Perjalanan Benny Wenda dari Penjara Abepura ke Internasional: Lobi Internasional (Bagian 4/Habis)

0
5272

Oleh: Ibrahim Peyon)*

Benny Wenda setelah mendirikan berbagai organisasi perjuangan itu kemudian dia membangun jaringan internasional di seluruh dunia. Dia mendirikan cabang-cabang FWPC, IPWP dan ILWP di berbagai negara dan melakukan perjalanan untuk melobi tingkat partai politik, parlemen dan pemerintah resmi di banyak negara. Selain melobi pemerintah resmi, Benny Wenda juga melakukan pertemuan dengan berbagai pihak baik masyarakat sipil, gereja, mantan para pejuang revolusi dan para pejuang, para pemimpin oposisi dan media massa.

Dalam berbagai media cetak, radio dan televisi selalu menyampaikan pesan tentang perdamaian dan kasih baik dalam konteks perjuangan Papua maupun perjuangan di tempat-tempat lain di seluruh dunia. Dalam wawancara dengan beberapa televisi nasional menyampaikan pesan perdamaian untuk rakyat Palestina, Boko Haram dan beberapa tempat lain di Afrika. Karena roh perjuangan Papua merdeka adalah menciptakan perdamaian, kesatuan dan kasih sebagai spirit dasar budaya Melanesia.

Sebelum ULMWP dibentuk, tuan Benny Wenda sudah melangkah lebih jauh untuk mendorong agenda perjuangan bangsa Papua. Berdasarkan data dalam sejarah perjuangan bangsa Papua, langkah-langkah itu merupakan suatu babak baru dalam sejarah diplomasi setelah generasi sebelumnya tidak mempertahankan kesempatan yang diperoleh dari beberapa negara di Afrika 1980-an. Sikap tuan Benny Wenda sudah jelas bahwa referendum dan kemerdekaan bangsa Papua adalah harga mati dan tidak bisa ditawar dengan alasan apapun.

Tuan Benny Wenda tidak berjuang untuk dialog dan Hak Asasi Manusia, tetapi berjuang untuk kemerdekaan Papua melalui sebuah referendum yang diawasi oleh Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) sebagai mekanisme legal dan demokrasi.

ads

Melalui referendum itu rakyat Papua menentukan pilihan mereka secara demokratis sebagai hak yang paling dasar untuk masa depan mereka sendiri. Bila mayoritas orang Papua menginginkan tetap tinggal dengan Indonesia atau memisahkan diri dan membentuk negara sendiri. Jadi, yang menentukan pilihan adalah rakyat Papua dan Benny Wenda hanya sebagai alat untuk berjuang dan menciptakan momentum itu.

Jadi, sekali lagi tuan Benny Wenda bukan aktivis Hak Asasi Manusia atau tokoh dialog dengan Jakarta, tetapi tokoh perjuangan kemerdekaan Bangsa Papua yaitu spirit dari Organisasi Papua Merdeka itu. Hal ini selalu dia sampaikan dalam berbagai pertemuan dengan berbagai pihak di banyak negara.

Sikap politik dan aksi-aksi nyata inilah telah menjadi ketakutan pemerintah Indonesia selama ini. Karena itu, pihak musuh telah membangun berbagai propaganda dan usaha-usaha untuk menjegal dan menghambat perjuangan tuan Benny Wenda selama ini. Mereka manipulasi data dan menyalahgunakan polisi internasional (interpol) dan membayar pejabat tertentu di beberapa negara untuk menghambat perjuangannya.

Interpol dan Deportasi

Berbagai gebrakan tuan Benny Wenda telah menjadi ancaman nyata bagi pemerintah Indonesia. Mereka melihat Benny mempunyai pengaruh sangat besar untuk mobilisasi perjuangan dalam berbagai fora. Organisasi-organisasi taktis di dalam kota bekerja serentak dan terkoordinasi dengan agenda-agenda internasional yang dilakukan tuan Benny melalui organisasi-organisasi tadi.

Hal ini telah menjadi ancaman serius bagi Indonesia untuk mempertahankan status quo mereka di Papua. Oleh karena itu, kolonial Indonesia mencari cara untuk menjebak Benny dengan berbagai macam cara. Tetapi, mereka telah gagal rekayasa pertama untuk memenjarakan Benny Wenda karena dia berhasil menyelamatkan diri dari penjara Abepura. Karena itu, mereka membuat rekayasa kedua. Pada 17 Oktober 2008 pemerintah Indonesia menetapkan Benny sebagai buronan interpol dan minta bantuan interpol di London untuk menangkap Benny dan dideportasi ke Indonesia untuk diadili.

