Yan Pepuho Bikin Phondabee Cafe Untuk Tukar Buku Tulis Bagi Anak SD

0
2285

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Phondabee Cafe, bukan sekedar cafe biasa yang menawarkan berbagai jenis kopi, tetapi memiliki nilai edukasi yang holistik, dimana mempunyai aktivitas sosial yang diberi nama ‘Kopi Untuk Buku’.

Kopi Untuk Buku artinya adanya aktivitas sosial, dimana pengunjung bisa menciduk segelas kopi dengan menukarkan satu pak buku tulis.

Itulah Phondabee cafe yang dijajaki Yan Pepuho, anak Papua pada tahun 2018 yang terinspirasi ketika kuliah di luar Papua.

Baca juga: Tiga Anak Muda Papua Dinobatkan Sebagai Pengusaha Muda Terbaik

Yan Pepuho merupakan salah satu kontestan Program Pendidikan Kewirausahaan Kaum Muda (Youth Entrepreneurship Education) yang digelar Prudential Indonesia bekerjasama dengan Prestasi Junior Indonesia (PJI).

ads

Yan Pepuho, ketika di temui suarapapua.com di Pameran Bisnis Pengusaha Muda Papua di Aula Sian Soar Kantor Wali Kota Jayapura, Rabu (19/2/2020) mengakui bahwa cafe yang dibukanya karena terinspirasi dengan cafe-cafe yang ada di luar Papua, tempat dimana ia berkuliah.

Coffee Shop Phondabee ini sudah di mulai Desember 2018. Waktu itu saya kuliah keluar Papua. Jadi waktu di sana dengan teman-teman sering belajar di coffee shop. Jadi sewaktu belajar punya pikiran untuk buka cafe seperti itu.

Baca Juga:  Non OAP Kuasai Kursi DPRD Hingga Jual Pinang di Kota Sorong

Kebetulan di sini memang waktu itu belum banyak coffee shop, termasuk belum banyak tempat nongkrong. Jadi saya pikir ini kayaknya bagus kalau ada di Jayapura, ya saya buka,” jelas Yan yang membuka coffee shop Phondabee di jalan Raya Sentani, berdekatan dengan Kantor Nasdem di Expo Waena, Kota Jayapura, Papua.

Baca juga: Billy Rumbiak, Sarjana Teknik yang Memilih Jualan Brownies Melati

Pemuda asal Sentani yang sempat berkuliah di jurusan Arsitektur di Universitas Pelita Harapan ini menceriterakan program yang ia jalankan di cafenya.

Katanya, usahanya itu tidak semata-mata hanya sebagai coffee shop sebagai tempat nongkrong atau tempat minum kopi, melainkan memiliki program sosial aktifitas yang di beri nama Kopi Untuk Buku, dimana para pengunjung bisa menukar segelas kopi dengan satu pak buku tulis.

“Pertama kali bikin Kopi Untuk Buku itu Desember 2017. Setelah pulang program pertukaran pemuda antar negara, saya jadikan itu sebagai Post Program Activity saya untuk bantu teman yang baru buka Reading Center.

Buku tulis yang terkumpul untuk dibagikan ke anak-anak SD di pinggiran danau Sentani. Tapi sudah ada dari luar yang minta juga, seperti kirim ke Kurima dan Koroway,” jelasnya.

Baca Juga:  Pencaker Palang Kantor Gubernur Papua Barat Daya

Ide untuk bikin program Kopi Untuk Buku bagi kegiatan sosial aktivitas itu kata dia muncul ketika bekerja di salah satu LSM.

Baca juga: Leberina Imbiri Sukses Bekali English Bagi Puluhan Anak Papua

“Idenya dari dulu sewaktu masih kerja di LSM dan kita ada bikin event di kampung Kameyakha, Distrik Ebungfouw Sentani, dimana saya melihat sendiri ada anak SD yang punya buku tulis hanya beberapa lembar. Waktu itu sekitar 2014-2015 dan saya langsung tersentuh.

Saya berpikir, di kota buku tulis dipakai bikin pesawat [kertas], padahal disini yang tidak jauh dari kota ada anak-anak sekolah yang perlu buku tulis. oleh karena itu muncul ide itu. program Kopi Untuk Buku mungkin mulai lagi April 2020,” katanya.

Baca Juga:  Festival Angkat Sampah di Lembah Emereuw, Bentuk Kritik Terhadap Pemerintah

Ia pun menceriterakan kopi yang ia racik untuk disajikan kepada pengunjung, termasuk sejumlah rasa kopi yang diminati pengunjung.

Menurutnya, minum kopi itu hanya ada dua teknik manual yang tidak menggunakan mesin, tetapi ada beberapa rasa, seperti Vietnam drip. Dimana Phondabee Cafe paling banyak dikunjungi orang untuk menciduk Vietnam drip. Itu untuk pilihan kopi susu, sementara untuk pilihan kopi hitam di tubruk.

Baca juga: Lulus S2 Ilmu Lingkungan, Fina Sapary Memilih Berjualan Roti di Kota Jayapura

Sementara untuk omset, Yan mengakui apa yang didapat dari hasil penjualan kopi di Phondabee Cafe terbilang cukup bagus. Hal ini terlepas dari program Kopi Untuk Buku.

“Satu bulan bisa mencapai sebasar 14-15 juta. Oleh Karena itu saya punya pesan buat teman-teman yang lain, yang baru mau memulai atau yang sudah memulai untuk jangan takut. Coba saja kalau kita gagal coba lagi, karena saya yakin sekali kalau bangunan kesuksesan itu dari puing-puing kegagalan,” pesan Yan.

Pewarta: Lenny Aninam

Editor: Elisa Sekenyap

Artikel sebelumnyaWarga Sentani Keluhkan Trotoar yang Dijadikan Pangkalan Ojek
Artikel berikutnyaSidang Aliknoe dkk, Saksi Tidak Tahu Kejadian Sebenarnya Hingga Pansus Papua