Nasional & DuniaPartai di Vanuatu Berkoalisi Membentuk Pemerintahan Baru

Partai di Vanuatu Berkoalisi Membentuk Pemerintahan Baru

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Partai Persatuan Nasional atau The National United Party (NUP) telah meninggalkan nota kesepakatan yang baru ditandatangani untuk bergabung dengan kubu lawan.

NUP telah menandatangani perjanjian dengan Graon mo Jastis Pati (yang dipimpin Ralph Gerenvanu), Gerakan Reunifikasi untuk Perubahan dan Partai Pemimpin Vanuatu dengan maksud membentuk pemerintah koalisi.

Peralihan oleh NUP adalah bagian dari manuver politik yang terjadi sejak pengumuman kandidat yang menang oleh Komisi Pemilihan Vanuatu setelah pemilihan umum belum lama ini.

Hingga Kamis pekan ini, dilaporkan masih ada 26 anggota parlemen di kedua blok yang berusaha membentuk pemerintahan.

Baca juga: One Confirmed Case of Covid-19 in NCD Port Moresby

Pada hari pekan ini diharapkan seorang Perdana Menteri baru terpilih bersama dengan menteri baru dalam proses pembentukan pemerintahan baru.

Baca Juga:  Ratu Viliame Seruvakula Perjuangkan Keinginan Masyarakat Adat Fiji

Tetapi kemarin, menurut laporan dari kamp di Resor Aquana, semua anggota parlemen NUP hadir selama upacara adat yang dilakukan dengan Presiden partai, Bruno Leingkon.

Hadir untuk menyaksikan upacara itu adalah mantan presiden NUP dan mantan perdana menteri, Ham Lini.

Informasi yang diterima Daily Post kemarin bahwa jumlah tim Aquana telah meningkat menjadi 30 orang setelah empat anggota parlemen NUP bergabung dengan grup.

Kelompok-kelompok utama di Aquana adalah Persatuan Partai-Partai Moderat dan Partai Vanua’aku, bersama dengan partai-partai politik yang memiliki satu atau dua anggota parlemen.

Ini berarti sebanyak 22 berada di kubu lawan yang saat ini menjalankan pemerintahan sementara.

Baca Juga:  Polri akan Rekrut 10 Ribu Orang untuk Ditugaskan di Tanah Papua
Presiden Kehormatan NUP, Ham Lini (paling kiri) berjabatan tangan dengan Ismael Kalsakau, dengan Presiden NUP Bruno Leingkon di Aquana Resort kemarin. (Arena Politik Jimmy Allan / Vanuatu)

Beberapa partai politik yang tidak menandatangani nota kesepakatan dengan mitra pengurus saat ini belum menunjukkan pihak mana mereka akan berada setelah parlemen bersidang.

Tetapi dalam politik Vanuatu, terutama sekarang setelah posisi sekretaris parlemen dihapuskan, 24 atau 48 jam adalah waktu yang sangat lama.

Posisi sekretaris parlementer adalah bagian dari pengungkit dalam legislatif ke-11 yang menyatukan pemerintah koalisi.

Jika kelompok dengan 30 anggota parlemen kemarin tetap bersama, mereka dapat membentuk pemerintahan.

Satu hal yang membuat politisi tetap bersatu adalah pembagian portofolio menteri secara adil.

Baca : Festival Pasifika Auckland Dibatalkan di Tengah Ketakutan Coronavirus

Alasan utama di balik banyak politisi berubah pikiran dalam waktu 24 hingga 48 jam atau bahkan 6 hingga 12 jam sebelum pembentukan pemerintahan adalah bagaimana kementerian dibagikan di antara para mitra koalisi yang akan datang.

Baca Juga:  KBRI dan Universitas Nasional Fiji Gelar Seminar Perspektif Kolaborasi yang Lebih Dekat

Masih harus dilihat apakah kelompok 30 tetap setia pada diri mereka sendiri hingga saat ini, terutama jika semua kelompok puas dengan berbagi politik.

Tetapi pada awal minggu ini, kelompok yang saat ini berada dalam pemerintahan sementara punya waktu untuk membujuk anggota kubu yang berlawanan dengan portofolio menteri.

Biasanya negosiasi pada jam sebelas dan kadang-kadang datang dengan tawaran harga tinggi dari untuk posisi menteri yang sangat senior, dimana ditempatkan di ‘pasar politik’ untuk membujuk anggota parlemen atau partai politik untuk beralih.

 

Sumber : dailypost.vu

Editor : Elisa Sekenyap

Terkini

Populer Minggu Ini:

KPK Menang Kasasi MA, Bupati Mimika Divonis 2 Tahun Penjara

0
“Amar Putusan: Kabul. Terbukti Pasal 3 jo Pasal 18 UU PTPK jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP. Pidana penjara 2 tahun dan denda Rp200 juta subsidair 2 tahun kurungan,” begitu ditulis di laman resmi Mahkamah Agung.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.