Tetapi, permintaan Indonesia itu ditolak pihak interpol, karena dinilai tidak berdasar dan motif politik. Indonesia dikatakan salah gunakan interpol dan hukum internasional lain untuk kepentingan politik, dan bukan untuk kriminal. Karena itu, interpol menghapus semua data yang diajukan pemerintah Indonesia.

Bulan Februari 2013 tuan Benny dilarang hadir dan berbicara di gedung Parlemen Selandia Baru atas desakan pemerintah Indonesia. Tuan Benny hadir untuk memenuhi undangan dari sejumlah anggota Parlemen lintas partai dari negara itu dengan tujuan untuk meluncurkan cabang IPWP di Parlemen Selandia Baru. Akhirnya, rencana itu terlaksana di bulan Mei 2017, dimana cabang IPWP diluncurkan di gedung Parlemen negara itu.

Dalam Maret 2015 tuan Benny Wenda dideportasi ke Australia dari Papua New Guinea atas desakan dan sokongan pemerintah Indonesia kepada pejabat negara itu. Dia hadir sebagai juru bicara ULMWP dan dia datang ke PNG untuk berterima kasih secara pribadi kepada Perdana Menteri Peter O’Neill yang sudah menyuarakan kepedulian dan dukungan untuk perjuangan Papua Barat.

Baca Juga:  Hak Politik Bangsa Papua Dihancurkan Sistem Kolonial

Pada September 2015 dia kembali ditolak aplikasi visa kedua kalinya untuk masuk di negara ini. Dia diundang Gubernur Hon. Powes Parkop untuk menghadiri konferensi pengungsi hak asasi manusia, dan menghadiri acara lain termasuk perayaan kemerdekaan 40 tahun negara itu, dan dalam pertemuan Forum Kepulauan Pasifik sebagai juru bicara ULMWP.

Pada Mei 2015 tuan Benny Wenda dilarang masuk ke Amerika Serikat. Dia direncanakan untuk menuju Los Angeles dalam tur politik di California dan Hawaii atas undangan Free West Papua Campaign di Amerika. Benny tidak tahu alasan pemerintah Amerika blokir visa bisnis yang masih berlaku untuk sepuluh tahun itu. Pemblokiran ini jelas intervensi Indonesia atas ketakutan mereka.

Dalam bulan Januari 2016 pemerintah Indonesia melalui Kapolri Jenderal Badrodin Haiti kembali menuding bahwa kelompok Benny Wenda terlibat dalam penyerbuan terhadap Polsek Sinak di Kabupaten Puncak. Benny menolak tudingan itu bahwa Kapolri kekanak-kanakan. Dia mengatakan, “Polisi Indonesia tahu betul saya tinggal 9.000 mil (14.484 kilometer) jauhnya dari Indonesia –di pengasingan di Inggris, dan saya seorang pemimpin kemerdekaan yang sepenuhnya menjunjung perdamaian”.

Tuduhan ini dilakukan seorang jenderal bintang empat dan kepala kepolisian negara yang memperlihatkan kualitas dirinya sangat rendah dan memalukan. Seorang jenderal dan pemimpin kepolisian melakukan tuduhan konyol dan tidak masuk akal. Hal ini menunjukkan kualitas kepolisian Indonesia, gemar rekayasa dan bisnis hukum negara itu.

Dalam berbagai media menunjukkan pernyataan Indonesia selalu provokatif, rekayasa, kebencian dan rasis terhadap Benny Wenda. Sikap pemerintah dan rakyat Indonesia itu menunjukkan ketakutan berlebihan atas kolonialisme mereka di Papua. Mereka berada dalam tekanan mental dan stras langkah politik yang diambil untuk Papua. Karena mereka telah melihat diplomasi-diplomasi tuan Benny sangat signifikan dan masuk pada diplomatis-diplomatis strategis. Berbeda dengan pemimpin lain yang mereka menilai belum sampai pada tahap tersebut atau yang bisa dikompromi dengan mereka.

Situasi ini sama dengan saat perjuangan Timor Leste, di mana pemerintah Indonesia membangun propaganda, kebencian dan rasis terhadap Xanana Gusmao dan Jose Ramos Horta. Karena perjuangan mereka sangat signifikan dan mereka telah memenangkan diplomasi dan dukungan internasional. Karena itu, Indonesia membangun isu-isu murahan dengan maksud mengubah persepsi dan dukungan masa rakyat dan Internasional. Hal yang sama saat ini diterapkan kepada Benny Wenda dan rakyat Papua, tetapi Indonesia gagal memenangkan dukungan rakyat Papua dan masyarakat internasional.

