Covid19, Ancaman Serius Eksistensi OAP: Lockdown Papua!

0
2055

Oleh: Benyamin Lagowan)*

Apapun argumentasi yang hendak disampaikan, patut digaris bawahi bahwa jika berbicara mengenai virus corona (COVID-19) yang mematikan, maka sebagai orang asli Papua, etnis Melanesia, bangsa Papua yang kini sudah jadi etnis minoritas di atas negeri sendiri yang berada dalam bayang-bayang kepunahan. Maka solusinya hanya satu: save manusia Papua dengan melakukan lockdown wilayah Papua!

Jika dipikirkan dan direnungkan, pernyataan ini tidaklah berlebihan. Sebaliknya, ini merupakan satu-satunya langkah protektif agar penularan virus ini bisa segera dicegah. Jika tidak, kita akan kehilangan banyak nyawa yang akan semakin mengurangi populasi orang asli Papua. Setidaknya ada beberapa alasan yang dapat dikemukakan dibalik pentingnya lockdown wilayah Papua ini. Alasan-alasan tersebut dapat saya uraikan di bawah ini:

Jumlah Populasi Orang Asli Papua Semakin Menurun

Argumentasi ini sebenarnya sudah sangat jelas dan nyata. Walau tidak ada data valid yang dapat menunjukkan berapa total populasi OAP yang tersisa saat ini, tetapi secara real dapat kita lihat bagaimana di berbagai wilayah Papua sudah dikuasai oleh para pendatang (imigran). Di berbagai aspek sudah didominasi oleh para imigran. Sebut saja, ekonomi, pemerintahan (walau katanya ada Otsus), pendidikan, perhubungan, kesehatan dst.

ads

Frekuensi mereka di Papua khususnya dalam keterpilihan dalam pileg yang dominan telah memberikan sinyal bahwa jumlah OAP sedang berada dalam kondisi terdepresi. Walau konsentrasi OAP diperkirakan masih menguasai beberapa wilayah pedalaman dan pegunungan, namun secara pasti tidak dapat diperkirakan secara akurat. Apalagi angka kematian OAP dalam beberapa tahun terakhir ini sangat tinggi. Entah, yang meninggal karena penyakit, kecelakaan dan minuman keras serta pembunuhan oleh aparat TNI/POLRI lewat operasi militer berjilid-jilid yang masih berlangsung sampai hari ini.

Baca Juga:  Kura-Kura Digital

Dengan melihat kondisi ini, agar tidak semakin mereduksi jumlah populasi OAP, maka keputusan lockdown Papua untuk securitisasi dan proteksi dari pandemi virus Corona ini musti segera diberlakukan oleh pemerintah Papua. Apakah ini merupakan peristiwa penyerta yang terjadi dalam mengenapi prediksi pakar demografi Australia, Jim Elmsly bahwa populasi OAP akan menipis pada tahun 2030? Entahlah. Untuk itu, dalam mereduksi jatuhnya korban jiwa dalam kasus ini kembali kepada pengambil kebijakan Papua saat ini.

Pasien Positif di Merauke Berasal dari Luar Papua (Imigran)

Sekali lagi kabupaten Merauke menjadi pintu masuk penyakit Corona alias COVID-19. Mengapa bukan melalui kabupaten lain di Papua? Sebagaimana kasus HIV-AIDS yang pertama kali muncul di Merauke pada 1995 silam, pada tahun 2020 ini juga kita dikagetkan dengan penemuan dua kasus baru COVID-19 yang berdasarkan hasil pemeriksaan di Balitbangkes Jakarta dinyatakan positif.

Apa makna ini semua? Mengapa harus berawal dari Merauke? Apakah wilayah ini merupakan sumber masuk segala penyakit di Papua? Entahlah.

Terlepas dari pertanyaan seperti ini, yang penting dipahami bahwa memang wilayah selatan Papua ini sudah menjadi wilayah yang telah didominasi oleh para migran dari nusantara. Maka wajar jika peluang masuknya segala jenis penyakit bahkan segala hal-hal yang berbahaya (kontradiktif) dengan entitas Kepapuaan menjadi tidak bisa dibendung lagi di sana.

