023 Tentang HAM dan Konflik di Tanah Papua

Di kesempatan yang sama, Usman Hamid menyatakan, kebijakan yang sepihak dalam hal perubahan UU Otsus maupun pemekaran provinsi jelas merugikan hak-hak orang asli Papua.

“Orang asli Papua berhak untuk memperoleh informasi tentang rencana-rencana kebijakan yang berdampak pada mereka. Mereka juga berhak untuk diajak konsultasi, termasuk memberikan pendapat. Dan mereka juga berhak untuk dimintai persetujuan terkait perubahan Undang-undang, pemekaran provinsi, atau rencana penambangan emas seperti di Intan Jaya,” tuturnya.

“Pemerintah dan DPR RI harus tangguhkan rencana pembentukan DOB. Ini akan meminimalisir eskalasi konflik, kekerasan, dan pelanggaran HAM di Tanah Papua.”

Usman menambahkan, “Perlu diketahui bahwa sudah ada 12 kasus pembunuhan di luar hukum yang terjadi di Intan Jaya. Dan dua orang asli Papua tewas ketika menyampaikan pendapat menolak DOB.”

Pewarta: Agus Pabika
Editor: Markus You

Terkini

Populer Minggu Ini:

Mama-Mama Pedagang Papua di PBD Tuntut Keadilan dan Bangun Pasar Khusus

0
“Dana Otsus banyak. Dana itu buat apa? Bisa pakai bangun pasar untuk mama-mama Papua. Dana yang banyak turun tidak hanya orang Papua saja. Itu amber juga makan, dong makan orang Papua pu darah. Kami punya anak-anak kebutuhan sekolah, kami kerja keras sendiri agar mereka bisa bersekolah. Tolong anak-anak lihat kami yang setengah mati. Apakah kami setengah mati terus sampai Tuhan datang baru selesai ka?” kesal mama Marta Bame.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.