Pernyataan-pernyataan pemerintah Indonesia itu dilihat dalam berbagai media massa Indonesia dan media-media sosial lain selama ini. Misalnya, kantor Free West Papua Campaign diresmikan di Oxford, peluncuran IPWP di Parlemen Inggris dan negara-negara lain, peluncuran ILWP sampai petisi referendum diserahkan di Komite Dekolonisasi PBB tahun lalu.

Hal tersebut memperlihatkan ketakutan Indonesia. Dan, saya pikir rakyat Papua bersyukur telah memiliki seorang pemimpin yang tepat untuk membawa ke pintu kebebasan.

Deklarasi Westminster dan Petisi Referendum

Pada 3 Mei 2016 telah dideklarasikan “Internationaly Supervised Vote in West Papua” di Parlemen Inggris. Dalam deklarasi ini dihadiri para pemimpin dari beberapa negara Pasifik dan Melanesia antara lain Perdana Menteri Samuela Akilisi Pohiva dari Tonga, menteri Ralph Regenvanu dan menteri luar negeri dari Vanuatu, diplomat khusus Solomon untuk Papua, Gary Juffa Governor dari Northern Province di Papua New Guinea, dan Gubernur. Tuan Benny Wenda sendiri selaku penyelenggara, tuan Octovinaus Mote selaku Sekjen dan tuan Dr. Rex Rumaikek sebagai anggota ULMWP. Selain itu dihadiri ketua IPWP, ILWP dan para anggota.

Dalam pertemuan ini juga dibacakan dukungan dari perdana menteri Guyana dan pertemuan ditutup secara resmi oleh Hon Jeremy Corbyn sebagai pemimpin oposisi dan ketua partai buruh di Inggris.

Dalam pertemuan dideklasikan dukungan internasional untuk intervensi kejahatan hak asasi manusia dan kemerdekaan Papua. Deklarasi Westminster adalah satu tahap penting untuk mendukung diplomasi internasional ULMWP yang sudah menjadi mainstream saat ini.

Deklarasi Westminster bermaksud untuk mengumpulkan dukungan internasional dan salah satu agenda adalah dikumpulkan tanda tangan secara nasional dan internasional untuk penentuan nasib sendiri bangsa Papua. Hal itu diterapkan dalam bentuk petisi referendum yang diluncurkan secara online dan manual.

Di Papua petisi secara online itu diblokir oleh pemerintah Indonesia dan tanda tangan secara manual pun telah dilarang Indonesia. Beberapa aktivis disiksa, ditangkap dan dipenjarakan. Meskipun mereka telah dihalangi, tetapi rakyat Papua melalui kerja keras aktivis berhasil tanda tangan 1.8 juta (70,88%) penduduk asli Papua dan migran. Angka ini menunjukkan tindakan ambisius dan emosional yang terpendam selama ini.

Baca Juga:  Adakah Ruang Ekonomi Rakyat Dalam Keputusan Politik?

Petisi ini merupakan satu langkah sangat signifikan dan menjadi dasar untuk mengumpulkan dukungan internasional. Petisi ini juga sebagai dasar untuk menggugat PEPERA 1969 dan resolusi PBB pengalihan Papua ke dalam Indonesia. Petisi 1.8 juta itu akan berhadapan dengan 1.025 suara dalam PEPERA 1969 yang menjadi dasar pendudukan Indonesia di Papua.

Reaksi Indonesia atas petisi ini sangat luar biasa dan ketika petisi diserahkan di Komite Dekolonisasi, Indonesia bergerak 24 jam untuk membantah petisi itu. Diplomat Indonesia bertemu ketua dekolonisasi dan mendesak keluarkan pernyataan untuk menyangkal menerima petisi tersebut. Karena petisi ini telah menyerang jantung pertahanan Indonesia untuk Papua.

Berbagai media di Indonesia dan dunia telah ramai memuat petisi ini, dan menurut data saya secara keseluruhan 37 media menulis berita itu. Salah satu ialah media Israel. Menurut data saya, pertama kali media Israel publikasi masalah Papua melalui petisi ini dan para jurnalis pun tanya pejabat kementerian luar Israel tentang dukungan mereka atas perjuangan Papua. Sudah ada beberapa tulisan sebelumnya, tetapi tulisan-tulisan itu sebatas opini.

