MANOKWARI, SUARAPAPUA.com— Pemerintah provinsi Papua Barat dinilai melangkahi kewenangan Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB) dalam menjalankan amanat undang-undang otonomi khusus tentang perlindungan masyarakat adat papua dalam hal ijin beroperasi Perusahaan di atas wilayah masyarakat adat.
Hal tersebut disampaikan Ketua MRPB Maxi Nelson Ahoren. “Semua perusahaan pihak ketiga yang masuk di provinsi Papua Barat tidak melibatkan MRPB padahal dalam UU otonomi khusus Papua itu sangat jelas wajib harus melibatkan MRP,” katanya kepada suarapapua.com di Manokwari pada Rabu, (3/6/2020).
Dia menjelaskan, ini bukan salahnya gubernur melainkan Orang-orang yang duduk sebagai Penasehat, khususnya biro hukum serta kasubag mestinya menerjemahkan hukum dengan baik kepada Gubernur.
Dia menegaskan, Biro hukum Perlu mengingatkan gubernur bahwa ada UU Otsus, contoh hari ini ada banyak perusahaan yang masuk tapi tidak melalui lembaga ini, mestinya setiap perusahaan yang masuk harus mendapatkan pertimbangan dan persetujuan dari MRPB.
“Pemerintah provinsi Papua barat selain UU 45 harus menghargai undang-undang otonomi khusus yang ditetapkan melindungi orang Papua dalam melindungi wilayah adatnya,” tegasnya.
Laporan pengaduan masyarakat paling banyak yang diterima MRPB, kata dia, rata-rata perampasan hak Ulayat Masyarakat adat dengan menggunakan kekuatan aparat dalam mengamankan bisnis.
Dia mencontohkan, salah satu contoh laporan kasus pengaduan masyarakat atas berdiri PT. Wananggalang utama yang melakukan praktek ketidakadilan dari pihak perusahaan terhadap hutan masyarakat adat di dusun aisnak, distrik Aifat Timur kabupaten Maybrat hingga ke Distrik Moskona kabupaten teluk Bintuni.
MRPB mengaku Perusahaan tersebut berdiri tidak diketahui keberadaannya MRPB ketahui saat menerima laporan pengaduan dari Masyarakat pada bulan April kemarin.
Pewarta : Charles Maniani
Editor: Arnold Belau