Pelita Harapan: Catatan Margi Si Ragi Koroway (Bagian 3)

    0
    1751

    Oleh: Margi)*

    Wamena 4 Juli 2018. Tulisan ini saya buat di Hanggar Helivida sambil menunggu panggilan untuk terbang ke Burukmahkot, Korowai Batu.

    Kabut tebal membungkus Wamena, baik gunung-gunung hingga ke lembah. Jarak pandang kurang kurang dari 5 km. Pilot memutuskan untuk menunda keberangkatan kami.

    Semakin siang, cahaya matahari makin cerah. Sinar matahari mengusir kabut menjauh. Dan akhirnya langit pun cerah. Saya sangat bersyukur dan berharap segera mendapat panggilan untuk naik helikopter. Panggilan itu tak kunjung datang.

    Menurut informasi SSB dari Kampung Danowage, cuaca di lembah selatan buruk. Kabut masih menutup. Sepertinya kami belum bisa terbang. Saya diberitahukan untuk kembali lagi hari Jumat.

    ads

    Saya mulai gelisah. Saya membayangkan anak-anak murid saya dan orang-orang tua yang berdebar menunggu saya di sana. Kemarin mereka bertanya melalui radio SSB, apakah saya baik-baik? Tidak ada masalahkah? Tidak batal ke Burukmahkotkah? Ini membuat saya gelisah.

    Ini hari keempat saya transit di Wamena. Kemarin kami sudah mencoba terbang ke Kampung Brukmahkot, tetapi kami kembali sesudah 1 jam terbang. Masih lumayan. Tapi hari ini kami sama sekali tidak bisa mengudara. Kabut terlalu tebal.

    Semalam saya sulit untuk tidur. Saya mengingat mereka. Berdoa untuk mereka. Rindu bertemu mereka. Rindu mendidik mereka. Sekuat hati saya menahan semua rasa ini untuk sementara. Rindu yang tertunda, yang makin membakar rindu. Malam ini seolah tiada berujung. Air mata tiada terasa menetes.

    “Oh My God, I really miss them. “

    Pada bulan Maret 2018, saya seminggu tinggal bersama mereka dalam rangka observasi. Itu adalah kesempatan untuk memulai membangun komunikasi pribadi saya dengan siswa. Saya yakin ke depan saya harus bangun komunikasi inter-personal dengan tiap siswa dan orang tuanya untuk mendukung proses pendidikan mereka.

    Semangat belajar murid-murid saya sangat tinggi. Sering kami belajar sampe malam hari dengan mengandalkan lilin. Saya merasa bahwa mereka membutuhkan saya. Ilmu dan pengetahuan yang susah payah saya pelajari Teachers College Universitas Pelita Harapan ini sekarang menjadi “pelita yang membawa harapan” untuk mereka. Mereka juga menjadi taman di mana talenta diri saya sebagai guru akan tumbuh. Dan suatu saat nanti saya dengan gembira akan melihat bunga-bunga SDM Korowai itu bertumbuh dan mekar. Betapa gembiranya.

    Tiba-tiba saya sadar. Saya tertawa sendiri Saya masih berada di Wamena. Belum juga berangkat ke Brukmahkot.

    Doakan cuaca baik supaya saya cepat ke Koroway. Mereka membutuhkan saya. Saya merindukan mereka.

    Salam
    Margi.

    )* Penulis adalah anak muda Papua yang sedang mengabdikan dirinya untuk pendidikan di Koroway

    Artikel sebelumnyaBerbagi Persiapan: Catatan Margi Si Regi Koroway (Bagian 2)
    Artikel berikutnyaNo Free Lunch: Catatan Margi si Regi Koroway (Bagian 4)