Bila dilihat dari sejarah perjalanan Benny Wenda memiliki rekam jejak tersendiri, unik dan progresif dalam sejarah perjuangan bangsa Papua selama ini. Perjuangan macam ini bukan mencari popularitas atau kepentingan sendiri, tetapi mobilisasi dukungan internasional. Bila ada perspektif-perspektif macam itu keliru dan sedang berbicara hal yang dia tidak tahu. Bila benar demikian hal itu mirip dengan iklan untuk produk tertentu. Bila kita ke pasar, sering kita dengar istilah tertentu digunakan para pedagang agar jualan mereka laku dan mereka tidak perlu dengan kualitas produk tersebut. Karena dia bukan produsen.

Pada bulan lalu kami lihat komentar di media sosial oleh seorang perempuan Papua di Belanda yang menulis: “Lempar batu sembunyi tangan”. Kalimat ini seperti kami dengar di pasar-pasar atau di tempat-tempat umum lain. Suatu pernyataan umum dan tidak jelas definisi secara ilmiah, tetapi selalu dapat menunjukkan kepada sesuatu fenomena yang tidak bisa dibuktikan. Kalimat macam itu lahir dari asumsi subjektif dan tekanan psikologis, tanpa memiliki dasar yang kuat terhadap fenomena sosial budaya tertentu, di mana fenomena itu tidak bisa dibuktikan secara nyata. Jadi, orang sering membangun asumsi secara subjektif terhadap hal tertentu yang dia sendiri tidak tahu apa yang dia sedang bicarakan.

Jadi, Westminster dan petisi referendum Papua tidak bekerja pada tatanan asumsi-asumsi secara subjektif macam itu, tetapi bekerja secara riil dan di dunia nyata. Dengan tujuan mobilisasi dukungan internasional dan mewujudkan keinginan rakyat untuk merdeka dan berdaulat.

United Liberation Movement for West Papua

United Liberation Movement for West Papua dibentuk oleh tiga organ politik bangsa Papua, dan salah satu adalah Parlemen Nasional Papua sebagai lembaga politik dan Komite Nasional Papua Barat sebagai organisasi taktis di dalam negeri. Dalam badan politik ini telah dipilih lima orang pemimpin sebagai eksekutif ULMWP dipimpin oleh Octovianus Mote sebagai Sekjend dan Benny Wenda sebagai juru bicara, dan dilengkapi tiga anggota lain.

ULMWP telah menjadi badan politik sangat signifikan selama tiga tahun dalam sejarah perjuangan Papua dan hal itu merupakan kerja keras para pemimpin ULMWP dan didukung organ-organ taktis di dalam negeri dan sayap politik internasional lain. Termasuk IPWP dan ILWP seperti telah digambarkan di atas.

Dalam rangka mendukung kerja-kerja ULMWP telah dibentuk International Academic for West Papua yang diluncurkan di Australia dua tahun lalu. Dalam peluncuran ini dihadiri tuan Jacob Rumbiak dan Dr. Rex Rumakiek sebagai anggota ULMWP.

Dalam periode kedua Benny Wenda dan Octovianus Mote kembali dipercayakan untuk memimpin ULMWP dengan bertukar posisi. Struktur eksekutif dilengkapi dengan sekretaris jenderal, juru bicara dan bendahara serta anggota. Selain itu, ULMWP juga dibentuk lembaga legislatif dan judikatif, serta dilengkapi dengan beberapa fungsi lain. Terpilihnya tuan Benny Wenda sebagai ketua tentu tidak lepas dari sejarah perjalanan tersebut dan hal itu mengantarkan dia pada posisi tersebut.

Baca Juga:  Politik Praktis dan Potensi Fragmentasi Relasi Sosial di Paniai

Kepercayaan terhadap dua pemimpin Koteka yang memimpin perjuangan bangsa Papua selama dua periode ini merupakan kepercayaan secara personal dan sekaligus kolektif kepada manusia Koteka. Benny dan Octovianus adalah simbol manusia Koteka, lepas dari posisi mereka sebagai pemimpin bangsa Papua. Kepercayaan ini tidak hanya kepada Benny dan Octovianus secara pribadi, tetapi kepercayaan ini kepada manusia Koteka secara keseluruhan. Manusia Koteka yang bekerja di pemerintah Indonesia, universitas, mahasiswa, swasta, aktivis dan masyarakat di mana pun kita berada.

Manusia Koteka berdiri bersama dan mendukung dua pemimpin bangsa sebagai simbol manusia Koteka ini. Filsafat hidup dalam budaya Lapago mengatakan, nawene/ninawene dan nandugi/ninandugi, artinya: perjuangan ini milikku dan miliki kita bersama. Berarti perjuangan bukan milik Benny Wenda sebagai ketua ULMWP, tetapi milik kita semua.

