MRP dan ULMWP Terima Aspirasi Rakyat Papua Soal “New York Agreement”  

0
2010

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Majelis Rakyat Papua (MRP) dan United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) melalui departemen politik, menerima aspirasi rakyat Papua terkait  New York Agreement, yang diserahkan langsung kepada kedua pihak di halaman kampus USTJ,  Sabtu (15/8/20) siang.

Hingga hari ini, 15 Agustus 2020, sudah 58 tahun New York Agreement, perjanjian illegal antara Indonesia dan Belanda yang dipromotori oleh Amerika Serikat dan PBB telah dan sedang mengorbankan rakyat bangsa Papua. Indonesia telah dan sedang melancarkan berbagai operasi militer di West Papua (Nduga, Intan Jaya, Mimika, Pegunungan Bintang, dll).

Selain itu Indonesia menawarkan “gula-gula Politik” dalam bentuk paket Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) dan Pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB) yang bertujuan mempertahankan West Papua dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Kristianus Dogopia mengatakan, aspirasi rakyat bangsa Papua terkait New York Agreement telah diserahkan kepada MRP dan ULMWP (melalui departemen politik) di kampus Universitas Sains dan Teknologi Jayapura (USTJ).

Baca Juga:  Raih Gelar Doktor, Begini Pesan Aloysius Giyai Demi Pelayanan Kesehatan di Papua

“Aspirasi kami sudah serahkan kepada ULMWP melalui departemen politik dan anggota MRP,” ucapnya kepada media ini.

ads

Indonesia juga menawarkan paket Pembangunan yang berideologi Rasis, terbukti dengan tindakan ujaran Rasis (monyet, kete) pada 16 Agustus 2019 di Surabaya terhadap mahasiswa Papua yang menimbulkan gelombang Exodus dan demontrasi protes Rasisme Indonesia di berbagai daerah di Papua, berdampak pada penangkapan dan pemenjaraan rakyat Papua, Misalnya 7 Tahanan Politik Rasisme di Kalimantan Timur, Tahanan Rasis di Sorong, Manokwari, Wamena, Nabire dan Jayapura.

Kata Kristianus, terdapat tiga tokoh yang menerima aspirasi rakyat Papua.

“Yang terima aspirasi dari MRP antara lain, Jhon Wob dan Luis Maday, serta dari tokoh agama pendeta Nicholaus Degei,” bebernya.

Berdasarkan fakta sejarah status Politik Bangsa Papua dan fakta Ideologi Rasisme Indonesia maka rakyat Papua menyatakan, NEW YORK AGREEMENT 15 Agustus 1962 adalah Illegal dan sebagai Bentuk Rasisme terhadap rakyat bangsa Papua. Karena selama perundingan rahasia dan sampai pada penandatanganan New York Agreement, Indonesia, Belanda, Amerika Serikat dan PBB tidak Pernah melibatkan Rakyat bangsa Papua sebagai subjek Hukum sengketa status Politik West Papua. Oleh karena itu, Rakyat Bangsa Papua menyatakan:

  1. Amerika Serikat, Indonesia dan Belanda serta PBB segera bertanggungjawab atas Penandatanganan New York Agreement 15 Agustus 1962.
  2. Meminta negara-negara Anggota Africa, Karibia dan Pasifik untuk segera merealisasi Resolusi Nairobi, Kenya 7 Desember 2019 tentang Situasi Pelanggaran HAM di West Papua, Nomor 1, 2, 3 dan 4
  3. Menolak segala bentuk “gula-gula politik” Indonesia dalam bentuk Otonomi Khusus (Otsus) dan Pemekaran (Daerah Otonomi Baru /DOB) di seluruh Papua
  4. Mendesak Pemerintah Indonesia segara menghentikan Operasi Militer di Papua, terutama di Nduga, Intan Jaya, Pegunungan Bintang, Mimika dan di seluruh Papua.
  5. Mendesak Pemerintah Indonesia untuk segera membuka akses kunjungan Komisi Tinggi HAM PBB ke Papua untuk mengungkap fakta pelanggaran HAM
  6. Mendesak Pemerintah Indonesia membuka akses Jurnalis Internasional ke Papua
  7. Mendukung keanggotaan penuh ULMWP di forum Melanesian Spreadhead Group (MSG)
  8. Referendum adalah Solusi Demokratis bagi Rakyat Bangsa Papua
Baca Juga:  Dua Anak Diterjang Peluru, Satu Tewas, Satu Kritis Dalam Konflik di Intan Jaya

“Kami bangsa Papua tidak lupa akan peristiwa kejahatan Indonesia pada bulan Agustus, bulan di mana Indonesia merayakan hari Kemerdekaannya dengan melakukan rangkaian kekerasan dan kejahatan kemanusiaan yang berlandaskan perspektif rasis terhadap bangsa Papua”.

Adapun kejahatan pada bulan Agustus sebagai berikut;

  1. Penembakan di Deiyai, 2 Agustus 2017
  2. Rasisme di Surabaya, 16 Agustus 2019
  3. Penembakan di Deiyai, 28 Agustus 2019
Baca Juga:  Jawaban Anggota DPRP Saat Terima Aspirasi FMRPAM di Gapura Uncen

Karena itu, kami juga menyatakan:

  1. Bulan Agustus adalah Bulan Duka Nasional bagi Bangsa Papua
  2. 15 Agustus adalah Hari Perjanjian Ilegal antara Pemerintah Indonesia dan Belanda yang difasilitasi oleh Amerika Serikat di Kota New York, Markas Besar PBB (New York Agreement adalah Perjanjian Illegal)
  3. 16 Agustus adalah Hari Rasisme
  4. Perayaan 17 Agustus di Papua adalah illegal, karena West Papua bukan bagian dari NKRI. Rakyat Papua tidak pernah ikut berjuang merebut dan mendirikan Negara Indonesia. Bangsa Papua sudah menyatakan Kemerdekaannya pada Manifesto Politik 1 Desember 1961.

 

Pewarta: Yance Agapa

Editor: Arnold Belau

Artikel sebelumnyaAparat Intimidasi 50 Demonstran AMP dan FRI-WP Semarang
Artikel berikutnyaAMP dan FRI-WP Ambon: 15 Agustus 1962 “Jalan Aneksasi Ilegal”