Patut dipahami bahwa masuknya virus Corona ini awalnya diperantarai oleh seorang migran yang masuk ke wilayah Merauke sesudah melakukan perjalanan ke Bogor (republika.co.id 23.03.2020). Orang tersebut diketahui telah bersama-sama dengan pasien positif Corona selama di Bogor dan menularkan virusnya kepada seorang perawat di RSUD Merauke yang pertama kali merawatnya. Dari kejadian ini maka dapat dipahami bahwa potensi masuknya virus corona ke Papua makin terbuka lebar, jika tidak ada upaya lockdown wilayah Papua.

Baca Juga:  Adakah Ruang Ekonomi Rakyat Dalam Keputusan Politik?

Kultur Orang Papua Bisa Jadi Jembatan yang Bahaya 

Argumentasi berikut adalah tentang kultur orang asli Papua yang dapat menjadi medium transmisi virus COVID-19. Kultur yang dimaksud adalah kultur dalam keseharian hidup soal solidaritas, sapa menyapa dan gaya berinteraksi antar personalia. Orang Papua juga memiliki pola kehidupan yang sudah dikonstruksi sejak moyang dengan hidup secara berkelompok dalam satu rumah besar. Hal ini akan menjadi sebuah ancaman jika infiltrasi virus Corona mencapai wilayah Papua dan menyebar hingga ke pelosok-pelosok Papua. Hal itu dapat menyebabkan epidemi luar biasa yang jika tidak cepat dan tepat ditangani akan menimbulkan banyaknya korban jiwa.

Maka upaya lockdown Papua dalam rangka mencegah transmisi virus COVID-19 ini musti dipikirkan dan dijalankan sebagai upaya prenventive action pemerintah melalui dinas kesehatan provinsi hingga Kabupaten Kota.

Fasilitas Kesehatan di Papua Masih Terbatas

Satu hal penting yang musti dipahami dan diakui oleh Pemerintah Provinsi Papua sekaligus di daerah adalah masih terbatasnya sarana dan prasarana kesehatan. Kondisi ini, dapat memperparah situasi, apabila penyebaran virus corona tidak bisa dicegah sedini mungkin.

Berbagai fasilitas kesehatan yang dibangun tentu memiliki keterbatasan entah dari aspek tenaga terampil kesehatan, fasilitas medical chek up kesehatan, maupun layanan terintegrasi dan berkesinambungan. Hal-hal ini sudah sejak lama masih menjadi pekerjaan rumah yang masih terus menyita anggaran dan konsentrasi. Maka upaya lockdown dapat menjadi sebuah solusi berjangka dalam menghambat dan membendung penularan virus COVID-19 tersebut.

Baca Juga:  Musnahnya Pemilik Negeri Dari Kedatangan Bangsa Asing

Kesadaran Masyarakat tentang PHBS Masih Rendah

Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) merupakan konsep ideal berkehidupan menurut para ahli kesehatan yang dengannya orang yang menerapkan pola tersebut dipastikan dapat terhindar dari segala kesakitan atau gangguan kesehatan. Maka PHBS direkomendasikan oleh setiap pegiat kesehatan kepada masyarakat awam sebagai pedoman untuk mencegah terjangkitnya suatu penyakit. Akan tetapi, kondisi yang ada saat ini sangat memprihatinkan bahwa secara faktual banyak masyarakat Melanesia di Papua tidak semuanya mengetahui dan memahami praksis PHBS ini.

Hal ini bukan saja sebagai implikasi lemahnya sosialisasi dan pendekatan pencegahan yang dilakukan oleh para pegiat dan institusi kesehatan, tetapi juga sebagai kelalaian pemerintah mencerdaskan dan menyehatkan rakyat. Oleh karena itu, maka selain melakukan kebut sosialisasi PHBS mungkin upaya tepat adalah pemerintah harus mengambil kebijakan untuk me-lockdown Papua agar masyarakat bisa disekuritisasi dari serangan wabah mematikan COVID-19 itu.

Berdasarkan uraian singkat ini, mungkin sudah saatnya, para pengambil kebijakan di tanah Papua menyatakan lockdown Papua dalam jangka waktu tertentu demi menghindarkan rakyat Melanesia di Papua terhindar dari pandemi virus Corona yang mematikan tersebut.

Semoga.

)* Penulis adalah aktivis mahasiswa dan pemerhati masalah sosial di Papua

Artikel sebelumnyaCorona Mengajak (Orang) Papua Berkebun
Artikel berikutnyaLukas Enembe: Papua Tidak Lockdown, Hanya Pembatasan Sosial