Nasib RUU Otsus Plus

0
1962

Oleh: Dr. Agus Sumule)*

Revisi Undang-undang Otonomi Khusus (UU Otsus) Papua kini adalah agenda nasional.  DPR RI sudah memasukkannya ke dalam Prolegnas (Program Legislasi Nasional) tahun 2020.  Mendagri bahkan sudah bertekad bahwa UU Otsus Papua yang baru harus selesai tahun ini, sehingga bisa menjadi dasar untuk memperpanjang Dana Otsus Papua yang akan berakhir pada tahun 2021.

Yang menjadi masalah adalah apakah sudah ada rancangan UU Otsus Papua yang baru untuk dibahas di DPR RI lengkap dengan Naskah Akademiknya?  Konon, Kemendagri pada semester II tahun 2019 sudah meminta agar kedua provinsi di Tanah Papua untuk memasukkan bahan-bahan bagi penyusunan revisi UU Otsus Papua.  Tidak jelas, apakah permintaan itu sudah dipenuhi.

Upaya untuk merevisi UU Otsus Papua sebenarnya sudah dilakukan sejak April 2013, tepat tujuh tahun yang lalu. Masyarakat mengenalnya dengan RUU Otsus Plus.  Berikut ini kronologinya:

  1. Selasa, 09 April 2013, Mendagri melantik Lukas Enembe dan Klemen Tinal sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Papua.
  2. Senin, 29 April 2013, Gubernur/Wakil Gubernur Papua, Wakil Ketua DPRP Yunus Wonda dan Ketua Majelis Rakyat Papua Timotius Murib menghadap Presiden SBY, yang didampingi sejumlah Menteri, di Istana Negara. Dalam keterangannya kepada wartawan, Gubernur Enembe menyebut adanya gagasan `Otsus Plus’ yang berasal dari Presiden SBY.
  3. Rabu, 29 Mei 2013, Gubernur Papua menguraikan tentang garis besar RUU Pemerintahan Papua dalam sambutannya ketika membuka Rapat Kerja Khusus Provinsi Papua Tahun 2013. RUU Pemerintahan Papua itu, yang lebih dikenal dengan RUU Otsus Plus, dimaksudkan untuk menggantikan UU 21/2001 Tentang Otsus Papua, sebagaimana yang telah diubah dengan UU 35/2008.
  4. Juni 2013 beredar draf RUU Pemerintahan Papua yang isinya tidak berbeda jauh dengan UU 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh.
  5. Kamis, 25 Juli 2013, MRP Provinsi Papua bersama-sama dengan perwakilan dari tujuh wilayah adat mengevaluasi pelaksanaan Otsus Papua. Sebagian anggota MRP di Provinsi Papua Barat turut serta menghadiri pertemuan tiga hari tersebut.
  6. Oktober 2013, dihasilkan Draf Pertama “RUU Tentang Pemerintahan Papua” oleh suatu Tim Asistensi yang sebagian besar adalah para dosen Universitas Cenderawasih. RUU ini terdiri dari 46 Bab dan 145 Pasal.
  7. Senin, 4 November 2013, Gubernur Papua menyerahkan draf RUU dimaksud pada angka 6 kepada Gubernur Papua Barat Abraham Atururi di Jayapura. Gubernur Atururi meminta RUU tersebut diberikan pembobotan terlebih dahulu oleh Pemerintah Provinsi Papua Barat.
  8. Rabu, 6 November 2013, Gubernur Atururi menugaskan Sekda Provinsi Papua Barat untuk memimpin suatu Tim yang bertugas mengkritisi draf RUU itu dan memberikan pembobotan sebagaimana seharusnya. Penulis adalah Wakil Ketua Tim ini.
  9. Senin, 18 November 2013, Wakil Ketua Tim mengirim surat kepada Sekda Provinsi Papua Barat yang dilampiri dengan hasil kerja tim. RUU hasil pembobotan Tim Provinsi Papua Barat itu diberi nama “RUU Tentang Pemerintahan Otonomi Khusus di Tanah Papua”. RUU itu terdiri dari 44 Bab dan 205 Pasal.
  10. Desember 2013, Tim Papua Barat, dipimpin oleh Kepala Biro Hukum, menyerahkan dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 9 kepada Sekda Provinsi Papua di Jayapura.
  11. Selasa, 14 Januari 2014, Tim Asistensi Pemerintah Provinsi Papua menyelesaikan draf ke-12 hasil sinkronisasi dari draf usulan Pemprov Papua dan Papua Barat. Tim Provinsi Papua Barat tidak terlibat dalam sinkronisasi tersebut. Draf itu diberi nama yang sama dengan draf hasil pembobotan Tim Provinsi Papua Barat, yaitu “RUU Tentang Pemerintahan Otonomi Khusus di Tanah Papua. Draf RUU ini terdiri dari 50 Bab dan 316 Pasal.  Di dalam draf ini terdapat sejumlah hal yang belakangan menjadi kontroversi, di antaranya opsi referendum, jabatan gubernur jenderal, satu MRP untuk dua provinsi, bupati berasal dari suku asli di kabupaten tersebut, dan definisi orang asli Papua.
