Puluhan Pelajar Santo Antonius Padua Sentani Demo Guru

0
2068

SENTANI, SUARAPAPUA.com Puluhan pelajar SMP dan SMA Santo Antonius Padua, Sentani, kabupaten Jayapura, Papua, menggelar aksi demonstrasi di halaman sekolah, Senin (9/3/2020) pagi. Aksi merespons ujaran rasis dari dua orang guru, MG dan HW, kepada siswanya.

Pantauan suarapapua.com, aksi dimulai pukul 08.00 WIT dari depan halaman Panti Asuhan Polomo Sentani, tak jauh dari komplek sekolah swasta itu.

Para pelajar menuju ke sekolah sambil berorasi dan membawa sebuah spanduk bertuliskan: “Kami siswa-siswi SMP dan SMA Santo Antonius Padua Sentani meminta pertanggungjawaban pihak sekolah atas ungkapan rasisme yang dikeluarkan oleh guru”.

Dalam aksi yang dipimpin Petrus Dogopia, koordinator lapangan, siswa-siswi itu mengenakan seragam sekolah. Mereka menentang ujaran kebencian dan rasis dari dua ibu guru di sekolah itu.

Kehadiran para pelajar disambut langsung koordinator Kolose St. Antonius Padua, Gabriel Payong, yang juga kepala SMA didampingi kepala SMP Fransina Hikinda, serta seluruh guru dan staf sekolah.

ads

“Kami datang aksi pagi ini untuk mempertanyakan ujaran rasis dari ibu guru (MG) yang disampaikan saat camping Pramuka dan kejadian sebelumnya oleh ibu guru (HW) dari dalam ruang kelas,” ujar Dogopia.

Baca Juga:  ULMWP Desak Dewan HAM PBB Membentuk Tim Investigasi HAM Ke Tanah Papua

Sekira satu jam mereka berorasi secara bergantian, aksi diakhiri dengan pembacaan pernyataan sikap yang selanjutnya diserahkan ke pimpinan sekolah untuk ditindaklanjuti.

Koordinator kolose selaku penanggungjawab sekolah dan asrama putra-putri menyatakan siap menindaklanjuti aspirasi dari para pelajar.

“Saya akan melaporkan kepada pimpinan yayasan terkait dengan kejadian yang dipersoalkan, serta seluruh aspirasi dan permintaan dari anak-anak sekalian,” kata Gabriel.

Sementara itu, Kapolsek Sentani Kota, AKP Lintong Simanjuntak, mengatakan, aksi siswa-siswi ini dikawal aparat kepolisian agar berlangsung dengan aman dan lancar.

“Adik-adik sebagai calon pemimpin masa depan silakan sampaikan aspirasi dengan aman, tidak boleh dengan cara anarkis,” katanya.

Kapolsek bersama anggotanya langsung mengawal jalannya aksi di komplek sekolah. Menurut Kapolsek, aksi tersebut dilaksanakan dengan baik.

“Kami datang mengecek langsung demo ini dan semuanya tertib. Kami harap, tidak ada pihak ketiga yang mau memperkeruh suasana dengan momen ini,” ujar Lintong.

Baca Juga:  Pencaker Palang Kantor Gubernur Papua Barat Daya

Pemicu

Petrus Dogopia saat berorasi menegaskan, para pelajar tak mungkin melakukan aksi ini jika tak ada masalah. Kata dia, pemicunya adalah ujaran rasis dari seorang oknum guru pada Sabtu (7/3/2020) pekan kemarin.

Dogopia menjelaskan, ujaran rasis itu terjadi saat kegiatan Pramuka di komplek sekolah.

“Selama dua hari, Jumat dan Sabtu (6-7/3/2020), kami ikut camping Pramuka. Hari Jumat berjalan baik, dan kejadiannya pada hari Sabtu,” katanya menceritakan kronologi awal.

Saat hendak mengadakan upacara bendera, ibu guru berinisial MG, menurut Dogopia, mengucapkan kata rasis kepada siswa yang menolak perintahnya memimpin upacara.

“Saat itu kami mau adakan upacara. Cuaca panas sekali. Terik matahari sangat menyengat tubuh kami. Karena panas, guru perintahkan untuk pimpin upacara. Tetapi siswa itu menolak karena merasa tidak berhak. Siswa itu katakan, yang memimpin itu hanya seorang pembina. Mendengar penolakan ini, ibu guru sengaja atau tidak sengaja bicara kata kotor. Dia bilang ‘makhluk monyet’. Kami tidak terima dengan ujaran ini. Kami sangat marah,” tutur Dogopia.

Baca Juga:  Dua Anak Diterjang Peluru, Satu Tewas, Satu Kritis Dalam Konflik di Intan Jaya

Tak hanya itu, ia juga menyebutkan kejadian sama dialami siswa lain beberapa waktu lalu. Ujaran rasis disampaikan guru lain.

“Sebelumnya juga ada ibu guru (HW) dari dalam kelas sampaikan hal yang sama, makanya kami sekarang melakukan aksi protes,” imbuhnya.

Mauris Uropmabin, alumnus angkatan pertama SMP St. Antonius Padua Sentani, menyesalkan ucapan rasis yang dilontarkan oknum guru kepada anak didiknya sendiri.

Uropmabin berharap, kejadian sama tak terulang lagi di kemudian hari.

“Ingat, Tanah Papua goyang hanya karena kata monyet. Wamena sampai kacau dan makan korban karena pelajar bertindak gara-gara kata monyet. Harap jaga mulut. Kata-kata rasis itu sangat sensitif di negeri ini. Harus hati-hati dalam berbicara,” ujarnya mengingatkan.

Aksi unjuk rasa puluhan pelajar SMP dan SMA itu diakhiri sekitar Pukul 11.00 WIT. Mereka dengan tertib meninggalkan halaman sekolah.

Pewarta: SP-CR16
Editor: Markus You

Artikel sebelumnyaStuden From Nduga Kambek Egen Apim Pois
Artikel berikutnyaKSU Kingmi Zaitun Bertumbuh Gelar RAT Tahun Buku 2019