Kisah Pilot Capt. Alion Belau, Berfikir Dewasa Sejak Kecil

0
1464

Setelah sukses menjadi seorang kapten pilot yang dapat menginspirasi, khususnya bagi para pemuda Papua, ternyata lika-liku perjalanan Alion Belau sejak kecil cukup keras. Dia harus berusaha menjadi sosok anak yang berbeda.

Lahir dari keluarga berlatar belakang kurang mampu, ayah seorang pemburu hewan liar di hutan dan berkebun sedangkan ibu hanya seorang ibu rumah tangga, Alion berusaha menjadi anak yang tidak menuntut banyak pada kedua orang tua. Kondisi itulah yang justru membentuk karakter serta jati diri seorang Alion Belau untuk berpikir layaknya orang dewasa di usianya yang masih kecil.

Bagian pertama dapat anda baca di sini: Kisah Alion Belau, Capt Pilot yang Menginspirasi: Berawal Dari Sering ke Bandara

Dalam kesehariannya Alion membuang jauh keinginan untuk menjadi seorang anak yang hanya mengandalkan orang tua. Dan ternyata, itulah yang menjadi kunci atas kesuksesan yang kini telah ia diraih.

“Dan puji Tuhan, saya bersyukur, karena tidak semua anak-anak punya cara berpikir yang sama seperti saya waktu saya masih anak-anak, karena saya berangkat dari keluarga yang tidak mampu. Sehingga cara berpikir dewasa itu selalu ada di benak saya, untuk merubah nasib keluarga,” kata Alion.

ads

Pada saat itu, Alion berpikir kalau keingintahuan anak-anak terhadap hal-hal baru apalagi berkaitan dengan merokok, mengonsumsi minuman beralkohol, dan mencium lem aibon, pasti saja anak-anak sejawatnya ingin mencoba dan melakukan itu. Namun pada diri Alion, justru muncul pemikiran yang sebaliknya, jauh daripada itu. Ia bahkan berkata dalam hati, hal itu justru buruk baginya dan merugikan dirinya. Bisa saja mengubur dalam-dalam apa yang sudah menjadi cita-cita dia kelak.

“Jadi itu satu hal yang sampai saat ini saya akui terhadap saya punya diri sendiri, kok bisa yah? Masih anak-anak seperti itu, ada penolakan-penolakan. Padahal kan namanya anak-anak pasti saja rasa keingintahuannya besar, pastinya mau mencoba dan mencoba,” ujarnya.

Baca Juga:  Pasukan Keamanan Prancis di Nouméa Menjelang Dua Aksi yang Berlawanan

Tiap mau ke sekolah, pagi buta pukul 4.30 WIT atau pukul 5.00 WIT Alion sudah keluar dari rumah dan berjalan kaki dari Kwamki Lama menuju sekolahnya di SMP Advent Timika, Jalan C. Heatubun. Aktivitas itu dijalaninya terus menerus sebagai anak dari keluarga yang tidak mampu hingga lulus dari bangku SMP.

Alion juga bukanlah tipe pelajar yang suka bolos sekolah. Ia memastikan itu, bahwa selama sekolah dirinya tidak pernah bolos, apalagi ikut-ikutan ajakan buruk dari teman-teman. Apapun tantangan yang dihadapi, Alion tetaplah anak yang selalu konsisten bahwa didalam jiwanya ingin menjadi orang sukses.

“Kalau pun saya datang sekolah pakaian robek-robek, celana robek, baju juga robek. Karena tidak ada uang, mau beli baju baru bagaimana? Jadi seperti itulah, saya jalani semua itu,” pungkasnya.

Baca juga: Alion Belau, Captain Pilot Termuda dari Tanah Migani

Alion merupakan anak sulung yang memiki tiga orang adik. Seorang adiknya yang merupakan anak ketiga telah berpulang pada tahun 2010, sementara dua adiknya yang lain kini sedang menempuh pendidikan di pulau Jawa.

Alion kerap memberikan nasehat kepada kedua adiknya untuk berpikir positif jika ingin menjadi orang sukses. Kalimat motivasi yang selalu disampaikan adalah “tidak ada makan siang yang gratis”. Kalimat itu mengandung arti yakni, jika ingin menjadi orang sukses harus berusaha lebih keras. Sebab dari usaha yang dijalani Alion, ia kini sudah bisa membuktikan apa yang menjadi pengalaman hidupnya semasa kecil.

“Motivasi itu muncul ketika saya jalan kaki. Saya lihat teman-teman saya pakai motor, pakai mobil lewat, ada yang orang tuanya antar. Saya berpikir, oh Tuhan, suatu saat saya akan seperti mereka yang punya motor, punya mobil dan lain-lain. Saya pasti punya mobil besok kalau saya jadi orang besar. Saya harus sekolah terus,” kata Alion.

