Enam Aktivis Papua Menyatakan Tidak Melakukan  Makar

0
1544

SENTANI, SUARAPAPUA.com— Enam aktivis Papua menyatakan tidak melakukan perbuatan makar ketika demonstrasi di depan Mabes TNI AD dan Istana Negara pada Agustus 2019. Mereka pun mengaku tak mengerti isi dakwaan yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum.

“Saya tidak mengerti karena saya tidak melakukan makar,” kata terdakwa Charles Kossay menanggapi isi dakwaan dihadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Kamis malam, 19 Desember 2019 seperti dikutip media ini dari tempo.co.

Senada dengan Charles, terdakwa Isya Wenda mengatakan dia keberatan dengan dakwaan jaksa. Dia membantah melakukan kejahatan selama demonstrasi.

Mereka menyampaikan bahwa tak mengenal beberapa nama yang muncul dalam dakwaan.

Terdakwa Ambrosius Mulait bahkan menilai ada poin dakwaan yang tidak benar.

ads

“Secara spesifik saya tidak pernah membagikan notulen dari beberapa terdakwa seperti yang disebutkan oleh jaksa,” tegas Mulait.

Terdakwa Anes Tabuni pun membantah telah berbuat makar. Dia mengaku tidak mengerti tuduhan jaksa yang ditujukan kepadanya.

Baca Juga:  Paus Fransiskus Segera Kunjungi Indonesia, Pemerintah Siap Sambut

Lagipula, Anes menambahkan, isi dakwaan tidak sesuai dengan apa yang dia alami. Dia mencontohkan dalam dakwaan dia disebut mengikuti pertemuan pada 18 Agustus 2019.

“Ada beberapa nama-nama yang dicantumkan di sini (dakwaan) yang  saya tidak mengenal,” ujarnya.

Pembacaan dakwaan enam terdakwa aktivis Papua tersebut dilakukan pada Kamis, 19 Desember 2019.

Jaksa mendakwa keenam aktivis Papua telah berbuat makar.

Mereka disangkakan pasal yang sama, yaitu Pasal 106 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP atau Pasal 110 ayat 1 KUHP. Pasal 106 KUHP mengatur soal makar dengan ancaman hukuman penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya 20 tahun.

Sementara Pasal 110 ayat 1 KUHP berbunyi, “Permufakatan jahat untuk melakukan kejahatan menurut pasal 104, 106, 107, dan 108 diancam berdasarkan ancaman pidana dalam pasal-pasal tersebut.”

JPU Nyatakan Enam Aktivis Lakukan Tindakan Makar

Jaksa Penuntut Umum P. Permana mengatakan perbuatan makar itu dilakukan ketika demonstrasi di depan Markas Besar Tentara Nasional Angkatan Darat (Mabes TNI AD) dan Istana Negara pada 18-28 Agustus 2019.

Baca Juga:  TETAP BERLAWAN: Catatan Akhir Tahun Yayasan Pusaka Bentala Rakyat 2023

“Terdakwa bersama-sama melakukan perbuatan yaitu makar dengan maksud supaya seluruh atau sebagian wilayah negara jatuh ke tangan musuh atau memisahkan sebagian dari wilayah negara,” kata Permana membacakan surat dakwaan.

Keenamnya didakwa dengan pasal yang sama, yaitu Pasal 106 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP atau Pasal 110 ayat 1 KUHP. Pasal 106 KUHP mengatur soal makar dengan ancaman hukuman penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya 20 tahun.

Sementara Pasal 110 ayat 1 KUHP berbunyi, “Permufakatan jahat untuk melakukan kejahatan menurut pasal 104, 106, 107, dan 108 diancam berdasarkan ancaman pidana dalam pasal-pasal tersebut.”

Mereka didakwa dengan tiga berkas perkara. Perkara empat terdakwa menjadi satu berkas, yaitu Paulus Suryanta Ginting, Charles Kossay, Ambrosius Mulait, dan Isay Wenda.

Baca Juga:  Komisi HAM PBB Minta Indonesia Izinkan Akses Kemanusiaan Kepada Pengungsi Internal di Papua

Selanjutnya, terdakwa Anes Tabuni dan Arina Elopere masing-masing satu berkas perkara terpisah.

Permana memaparkan empat terdakwa dan Anes Tabuni bersama-sama peserta demonstrasi yang berkisar 100 orang menuntut menolak rasisme. Mereka juga menyuarakan referendum bagi Papua dan menuntut kemerdekaan Papua.

Keduanya dilakukan di hari yang sama, yakni 22 Agustus 2019.

“Terdakwa melakukan aksinya dengan cara membuka baju, mengibarkan bendera Bintang Kejora dan melukis wajah serta dada mereka dengan bendera Bintang Kejora.”

Terdakwa Arina Elopere bersama terdakwa lain menuntut hal yang sama pada 28 Agustus 2019. Dalam unjuk rasa itu mereka berorasi secara bergantian.

Ada dua tuntutan dalam orasi Arina Elopere cs. Pertama, meminta referendum agar Papua menjadi Negara Papua Merdeka yang memisahkan diri dari Indonesia. Kedua, menuntut diprosesnya orang-orang yang berbuat rasis terhadap mahasiswa Papua di Surabaya.

Soure: Tempo.co

SUMBERTempo.co
Artikel sebelumnyaHMKY Se-Indonesia Gelar Natal di Kota Jayapura
Artikel berikutnyaBawaslu Boven Lantik 60 Panwas Distrik dan Gelar Bimtek