Orang Papua akan Berakhir Seperti Orang Aborigin di Australia

0
4080

Oleh: Octovianus Mote)*

Pater Frans Lishout yang begitu mencintai Papua memutuskan pulang ke Belanda bukan semata-mata karena usianya yang sudah mencapai 84 tahun. Namun lebih daripada itu penyakit cancer yang dia derita semakin mengganas. Dalam situasi itu, ketika tiba di Belanda, walau Dokter sudah sampaikan kepadanya bahwa sudah tidak mungkin diobati, Frans tetap kerja. Tiga kali diwawancara tentang papua selain melayani setiap obrolan dengan orang orang Papua melalui WA.

Bagian pertama dapat anda baca di sini Orang Papua Sungguh mau Merdeka dan bagian kedua dapat anda baca di sini Gereja semakin jauh dari Orang Papua

Kepada Mitchel Mass, Wartawan De Volkskrant, harian terbesar Belanda mengisahkan kehidupannya sebagai biarawan Fransiskan di tengah umatnya, di lembah Balim dan daerah gunung pada khususnya dan Papua secara umum. Kesaksian hidup selama 56 tahun itu diterbitkan pada tanggal 10 Januari 2020 dalam sebuah feature utama koran rakyat tersebut.

Ia mengawali wawancara dengan gambarkan betapa situasi tidak berubah dan menuju kehancuran dengan kisah bagaimana sebuah kapal Angkatan laut besar memasuki Pelabuhan Jayapura. Kapal ini dipenuhi tentara yang akan bertugas di tanah Papua. Melihat kehadiran mereka, dua orang sejoli Indonesia berkomentar kami bangga, prajurit itu telah diutus untuk melindungi kami. Sebaliknya seorang Papua mendekati Frans yang menyaksikan di Pelabuhan itu berkata, mereka datang untuk memukul kami.

ads
Baca Juga:  Musnahnya Pemilik Negeri Dari Kedatangan Bangsa Asing

Anekdot diatas merupakan inti sari dari obrolan dengan Frans kata sang Wartawan Belanda. Betapa tidak. Sikap orang Indonesia tidak berubah sejak 1963. Saya hadir dalam seluruh perubahaan orang Papua, kata Frans. Hadir di Hollandia mempergunakan penerbangan KLM terakhir dari Belanda Ke Hollandia. Menyaksikan pemerintah Indonesia masuk mengambil alih pemerintahan pada tanggal 1 Mei 1963. Ia lukiskan,  mereka masuk laksana segerombolan perampok, tentara tentara itu mengerihkan. Seolah olah di Jakarta mereka begitu saja di pungut dari pinggir jalan. Saya menyaksikan amukan mereka. Mereka menjarah barang barang bukan hanya di tokoh, tetapi juga di rumah rumah sakit. Macam macam barang diambil dan dikirim dengan kapan itu ke Jakarta. Dimana mana ada kayu api unggun, buku buku dan dokumen-dokumen arsip Belanda dibakar. Dari awal sudah diperlihatkan bagaimana mereka akan tangani, yakni wajah sebuah kekuasaan militer yang bengis.

Baca Juga:  Vox Populi Vox Dei

Ia gambarkan situasi politik Papua yang tidak berubah dari waktu ke waktu. Sekalipun orang orang Papua menghadapi tindakan brutal militer, aspirasi merdeka tetap hidup. Sekalipun tahu akibatnya, orang Papua tetap merayakan 1 Desember sebagai hari kemerdekaannya. Ribuan orang Papua yang masuk keluar penjara sejak 1 Mei 1963 hingga saat ia meninggalkan tanah Papua tidak membuat orang Papua jerah dan mundur sebaliknya mempertebal rasa nasionalisme. Orang Orang Indonesia sangat tidak menghormati budaya orang asli Papua, mereka menghina dan menyebutkan monyet. Perilaku ini dilawan dengan damai walau mereka ditindas balik oleh aparat keamanan dan banyak menimbulkan korban. Ia memberikan contoh apa yang terjadi sebagai buntut dari rasisme yang dilakukan di Kota Surabaya terhadap mahasiswa bermuara pada demonstrasi di seluruh Papua termasuk di Wamena.

Indonesia tidak perduli dengan orang Papua. Yang mereka peduli adalah tanahnya yang kaya, emas yang terdapat di Erestburg. Ia tidak melihat ada niat baik dari pemerintah, melainkan menghancurkan orang Papua dan mengambil tanah Papua. Semua itu diawali dengan rekayasa pelaksanaan penentuan pendapat rakyat, dimana 1025 orang yang yang dipilih, dibawah tekanan militer disuruh mendukung menjadi bagian dari Indonesia dengan suara bulat. Orang Papua menuju penghancuran laksana orang aborigin di Australia.

Baca Juga:  Kura-Kura Digital

Ia memberikan gambaran yang detail suka dukanya menjadi misionaris pionir memasuki daerah pedalaman Papua, khususnya lembah Baliem. Daerah ini yang dia masuki bukanlah daerah kafir sebagaimana dipahami dari luar. Orang Dani adalah orang spiritual. Dalam budaya mereka banyak nilai-nilai adat yang sama dengan ajaran Katolik seperti pengakuan dosa, ekaristi. Maka, pendekatannya adalah bagaimana melakukan inkulturasi, memasukan nilai nilai lama menjadi bagian dari ajaran gereja. Orang Papua adalah orang baik, kalau mereka diperlakukan secara manusia, ia yakin orang papua mungkin saja melupakan aspirasi merdeka. Namun ia tidak melihat cela tersebut. Selamat jalan Pater, terima kasih atas hidupmu yang engkau abdikan untuk kami.

)* Penulis adalah Wakil Ketua ULMWP

Artikel sebelumnyaGereja Semakin Jauh dari Orang Papua
Artikel berikutnyaDi tengah Bahaya Covid-19, Judi Marak di Paniai