Nasional & DuniaPBB Minta Pemerintah Indonesia Melaporkan Masalah Sipil dan Politik di Papua Barat

PBB Minta Pemerintah Indonesia Melaporkan Masalah Sipil dan Politik di Papua Barat

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Komite PBB untuk Hak Sipil dan Politik (CCPR) telah mengadopsi Daftar Masalah Sebelum Pelaporan (LOIPR) Indonesia pada sesi ke-129 (29 Juni hingga 24 Juli). Pemerintah Indonesia sekarang diminta untuk menanggapi daftar masalah ini sebelum penyerahan laporan berkala kedua negara dengan laporan negara.

Berdasarkan dokumen UN atau PBB No. CCPR / C / 123/3 pada paragraf 25, Indonesia perlu membalas dalam waktu satu tahun setelah menerima daftar masalah sebelum melaporkan. Dengan demikian, laporan itu telah dikirimkan sekitar tanggal terbitnya ke Indonesia. Jika demikian, Indonesia perlu membalas hingga 5 Agustus 2021.

Meskipun mencakup area yang lebih luas dari masalah sipil dan politik di Indonesia, dokumen sebanyak 6 halaman yang dikeluarkan PBB Komite Hak Sipil dan Politik (UN OHCHR) pada tanggal 6 Agustus 2020 ini secara khusus menanyakan kepada Indonesia tentang isu Papua dan Papua Barat terkait dengan kekerasan terhadap perempuan, hak untuk hidup, pengungsi, berkumpul secara damai, kebebasan berekspresi. partai lokal dalam konteks Otonomi Khusus, dan tanggapan otoritas terhadap seruan penentuan nasib sendiri atau referendum bagi bangsa Papua.

Baca Juga:  TETAP BERLAWAN: Catatan Akhir Tahun Yayasan Pusaka Bentala Rakyat 2023

Termasuk pertanyaan tentang langkah-langkah untuk mengakhiri diskriminasi rasial terhadap orang asli Papua dalam konteks perlindungan hak minoritas. Komite Hak sipil dan Politik juga secara khusus meminta publikasi data sensus yang diperbarui yang dipilah berdasarkan latar belakang adat atau etnis.

Informasi latar belakang

Pada Juli 2013, Komite Hak Asasi Manusia PBB menyelesaikan tinjauan pertamanya atas Indonesia di bawah Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik. Sementara Indonesia diwajibkan berdasarkan konvensi yang telah disepakati pada tahun 2006, untuk menyerahkan laporan untuk review kedua tahun lalu, dan panitia saat ini memulai review kedua.

Baca Juga:  Polri akan Rekrut 10 Ribu Orang untuk Ditugaskan di Tanah Papua

Hingga 1 Juni 2020, LSM telah menyampaikan informasi tentang daftar masalah apa yang harus ditanyakan komite kepada Indonesia untuk ditanggapi dan pertanyaan apa yang harus diajukan komite kepada Indonesia terkait perlindungan hak sipil dan politik di sana.

Proses yang diterapkan di sini disebut prosedur yang disederhanakan. Dalam sesi ke-129, panitia mengadopsi daftar isu sebelum pelaporan (LOIPR) di Indonesia berdasarkan informasi yang diterima dari LSM dan sumber lain.

Baca Juga:  Pacific Network on Globalisation Desak Indonesia Izinkan Misi HAM PBB ke West Papua

Dengan demikian, International Coalition for Papua (ICP) menganggap bahwa terkait dengan Papua Barat, komite harus mengangkat isu-isu berikut terkait dengan pasal-pasal ICCPR kepada Indonesia:

Tingginya angka pembunuhan di luar hukum, penangkapan dan bentuk kekerasan lainnya dari aparat keamanan terhadap penduduk asli Papua tanpa mendapat hukuman

Pelanggaran atas kebebasan berkumpul dan berserikat, tahanan politik, perpindahan internal, pembatasan kebebasan media, diskriminasi rasial terhadap orang asli Papua, hak untuk menentukan nasib sendiri dan partisipasi dalam urusan publik orang asli Papua. Diskriminasi terhadap perempuan di Papua Barat dan hak atas pengadilan yang adil.

 

REDAKSI

Terkini

Populer Minggu Ini:

20 Tahun Menanti, Suku Moi Siap Rebut Kursi Wali Kota Sorong

0
"Kami ingin membangun kota Sorong dalam bingkai semangat kebersamaan, sebab daerah ini multietnik dan agama. Kini saatnya kami suku Moi bertarung dalam proses pemilihan wali kota Sorong," ujar Silas Ongge Kalami.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.