Baca Juga:  Diperkirakan Akan Ada Banyak Demonstrasi di Kaledonia Baru

Alion pun tidak pungkiri kalau dirinya juga merasa minder saat berjalan kaki pergi dan pulang sekolah, lalu dilihat oleh teman-temannya yang menaiki mobil maupun motor. Karena itu ia kerap sembunyi di pinggir jalan ketika ada temannya yang lewat. Bahkan, kerap ketika ada orang yang lewat dan merasa iba melihat Alion, mereka malah membuang uang Rp5 ribu atau Rp10 ribu kepada Alion. Itu dinikmatinya dengan bersyukur bahwa masih ada orang yang peduli dengannya.

“Jadi memang ada juga rasa minder pada teman-teman,” ujarnya.

Kata Alion, ia tidak membutuhkan nilai 100. Tetapi yang dibutuhkannya adalah bagaimana bisa menjadi orang yang memiliki karakter baik terhadap siapa saja. Menurut dia, itu juga hal utama untuk bagaimana orang lain memandang siapa dirinya. Apalagi, masa kini attitude sangatlah dibutuhkan di dunia pekerjaan maupun di dalam bermasyarakat, sehingga hal itu perlu dibentuk sejak dini.

“Jadi ternyata nilai 100 itu tidak terlalu penting. Saya juga selalu tekankan kepada adik-adik saya, selain mencari ilmu pengetahuan, ilmu karakter itu juga penting. Saya selalu tanamkan itu,” katanya.

Saat melanjutkan SMA di Semarang, Alion memiliki cerita membanggakan, ia dengan sendirinya mengikuti kursus bahasa Inggris tanpa sepengetahuan pihak asrama. Itu dilakukan Alion lagi-lagi karena niat ingin menjadi pilot yang sudah ada didalam dirinya.

Bahkan saat di asrama, untuk memperdalam bahasa Inggris Alion belajar dari lirik lagu berbahasa Inggris ataupun menonton film, kemudian mengikuti bagaimana cara pengucapan berbahasa Inggris. Terus menerus itu dilakukan Alion secara mandiri sehingga bisa berbahasa Inggris meski belum lancar.

Baca Juga:  Partai-Partai Oposisi Kepulauan Solomon Berlomba Bergabung Membentuk Pemerintahan

“Itu yang saya pikir, karena jadi seorang pilot harus bahasa Inggris juga bisa. Jadi saya hafal lagunya, lalu saya pahami artinya. Saya hampir semua lagu Westlife saya tahu, karena lagu-lagu Westlife lah yang buat saya bisa tahu bahasa Inggris, itu cara saya,” ujarnya sembari tertawa.

Meski begitu, Alion terus memperdalam pemahamannya dalam berbahasa Inggris. Itu ditunjukkan dengan kembali mendaftar di salah satu lembaga bahasa Inggris di Semarang. Setiap pulang sekolah, Alion pulang ke asrama terlebih dahulu, lalu berjalan kaki dari asrama ke lembaga kursus bahasa Inggris. Kalaupun merasa capek setelah belajar di sekolah, Alion malah mengakalinya. Sepulang sekolah ia tidak langsung ke asrama, melainkan singgah di lembaga kursus untuk terlebih dahulu mengikuti kursus barulah pulang ke asrama.

“Pulang sekolah teman-teman saya sudah pulang, capek dan tidur. Kalau saya masih harus singgah di lembaga bahasa Inggris untuk belajar 1 jam baru pulang. Atau tidak saya pulang dulu ke asrama ganti baju, baru saya jalan kaki ke lembaga bahasa Inggris,” terangnya.

Akhirnya, pihak asrama mengetahui aktivitas Alion tersebut, mereka menganggap semangatnya jarang didapat pada anak-anak lainnya yang ada di asrama, apalagi Alion menggunakan uang saku yang diberikan dari YPMAK untuk mendaftar di lembaga kursus bahasa Inggris tersebut.

“Akhirnya 6 bulan saya kursus. Abaikan waktu istirahat saya hanya untuk kursus bahasa Inggris, dan itu poin berharga yang saya dapat,” ujarnya.

Dari keteladanan itulah, pihak asrama membantu Alion dengan membiayai kursus bahasa Inggris di lembaga kursus. Kini Alion lancar berbahasa Inggris, dan bahkan cara pengucapan dalam berbahasa Inggris-nya mendapat pujian dari orang-orang yang mengerti dan paham tentang bagaimana cara berbahasa Inggris yang baik.

Bersambung…

SUMBERSeputar Papua
Artikel sebelumnyaFOTO: Pemuda, Masyarakat dan Mahasiswa Saireri Tolak Otsus Jilid II
Artikel berikutnyaUpdate: 40 Organisasi Sudah Gabung di PRP Tolak Otsus Jilid II