JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Mahasiswa eksodus korban ujaran rasisme di Pulau Jawa pada agustus 2019 lalu, hadiri kantor Majelis rakyat Papua (MRP), Kamis (9/1/2020) untuk meminta bertanggung jawaban menyangkut maklumat yang salah satu poinnya meminta agar mahasiswa Papua kembali ke Papua.
“Hari ini kami hadir di kantor MPR yang ke tiga kali. Kami datang untuk minta MRP mempertanggungjawabkan maklumat yang dikeluarkan pasca terjadinya ujaran rasisme kepada kami,” kata Eko Pilipus Kogoya, ketua Penanggung jawab mahasiswa eksodus.
Dia jelaskan, mahasiswa eksodus pertama kali tanggal 17 desember 2019 datangi di kantor MPR, namun ketua MRP melalui telefon sampaikan untuk bertemu di awal tahun, berikutnya kata Kogoya, tanggal 7 Januari mahasiswa korban rasisme datangi kantor MRP tetapi diinformasikan agar bertemu di tanggal 9 Januari.
“Sampai hari ini ketiga kali kami datangi kantar MPR yang kami pikir adalah lembaga kultural untuk orang Papua tetapi kami diberikan informasi untuk menunggu undangan dalam satu minggu kedepan. kami tetap bersabar hingga benar-benar kami terima maklumat yang dikeluarkan,” katanya.
Sementara itu, Elius Passe, Ketua Koordinator Lapangan mengatakan, kehadirannya diterima langsung oleh ketua MRP, dan dua perwakilan dari anggota DPRP, sedangkan Gubernur Papua tidak sempat hadir menemui mahasiswa eksodus.
“Yang jadi tuntutan kami adalah, meminta MRP, DPRP dan Gubernur untuk mengatur nasip mahasiswa eksodus. Kan jelas kami tinggalkan pulau jawa karena ada ujaran rasisme kepada kami. Kemudian pimpinan pemerintahan di Tanah Papua kelurkan maklumat jadi kami pulang,” ucap Elisus.
Senada juga disampaikan, Pius kogoya, komunitas mahasiswa Papua se -Sumatera. Menyampaikan, pemerintah segera bertanggung jawab untuk maklumat yang dikeluarkan, terkait sikap mahasiswa katanya, tidak akan balik lagi namun akan meminta untuk dipertimbangkan masuk di kampus yang ada di Papua.
“Setelah kami pulang, nama-nama kami sebagai mahasiswa sudah dicoret, kami tidak bisa kembali lagi. Harus upayakan kami masuk di kampus yang ada di Papua,” katanya.
Pada intinya, kata dia, tidak akan menerima tawaran untuk kembali melanjutkan studi di Pulai jawa, karena dinilai orang di pulau jawa selalu akan pandang orang kulit hitam dan rambut keriting sebagai manusia yang mulia.
“Sesungguhnya hal-hal dipandang sebelah mata terhadap kami orang Papua bukan baru terjadi. Kemarin baru terungkap setiap kami kulai mulai dari tempat makan dan kampus serta dimana saja kami dianggap tidak sama dengan mereka. Maka sikap kami jelas kami tidak akan balik kembali. Kami minta, kami harus masuk di sini,” bebernya.
Pewarta: Ardi Bayage
Editor: Arnold Belau