JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — PT. Perkebunan Nusantara (PT. PN) II Kebun Arso, sebuah badan usaha milik negara (BUMN) yang selama ini bergerak di bidang perkebunan sawit, pada hari ini, Kamis, 27 April 2017, genap setahun tidak beroperasi akibat tuntutan masyarakat adat tak mampu dipenuhi.
Perkebunan sawit milik PTPN II Arso khususnya kebun inti, mulai dari kebun inti satu sampai inti lima yang awalnya dipalang oleh masyarakat adat dari tiga suku besar di Arso: Suku Abrab, Marap, dan Manem, terpaksa merambat sampai pada mogoknya pabrik akibat tak ada aktivitas panen, angkut, dan olah (PAO).
Menurut Dominika Tafor, koordinator masyarakat adat yang kini masih melakukan aksi bersama tokoh masyarakat menyatakan bahwa pemerintah dan pihak perusahaan lalai dalam melihat kondisi masyarakat yang hidup menderita di atas tanah adatnya.
“Tuntutan kami sebenarnya simpel saja, yaitu kami minta pihak perusahaan mengganti rugi tanah yang dipakai selama 34 tahun. Dan jika ada perpanjang kontrak, maka kami sebagai pihak pertama yang memberi persetujuan,” tegas Tafor ketika dikonfirmasi suarapapua.com, Kamis (27/4/2017) sore.
Tuntutan bukan baru kali ini, kata dia, hal sama sudah disampaikan tahun lalu. “Tepat 27 April 2016, kami melakukan pemalangan di kebun inti. Kami akan melakukan hal yang sama di tahun ini dengan target pabrik dan kantor PTPN II Arso,” ujarnya.
Diberitakan media ini sebelumnya, aksi pemalangan tersebut dilakukan warga di kampung Yamara PIR V, distrik Manem, kabupaten Keerom, Papua, Rabu (27/4/2016).
Perkebunan Nusantara II yang beralamat di Tanjung Morawa Medan Sumatera Utara mendapat persetujuan dari pemerintah pusat melalui Surat Menteri Pertanian Nomor 851/Mentan/X1980 tanggal 8 Oktober 1980 dan Surat nomor 4781/Mentan/VI/1992 tanggal 4 Juni 1982 untuk membangun perkebunan di wilayah Arso, Kabupaten Jayapura (sekarang Kabupaten Keerom) dengan tujuan mempercepat pembangunan di daerah perbatasan.
Hal ini diketahui pada saat audensi bupati Keerom dan Gubernur Provinsi Papua pada bulan lalu.
Servo Tuamis, tokoh masyarakat setempat yang saat ini menjabat sebagai ketua Dewan Adat Keerom sangat menyesalkan tindakan pemerintah dalam hal ini bupati Keerom dan Gubernur Provinsi Papua yang hingga kini tidak mampu selesaikan masalah ini.
“Kami ini bukan objek atau lain sebagainya yang seenaknya diperalat oleh pihak perusahaan dan pemerintah,” ujar Servo beberapa hari lalu saat diwawancarai suarapapua.com di Arso.
Ia juga menegaskan, masyarakat adat tidak akan kompromi sebelum ada kejelasan. “Kami tidak akan membuka palang perkebunan sawit sampai ada kejelasan dan penyelesaian masalah ini lewat tuntutan kami,” tegasnya.
Diakui, tanah seluas 50.000 Ha yang dipakai pihak perusahaan tak berdampak positif bagi warga setempat. “Ini tanah yang dipakai sejak tahun 80-an sampai saat ini kami dapat apa? Trada. Malah kitorang yang korban atas nama pembangunan di Keerom ini,” tandas Servo Tuamis yang sejak tahun 1985 sampai sekarang masih dengan gigih memperjuangkan hak-hak mereka.
Data Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Keerom, luas kebun sawit di wilayah itu mencapai 11.921 hektar, dengan luas panen 10.195 ha. Pabrik kelapa sawit PTPN II Arso beroperasi sejak April 1992 dengan kapasitas 15 ton TBS/jam.
Pewarta: Harun Rumbarar