Sidang Aliknoe dkk, Saksi Tidak Tahu Kejadian Sebenarnya Hingga Pansus Papua

0
1125

MANOKWARI, SUARAPAPUA.comTerdakwa Aliknoe cs menjalani sidang perkara pidana di pengadilan tinggi Manokwari Kamis (20/2/2020) lalu dan telah memasuki tahapan pembacaan nota keberatan (Eksepsi) dari tim Penasihat Hukum (PH).

PH para Terdakwa yang dipimpin Advokat  Yan Ch. Warinussy, Direktur Eksekutif LP3BH Manokwari mengungkapkan, pihaknya telah membacakan  eksepsi pada pokoknya menyatakan batal untuk Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) demi hukum.

“Kami pandang bahwa tuntutan bertentangan dengan amanat Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP,” katanya kepada suarapapua.com di Manokwari, Rabu (23/2/2020).

Warinussy mengatakan, surat dakwaan Jaksa PU tidak disusun secara baik dan tidak lengkap sehingga harus dibatalkan demi hukum sesuai amanat Pasal 14r ayat (3) KUHAP.

Sehingga Tim PH para terdakwa memohon kepada Majelis Hakim agar ketiga terdakwa dibebaskan dari dakwaan Jaksa PU serta membebankan biaya perkara kepada negara.

ads
Erik Aliknoe, Yunus Aliknoe, Pende Mirin sementara sedang menjalani sidang perkara pidana di pengadilan tinggi Manokwari Kamis (20/2), dan telah memasuki tahapan pembacaan nota keberatan (Eksepsi) dalam dampingan Tim Kuasa Hukum LP3BH Manokwari,  Foto Dokumen LP3BH.

Pada persidangan tersebut, Tim PH  juga mengajukan permohonan kepada Majelis Hakim agar ketiga terdakwa memperoleh akses untuk pemeriksaan kesehatan dan terdakwa Pende Mirin dapat diberi akses untuk dikunjungi dosen pembimbingnya untuk konsultasi penyelesaian skripsinya di Unipa.

Baca Juga:  Kepala Suku Abun Menyampaikan Maaf Atas Pernyataannya yang Menyinggung Intelektual Abun

Sementara itu, saat dikonfirmasi, Simson Werimon, dosen pembimbing satu (I) membenarkan terdakwa Pende Mirin adalah mahasiswa bimbingannya yang sedang menyusun skripsi pada semester gasal 2019 lalu ditangkap.

“Ia benar saya dosen pembimbing satu untuk  Pende Mirin tapi di pembayaran semester genap kemarin dia bayar atau tidak. Kalau tidak bayar, secara akademisi  status mahasiswa dihapuskan, kecuali ada pertimbangan lain,” katanya saat dikonfirmasi.

Yohanis Aliknoe, keluarga dari salah satu terdakwa menambahkan, ketiga mahasiswa tersebut pihak keluarga sudah membayar biaya kuliah mereka.

“Mereka ini adalah mahasiswa aktif di unipa. Kami keluarga sudah bayar mereka semua punya biaya kuliah dan sementara Kami serahkan mereka sesuai aturan hukuman yang ada.  Jika sudah putusan, dan sudah bebaskan maka mereka akan kembali kuliah,” harapnya.

Pihaknya serahkan penuh kepada advokat hukum LP3BH untuk mendampingi para terdakwa.

“Karena mereka bertiga ini menurut kami bukan aktor di balik aksi rasisme kemarin melainkan kita orang papua korban raisisme,” katanya.

Sidang Lanjutan

Para terdakwa sudah mengikuti sidang pemeriksaan saksi,  senin, (9/3/2020) kemarin. PH para terdakwa, Yan Warinussy mengungkapkan yang dihadirkan sebagai saksi adalah pihak dari institusi kepolisian.

Baca Juga:  57 Tahun Freeport Indonesia Berkarya

Yan menegaskan,  ketiga saksi yang dihadirkan JPU itu sama sekali tidak memberikan keterangan (kesaksian) yang berkaitan dengan pasal dalam KHUP seperti yang didakwakan JPU terhadap kliennya.

“Karena dalam dalam kesaksian masing-masing saksi hanya mengetahui tentang adanya aksi demonstrasi tolak rasisme disertai orasi-orasi,” katanya.

Menurutnya, dalam persidangan yang berlangsung,  para saksi tidak menjelaskan (menyaksikan) adanya perbuatan makar atau penghasutan.

Ia menambahkan, saksi juga tidak melihat secara langsung pelaku yang melakukan perlawanan terhadap aparat dengan pelemparan batu yang menyebabkan satu anggota polisi terluka mengalami luka di tempat kejadian.

DPD Kunjungi Para Terdakwa

Ketua Panitia Khusus (Pansus) Papua yang dikomandoi Filep Wamafma, anggota DPD dari Papua Barat telah mengunjungi alinoe cs usai sidang pemeriksaan saksi.

Wamafma  menyatakan keterlibatan pansus papua juga dalam upaya advokasi dari sisi politik.  Kata dia,  hal itu untuk memastikan keadilan bagi mahasiswa yang ikut terseret dalam aksi rasisme.

“Ini memang masuk dalam salah satu tujuan agenda kami,  karena pansus mengadvokasi masalah-masalah terkait kasus rasisme kemarin,” ucapnya

Baca Juga:  Dua Anak Diterjang Peluru, Satu Tewas, Satu Kritis Dalam Konflik di Intan Jaya

Lanjut Filep, kerja pansus tidak mengintervensi proses hukum yang sedang berjalan karena ini merupakan arenanya pengadilan.

“Kami inginkan menjadi bahan pengambilan keputusan.  Terutama instansi penegak hukum dalam melihat akar persolan di tanah papua secara utuh,” ujarnya dikutip dari kabartimur.com.

Sebab menurutnya,  tidak ada aksi-aksi anarkis kalau tidak ada ujaran rasialis. Kata dia,  bahkan penerapan hukum bagi aktor utama,  juga dianggap belum diberikan keadilan yang maksimal bagi orang terdampak korban ujaran rasialis [mahasiswa Papua]  yang menurut keadilan atas ujaran dimaksud.

“Dimana keadilan itu?, sementara pelaku rasisme dihukum hanya enam sampai 12 bulan saja hanya dengan penerapan pasal dalam undang-undang ITE. Sementara penegak hukum sedangkan tidak  menggunakan UU nomor 40 tahun 2008 tentang penghapusan diskriminasi, Ras dan etnis,” tanya Wamafma.

Kehadiran Pansus DPD yang ia ketua tersebut, kata dia, hadir sebagai jalan tengah. Sebab orang Papua tidak percaya terhadap institusi penegak hukum. Tetapi tidak mengintervensi kerja pengadilan.

Pewarta : Charles Maniani

Editor: Arnold Belau

Artikel sebelumnyaYan Pepuho Bikin Phondabee Cafe Untuk Tukar Buku Tulis Bagi Anak SD
Artikel berikutnyaWabup Jayawijaya Warning Kakam Tak Boleh Curi Dana Desa