Benny Wenda dan Pesan Persatuan

Saya telah lama mengikuti secara diam-diam perjuangan tuan Benny Wenda melalui berbagai media. Berdasarkan penilaian saya sendiri, tuan Benny Wenda menerapkan sistem Big Man sejati dalam kebudayaan kami secara khusus di wilayah Lapago.

Dalam perspektif saya, kami mempunyai dua model pemimpin dalam sistem Big Man, yaitu Big Man sejati dan Big Man yang bukan sejati. Prinsip dasar dan kriteria keduanya berbeda. Menurut hemat saya, Benny memenuhi kriteria pertama ini. Dengan jiwa yang tenang dan rendah hati. Tampil sebagai kakak dan bapak bagi orang lain. Dia tidak pernah menunjukkan diri sebagai pribadi dan tidak mengatakan usaha dia sendiri berbagai kegiatan itu, tetapi ia selalu mengatakan itu perjuangan bangsa Papua.

Hal itulah yang digambarkan ketokohan Benny Wenda berbeda dalam sejarah perjuangan ini. Pertama, dia telah mengalami sendiri penindasan, rekayasa dan menjadi tahanan politik di penjara Indonesia. Konteks seperti ini sudah dilakukan oleh Nelson Mandela dan Xanana Gusmao.

Kedua, dia telah menjadi tokoh utama dalam diplomasi internasional. Seperti yang dilakukan Dr. Jose Ramos Horta, dan itulah menjadikan perjuangan tuan Benny Wenda sangat unik dan berbeda.

Ketiga, tuan Benny wenda secara pribadi menunjukkan spirit Big Man sejati dalam struktur budaya Lapago sebagai tokoh yang tenang, rendah hati dan berjiwa besar dalam memimpin perjuangan. Karena spirit ini diwariskan dalam struktur budaya kami.

Meskipun dia telah melakukan banyak hal yang sudah digambarkan di atas, tetapi tuan Benny Wenda tidak pernah mengatakan bahwa semua perjuangan itu adalah perjuangan dirinya sendiri, tetapi ia selalu mengatakan itu perjuangan bangsa Papua dan perjuangan kita bersama. Dia selalu mengutamakan prinsip kolektivitas karena kolektivitas sangat penting. Dengan itu melibatkan semua pihak, rasa memiliki dan dihargai, saling mengakui dan mendukung. Dengan cara itu pula menciptakan solidaritas dan mengalahkan egoisme dan primodialisme yang merusak tatanan dan perjuangan bangsa.

Dalam berbagai kampanye dan diplomasi, Benny Wenda selalu membawa pesan perdamaian, demokrasi dan kemerdekaan sesuai dengan misi perjuangan bangsa Papua untuk menciptakan kedamaian abadi bagi bangsa Papua. Setelah dia terpilih dan dilantik sebagai ketua ULMWP, dalam pidato pertamanya menegaskan persatuan bangsa untuk menyelamatkan orang Papua yang masih tersisa ini. Dalam pidato itu ditegaskan bahwa lima puluh tujuh tahun rakyat sudah menderita dan tidak boleh diperpanjang penderitaan lima puluh tahun lagi. Kita harus memperpendek masa penderitaan itu.

Dalam pertemuan dengan masyarakat Papua di Port Moresby setelah KTT MSG, dia kembali menegaskan bahwa orang Papua harus bersatu. Dalam pidato sangat inspiratif itu pesan politik yang disampaikan sangat kuat dan menggerakkan spirit dan jiwa orang-orang Papua. Ditegaskan bahwa bangsa Papua harus bersatu dan kini sudah waktunya untuk membangun kesatuan dan mendorong agenda bersama. Tidak ada dikotomisasi dalam faksionisme, budaya, sejarah, agama dan perbedaan daerah, dikotomisasi dan polarisasi dikonstruksi kolonial untuk pecah-belah, dikotak-kotak dan kuasai.

Generasi muda yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan bahasa, teknologi, media sosial dan film dokumentasi bergabung bersama dan mendukung perjuangan. Karena perjuangan ini adalah milik rakyat dan bangsa Papua. Makna persatuan dan kerja sama adalah kebutuhan mendasar saat ini dalam perjuangan bangsa Papua dan hanya dengan itu mencapai tujuan kita bersama untuk merdeka dan berdaulat di atas tanah leluhur kami sendiri.

)* Penulis adalah akademisi Uncen. Ia sedang menyelesaikan studi S-3 di salah satu universitas di Jerman

Artikel sebelumnyaPerjalanan Benny Wenda dari Penjara Abepura ke Internasional: KNPB, AMP dan PNPB (Bagian 3)
Artikel berikutnyaIndonesia Abaikan Sisi Negatif Perusahaan Sawit, Ratusan NGO Bikin Surat Protes