Noken Kain Rumput dari Negeri Inanwatan

0
2823

Oleh: Devi )*
Penulis adalah Pekerja sosial

Kain rumput adalah istilah yang dipakai di kalangan suku-suku yang berada di sekitaran Inanwatan, Sorong Selatan, di wilayah adat Domberai, untuk menyebut pucuk daun sagu yang sengaja diproses sebagai bahan noken dan baju (blus maupun rok).

Di sana, noken atau biasa disebut “nokeno”, tidak dibuat dari akar atau pun kulit kayu sebagaimana umumnya orang kenal tentang noken Papua. Komunitas suku Iwaro, Awee, Kaiso, Eme, Inanwatan memang memprosesnya dari kain rumput. Omong-omong, semua pembaca juga pasti sudah tahu kalau noken termasuk dalam warisan budaya tak benda (intangible heritage) menurut UNESCO sejak Desember 2012.

Memotong daun sagu. (Dok Devi)

Bila orang-orang Indonesia seringkali mengidentikkan Papua dengan koteka, maka mereka itu sungguh orang-orang yang bermainnya kurang jauh. Mereka harus diedukasi bahwa koteka adalah salah satu pakaian adat Papua, tetapi bukan berarti setiap orang se-Papua yang sedemikian luasnya dari kepala burung hingga ekor burung di PNG itu semuanya seragam memakai koteka. Ada banyak pakaian adat lain dari setiap wilayah adat se-Papua dan sebaiknya memang dipublikasikan satu per satu sebagai bagian dari edukasi publik.

Rok kain rumput adalah pakaian adat untuk perempuan suku-suku sewilayah Imekko (nama singkatan untuk menyebut distrik-distrik Inanwatan, Metemani, Kais, Kokoda). Sedangkan para lelaki mereka memakai cawat kain merah. Dari mana mereka dapat kain merah, tentu saja dari hasil pertukaran dan perdagangan nenek moyang suku-suku yang tinggal di jalur Sungai Kamundan ini. Sama halnya dengan kain timur bagi suku Maybrat dan sekitarnya. Rok kain rumput dan noken kain rumput tidak berasal dari luar. Kain rumput adalah bukti kearifan lokal dari suku-suku Iwaro, Awee, Kaiso, Eme, yang hidup dari pohon sagu.

ads
Baca Juga:  Kura-Kura Digital
Rok Kain rumput (Dok Devi)

Pohon sagu yang tumbuh subur di rawa-rawa sepanjang sungai besar dan kecil di sana adalah sumber kehidupan semua orang. Pohon sagu menjadi sumber makanan (pati sagu), sumber protein (ulat sagu), sumber pakaian (pucuk sagu), dan sumber perlindungan (daun sagu). Mulai dari apa yang dimakan, yang dipakai, yang diolah, yang didiami (daun sagu dianyam menjadi atap rumah) semua berasal dari pohon sagu.

Kain rumput berasal dari pucuk pohon sagu. Sebuah perjuangan tersendiri untuk mengambil bahan baku yang sulit ini, sebab meskipun pohon sagu tersedia melimpah di sepanjang pinggir sungai, ternyata tidak semua daunnya bisa diambil. Hanya pohon sagu yang pucuknya masih hijau saja yang bisa dipakai. Itupun, hanya bisa diambil saat air surut atau air meti. Air surut ini hanya terjadi sebulan dua kali dan dari satu pohon sagu hanya bisa dipatah satu dahan saja untuk diambil daunnya.

membuat taplak meja kain rumput. (Dok Devi)

Untuk mengambil pucuk daun sagu ini mama-mama harus mendayung perahu ke dusun alias hutan sagu yang cukup jauh jaraknya dari kampung. Dengan parang di tangan, mata mereka yang terlatih akan memilih pucuk pohon mana yang baik, lalu memotong dahan itu dan mengambil daunnya. Daun itu dibawa pulang ke kampung untuk dibelah-dibelah dan hanya diambil daun arinya saja. Sedangkan daun tebalnya dibuang. Jadi memang bagian daun yang bisa dipakai itu lebih sedikit daripada yang tidak. Semua daun ari itu dikumpulkan dan dipilin-pilin lalu diangin-angikan agar kering namun tidak boleh terkena matahari langsung.

Baca Juga:  Adakah Ruang Ekonomi Rakyat Dalam Keputusan Politik?
Sungai, tempat yang mama-mama biasa cari bahan dengan perahu. (Dok Devi)

Pewarnaan kain rumput juga dilakukan secara alami. Untuk mendapatkan warna kuning, tali hutan dipotong-potong dan ditumbuk hingga halus lalu direbus bersama kain rumput. Untuk warna merah didapat dari buah regi’o yang dibakar dalam daun nipah dengan tambahan jeruk asam. Sedangkan warna coklat berasal dari kunyit yang dicampur dengan kapur sirih dan warna hitam dihasilkan dari tanah yang disebut tanah pecek yang terletak di sekitar mata air.

Proses menganyam kain rumput bergantung pada produk apa yang ingin dihasilkan. Pembuatan rok kain rumput dimulai dengan menggosok-gosokkan kain rumput ke kaki hingga menjadi tali, baru kemudian kain rumput demi kain rumput ditambahkan ke tali itu lalu diikat sesuai pola dan warna yang diinginkan. Untuk membuat kantong atau yang biasa disebut noken, mama-mama harus terlebih dulu membuat pola di atas papan menggunakan paku-paku, lalu kain rumput dianyam pada paku-paku itu berdasarkan warna yang dikehendaki. Untuk membuat taplak meja juga sama, ada pola seukuran taplak yang diinginkan.

Baca Juga:  Vox Populi Vox Dei

Pembuatan rok kain rumput prosesnya sedikit lebih mudah sebab bisa dianyam lurus, namun membuat blus tingkat kesulitannya lebih rumit daripada membuat noken sebab betul-betul harus diukur dan diperhitungkan agar presis. Hingga saat ini pakaian kain rumput masih digunakan, namun hanya saat acara adat saja karena tidak semua orang mampu menganyamnya sendiri. Proses pembuatannya yang sulit itu menjadikan kain rumput sebagai sebuah gengsi dan kebanggaan tersendiri bagi masyarakat Iwaro.

Noken yang dibuat dari bahan kain rumput bentuknya lebih menyerupai tas selempang, bahkan ada yang bisa dibuat lengkap dengan kancing dari batok kelapa ataupun dipasang resleting. Fungsinya juga lebih berupa tas kecil untuk membawa serta barang-barang seperti dompet dan sirih pinang. Bila ukurannya besar sedikit biasa anak sekolah memakainya untuk membawa buku dan pena. Ukuran bisa disesuaikan ketika membuat, tapi biasanya paling besar hanya untuk memuat satu Alkitab dan buku nyanyian agar bisa dipakai ke gereja.

Noken adalah identitas Papua. Noken kain rumput dan rok kain rumput juga identitas Papua. Kita senang bahwa kesadaran untuk melestarikan kerajinan khas ini terus ada dan para generasi muda bangga memakainya. Semoga generasi muda bukan hanya bisa memakai dan mempromosikan tetapi juga bisa membuatnya sendiri sejak proses mengambil daun di dusun sagu hingga bisa jadi sehelai kain rumput dan sebuah noken kain rumput. (*)

Artikel sebelumnyaAktivis Peduli OAP: Untuk Sekda Papua Serahkan Saja Pada Timsel
Artikel berikutnyaKeluarga akan Tetap Kawal Persidangan Korban Rasisme Hingga Dibebaskan