Kebijakan Tentara Masuk Sekolah Tidak Relevan di Papua

0
2837

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Kesepakatan Tentara Masuk Sekolah (TMS) di daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal, sebagaimana dilakukan Kementerian Pendidikan Dasar, Menengah dan Kebudayaan dengan Panglima TNI guna penguatan pendidikan karakter pada Rabu (4/12/2017) di Jakarta, disoroti berbagai kalangan karena dianggap tak relevan diberlakukan terutama di Tanah Papua.

Sekretaris Jenderal Ikatan Mahasiswa Se-Tanah Papua (Imasepa) Jawa Barat, Leonardus O. Magai menilai kebijakan tersebut bertentangan dengan amanat peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara Indonesia.

“Yakni, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, juga Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru yang mengacu pada kompetensi pedagogik terutama dalam hal kemampuan mengelolah pembelajaran peserta didik, serta bertentangan pula Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,” ungkapnya dalam siaran pers, belum lama ini.

Baca Juga:  Freeport Indonesia Dukung Pengentasan Penyakit TB di Kabupaten Mimika

Magai juga mempertanyakan kompetensi seorang prajurit dalam mengelolah kegiatan belajar mengajar di ruang kelas sebagai tugas pokok guru. Hal itu harus sesuai standar bukan saja dari kemampuan akademik semata, tetapi juga sosialnya.

“Sebaiknya Kementerian Pendidikan segera melakukan tinjauan dan kajian ilmiah terkait peran, tugas dan fungsi TNI selama ini, sehingga jelas dalam pelaksanaan di lapangan,” kata Magai.

ads

Ia bahkan menolak dengan tegas hal itu, karena Kementerian Pendidikan melemparkan tugas kepada orang-orang tidak memiliki keahlian yang pada akhirnya pendidikan kita akan jalan di tempat terutama di daerah Papua. “Secara khusus program TMS ini tidak relevan dengan kondisi daerah, malah akan menambah masalah bagi siswa untuk tidak masuk sekolah nantinya,” ujarnya.

Baca Juga:  Freeport Indonesia Dukung Pengentasan Penyakit TB di Kabupaten Mimika

Magai lebih lanjut membeberkan kondisi di Papua dan Papua Barat saat ini siswa sangat takut melihat militer. Jika kemudian pihak Kementerian membuat kebijakan secara nasional untuk terapkan di sekolah, kata dia, tentu saja sangat jauh dari harapan orang Papua saat ini karena para siswa masih trauma dengan pengalaman sebelumnya ketika melihat sendiri keberadaan militer di Papua yang kerap bertindak represif, juga tindakan penembakan sembarang dengan alat negara.

“Pembentukan karakter semestinya patut diperhatikan keadaan siswa saat ini, apakah siswa mampu menerima keberadaan TMS atau tidak. Nah, Bapak Mendikbud Muhadjir Effendy harus segera memperhatikan kebijakan pemerintah terkait penerapan program penguatan pendidikan karakter melalui pendekatan TMS,” ungkapnya.

Baca Juga:  Freeport Indonesia Dukung Pengentasan Penyakit TB di Kabupaten Mimika

Sebagai solusi, ia usulkan agar lebih meningkatkan program-program yang relevan dengan kondisi daerah 3T seperti program Sarjana Mengajar, Pendidikan Profesi Guru, dan lebih baik lagi kerjasama dengan pihak praktisi pendidikan yang seharusnya dioptimalkan agar kualitas pendidikan dapat teruji.

“Sebenarnya SM3T, PPG, dan Praktisi Pendidikan selama ini memberikan dampak positif kepada negara, hanya saja pemerintah tidak mengimbangi untuk memenuhi secara kebutuhan personal guru ataupun lembaga secara umum. Maka, kebijakan tadi patut diperhatikan sasaran dan target pencapaiannya berdasarkan apa yang dibuat oleh guru dan praktisi selama ini dengan apa yang akan dilakukan oleh tentara,” ungkap Magai.

 

REDAKSI

Artikel sebelumnyaSuara Papua Diharapkan Terus Angkat Suara Terpendam
Artikel berikutnyaPersitoli Buktikan, Sepak Bola Wanita Indonesia Milik Papua