Keluarga Empat Tapol di Sorong Tolak Dakwaan Makar

0
1544

KOTA SORONG, SUARAPAPUA.com — Keluarga tahanan politik (Tapol) di Sorong, provinsi Papua Barat, menyatakan menolak pasal dakwaan kepada empat terdakwa makar yang disidangkan di Pengadilan Negeri Sorong, Kamis (5/3/2020).

Dekler Yesnath, perwakilan keluarga dari Yosep Syufi, mengatakan, pasal-pasal yang didakwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) kepada empat mahasiswa itu dianggap tak sesuai fakta karena mereka sebagai korban dari ujaran rasisme bagi rakyat Papua.

“Dakwaan dari jaksa tidak sesuai fakta hukum. Empat mahasiswa ini terlibat dalam aksi massa karena merasa martabatnya sebagai orang Papua dihina dengan kata monyet. Mereka korban dari ujaran rasisme yang terjadi di Surabaya, Jawa Timur,” ujar Dekler kepada suarapapua.com usai menghadiri persidangan.

Empat terdakwa yang disidangkan, masing-masing Yosep Syufi (22), mahasiswa Universitas Muhammadiyah Sorong (UMS) semester akhir; Manase Baho (27), mahasiswa UMS, semester akhir; Ethus Paulus Wiwak Kareth (26), semester akhir; Rianto Ruruk (28), mahasiswa Universitas Kristen Papua (UKIP) Sorong, semester akhir.

Baca Juga:  Hilangnya Hak Politik OAP Pada Pileg 2024 Disoroti Sejumlah Tokoh Papua

Dalam sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan jaksa, empat terdakwa didakwa melanggar Pasal 110 ayat (1) jo Pasal 87 KUHP dan Pasal 14 ayat (1) Undang-undang nomor 1 tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana. Dakwaan dibacakan JPU I Putu Sastra Adi Wicaksana didampingi Haris Suhud Tomia.

ads

Jaksa beralasan para terdakwa melakukan perbuatan melanggar hukum pada aksi unjuk rasa dengan membawa bendera Bintang Kejora di Kota Sorong, 17 dan 18 September 2019.

“Kami menolak pasal dakwaan, yang menjelaskan Yosep Syufi dan kawan-kawan “Bermufakat jahat untuk melakukan kejahatan menurut Pasal 104, 106, 107, dan 108”. Saya keluarga Tapol, dengan tegas, menolak dakwaan itu. Mereka yang melakukan aksi dari bulan Agustus sampai September itu korban dari ujaran rasisme. Sudah korban rasisme, dipenjara pula. Aneh sekali,” tegas Dekler.

Baca Juga:  PT IKS Diduga Mencaplok Ratusan Hektar Tanah Adat Milik Marga Sagaja

Dekler bahkan menuding pasal dakwaan berbeda dengan berita acara pidana (BAP). “Sesuai penjelasan dari mereka empat bahwa dakwaan berbeda dengan BAP yang dibuat oleh Jaksa dan Kepolisian,” jelasnya.

Ia juga mengaku sangat kecewa lantaran kuasa hukum belum menerima BAP. Jaksa seharusnya sudah secepatnya menyerahkan sebelum persidangan dimulai.

“Kami minta dalam waktu yang secepatnya, Jaksa berikan BAP yang sebenarnya itu kepada kuasa hukum,” pinta Yesnath.

Mama Agustina Jitmau, dari keluarga Ethus dan Rianto, juga kecewa dengan kinerja Kejaksaan yang terkesan lamban dalam menangani proses hukum anaknya. Ia juga menilai ada unsur kesengajaan memperlambat proses persidangan.

“Dari Kejaksaan tidak siap diri. Ini sudah enam bulan. Mereka harus siap diri sebelum masuk di sini. Sudah enam bulan BAP-nya tidak dibawa. Itu kan tidak mungkin. Saya duga satu kekurangan ini mereka sengaja,” ujarnya.

Baca Juga:  Situasi Paniai Sejak Jasad Danramil Agadide Ditemukan

Mama Jitmau berharap hal ini segera dievaluasi untuk tak diulangi lagi di persidangan berikut.

“Prosesnya harus dipercepat. Sidang berikut, harap semua sudah dilimpahkan. Jangan seperti sekarang,” ujar Agustina.

Terpisah, Max Souisa, penasehat hukum terdakwa, menyatakan, dakwaan kepada kleinnya harus dibuktikan dengan keterangan saksi karena dakwaannya kabur.

“Kebenaran perkara ini harus ada pembuktian terhadap dakwaan kepada klien kami,” ujarnya sembari mengaku tak mengajukan eksepsi di sidang perdana.

Usai sidang pembacaan dakwaan yang dipimpin Majelis Hakim ketua Willem Marco Erari bersama anggota Dedy Sahusilawane dan Donald Sopacua, selanjutnya sidang ditunda pekan depan. Sidang  akan digelar Kamis (12/3/2020) dengan agenda pemeriksaan saksi dari JPU.

Pewarta: Maria Baru
Editor: Markus You

Artikel sebelumnyaYakobus Dogomo Beberkan Agenda Dua Bulan Bappeda Dogiyai
Artikel berikutnyaDominggus Mandacan: YPK Hadir untuk Cerdaskan Kehidupan Bangsa