  12. Senin, 20 Januari 2014, draf RUU sebagaimana dimaksud dalam angka 11 disahkan oleh DPRP dan MRP dalam suatu sidang pleno DPR Papua.
  13. 11-15 Februari 2014, Tim pemerintah Provinsi Papua Barat dan Tim pemerintah Provinsi Papua bekerja untuk menghasilkan draf bersama. Masih dengan menggunakan nama yang sama, RUU ini terdiri dari 50 Bab dan 369 Pasal.
  14. Februari – Agustus 2014, konsultasi dengan pihak kementerian dan lembaga. Tim dari Pemerintah Provinsi Papua Barat tidak banyak
  15. Senin, 18 Agustus 2014, Dirjen Otda memimpin pembahasan RUU Tentang Pemerintahan Otonomi Khusus Bagi Provinsi di Tanah Papua. Ini adalah pembahasan terakhir atas RUU yang telah berkembang menjadi 375 pasal. Hasilnya kemudian diserahkan untuk dibahas dalam Ratas (Rapat Terbatas) Kabinet.
  16. Kamis, 18 September 2014, Presiden SBY menandatangani Surat Presiden (Surpres), yang sebelumnya disebut Amanat Presiden (Ampres), mengenai Revisi UU No 21/2001, kemudian dikirim ke DPR dan dibahas di dalam Rapat Badan Musyawarah (Bamus). Rapat dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso.
  17. Selasa, 16 September 2014, DPR RI memasukkan RUU ini sebagai tambahan dalam daftar prolegnas dalam Sidang Paripurna.
  18. Kamis, 25 September 2014, Komisi II DPR RI menolak membahas RUU Pemerintahan Otonomi Khusus Bagi Provinsi di Tanah Papua. “Ini bukan masalah RUU ini siluman atau bukan siluman. Jika mengacu kepada asas ketaaatan dan dibandingkan dengan pembuatan UU lainnya, ini tidak taat asas. RUU ini diajukan oleh pemerintah secara mendadak dan disahkan oleh paripurna DPR pada 16 September lalu masuk dalam Prolegnas tanpa melalui proses panja, pansus, rapat dengar pendapat dan lain-lainnya. Dengan demikian ini menyalahi prosedur dan makanya kita tolak,” kata Yandri Susanto, di gedung DPR, Senayan Jakarta, Kamis (25/9)1.
  19. Selasa, 30 September 2014, masa bakti DPR RI periode 2009-2014 berakhir.
  20. Kamis, 12 Februari 2015, harian sore “Suara Pembaruan” memberitakan bahwa RUU Otsus Plus tidak dimasukkan dalam daftar Prolegnas 2015.
  21. Jumat, 11 November 2015, Ketua DPD RI Irman Gusman menjanjikan RUU Otsus Plus akan dibahas pada tahun 2016.
  22. Selasa, 26 Januari 2016, Badan Legislasi DPR RI melaporkan 45 RUU yang akan dibahas dalam tahun 2016. RUU Otsus Plus tidak termasuk di dalamnya.
  23. Kamis, 15 Desember 2016, Badan Legislasi DPR RI mengumumkan 54 RUU yang akan dibahas dalam tahun 2017. Sekali lagi, RUU Otsus Plus tidak termasuk di dalamnya.
  24. Senin, 10 April 2017, Ketua Badan Legislasi Nasional DPR RI melaporkan bahwa pada tahun 2018 akan dibahas 50 RUU yang sebagian besar berasal dari tahun-tahun sebelumnya. RUU Otsus Plus (RUU Pemerintahan Otonomi Khusus Bagi Provinsi di Tanah Papua) masih tidak termasuk di dalam daftar tersebut.
  25. Rabu, 31 Oktober 2018, DPR RI menyetujui 55 RUU untuk dibahas pada tahun 2019 – 43 RUU dari tahun sebelumnya dan 12 RUU baru. RUU Otsus plus tetap tidak masuk dalam Prolegnas.
  26. Kamis, 16 Januari 2020, Badan Legislasi DPR RI dan Menteri Hukum dan Ham menyetujui 50 RUU untuk dimasukkan dalam Prolegnas 2020. Nomor 31 adalah RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus Papua.  Tetapi, tidak jelas naskah yang mana yang akan digunakan.
Baca Juga:  Musnahnya Pemilik Negeri Dari Kedatangan Bangsa Asing

Ada baiknya RUU Otsus Plus tahun 2014 dibahas kembali oleh para pihak di Tanah Papua dan hasilnya diusulkan ke Jakarta.  Pada tahun 2001, rancangan UU Otsus disusun di Tanah Papua.  Hal yang sama juga seharusnya terjadi untuk merevisi undang-undang itu.

ads

 )* Penulis adalah Peneliti dan dosen di Universitas Papua di Manokwari, Papua Barat

Baca Juga:  Indonesia Berpotensi Kehilangan Kedaulatan Negara Atas Papua

Artikel sebelumnyaVictor Yeimo: Regional Police Papua Stop Criminalization KNPB
Artikel berikutnya10 Pasien Corona di RSUD Jayapura Sembuh dan Sudah Dipulangkan