Dua Pemuda Ini Cinta Seni Papua

0
1670

KOTA SORONG, SUARAPAPUA.com — Seni dan budaya setiap suku bangsa di Tanah Papua merupakan jati diri dan identitas bangsa Papua yang perlu dijaga dan dikembangkan demi generasi mendatang.

Pemahaman ini diyakini baik Petrus Amsamsium, salah satu anak muda yang sehari-harinya bergelut dengan seni tari, ukir, dan pahat di Kota Sorong, provinsi Papua Barat.

Saat dijumpai suarapapua.com di Bengkel Papua, Jumat (14/2/2020), Petrus mengaku mulai mencintai seni lukis, tari dan ukir semenjak tahun 2005.

“Jati diri dan identitas bangsa Papua adalah harta sebenarnya yang tidak boleh dilupakan oleh anak muda Papua,” ujarnya.

Baca Juga:  Rapat Pleno Terbuka Tingkat Kabupaten Tambrauw Masih Berlanjut

Karena itulah ia mengajak setiap anak muda agar berkarya mencintai seni budaya. Dengan begitu, ia yakin generasi ini tak mudah meninggalkan harta kebudayaan Papua.

ads

“Harus mencoba untuk menjaga yang ada. Mengembangkan yang sudah ada, dan mencari yang hilang, sehingga akan terus diwariskan ke generasi Papua,” kata pria berusia 30 tahun ini.

Kecintaannya pada seni dan budaya, kata Petrus, berawal ketika ia mulai masuk ke Bengkel Budaya. Kala itu, ia hanya ikut-ikutan. Tetapi, akhirnya jatuh cinta juga.

Baca Juga:  Berlangsung Mulus Tanpa Masalah, KPU Maybrat Diapresiasi

“Harta sesungguhnya orang Papua itu budaya. Dalam budaya itu, kita bicara jati diri dan identitas Papua. Mari kita berkarya. Kita mencoba untuk mengembangkan yang ada, menjaganya, dan mencari yang hilang, sehingga ini akan terus berkelanjutan ke generasi berikut,” tuturnya.

Musa Kafiar (35), seperti Petrus Amsamsium, sama-sama belajar di Bengkel Budaya. Di sana mereka belajar kesenian, mengukir, menari, melukis, memahat, dan bernyanyi. Juga, belajar mengumpulkan kembali alat musik yang hilang untuk dilestarikan.

“Saya mulai dari nol setelah bergabung kakak Max Binur. Saya belajar di Bengkel Budaya tahun 2005. Kita belajar bermain musik, bernyanyi, melukis, menari, mengukir, dan memahat. Seni dan budaya kita memang harus dikembangkan agar tidak hilang ditelan gempuran budaya luar,” ujar Kafiar.

Baca Juga:  Upaya Pertamina Patra Niaga Regional Papua Maluku Jaga Pasokan BBM Saat Lebaran

Dengan mencintai seni dan budaya, ia pun yakin warisan leluhur itu tak akan tergerus perubahan zaman.

“Kami juga mendorong penyadaran di kampung-kampung. Terus, menemukan kembali alat musik atau kesenian yang telah hilang. Itu kita lakukan di wilayah adat Malamoi, lalu berkembang ke wilayah yang lain,” imbuh Musa.

Pewarta: Maria Baru
Editor: Markus You

Artikel sebelumnyaJembatan Udara Dikelola Pemkab, Pengusaha OAP Kecewa
Artikel berikutnyaMahasiswa Intan Jaya Minta Komnas HAM dan Pemprov Bentuk Tim Investigasi