EDITORIAL: Pembunuh Otsus Papua

0
3680

KALAU saja kejujuran mendapat tempat terbaik di negara ini, segala keluh kesah orang Papua sudah pasti didengar dengan baik. Pengakuan mengenai keberhasilan maupun kegagalan dari seluruh kebijakan pemerintah, termasuk juga hasil implementasi Otonomi Khusus (Otsus) di Tanah Papua sejak tahun 2001 silam, tidak akan pernah diabaikan.

Pengambil kebijakan mau diakui atau tidak, orang Papua selalu jujur bicara. Bahwa selama 19 tahun Otsus diberlakukan di Tanah Papua, tidak ada hal yang membanggakan bagi orang Papua di segala dimensi kehidupan. Kebijakan Otsus hanya menguntungkan kelompok elit Jakarta dan daerah.

Selama hidup dalam suasana Otsus, tidak ada jaminan keselamatan bagi orang Papua, selain hidup dalam ketakutan, kebisuan, penderitaan, penindasan, pembunuhan dan stigma-stigma berbagai bentuk label yang merendahkan harkat dan martabat manusia Papua.

Orang Papua terus diposisikan sebagai korban. Segala macam kejahatan yang dilakukan itu telah membunuh banyak pasal yang tertera dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus bagi Papua.

Baca Juga:  EDITORIAL: Pemilu, Money Politics dan Kinerja Legislatif

Pertanyaannya, siapakah yang membunuh Otsus Papua?. Orang Papua pasti bilang bahwa para pelaku pembunuh Otsus adalah kelompok elit politik di Jakarta, kelompok elit politik di daerah, TNI/Polri, dan para kapitalis. Inilah aktor-aktornya.

ads

Pertama, elit politik Jakarta.

Jakarta –untuk menyebut Pemerintah Republik Indonesia– telah menjadi aktor utama yang berusaha menggagalkan Otsus di Tanah Papua. Diawali dengan pemekaran provinsi dan kabupaten/kota, pembunuhan Theys Eluay dan seterusnya. Membuat banyak paket peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan pasal-pasal yang terdapat dalam UU Otsus.

Melegalkan segala cara meredam aspirasi politik bangsa Papua. Selalu menggunakan pendekatan keamanan dalam menghadapi rakyat Papua.

Parahnya lagi selama ini selalu berorientasi menguras kekayaan alam Papua, sementara pemiliknya terus ditindas bahkan dibantai.

Sebenarnya masih banyak kelakuan elit politik nasional yang jelas-jelas melanggar Otsus. Tetapi, beberapa fakta ini cukup untuk menggambarkan keseluruhan tindakan bejatnya.

Kedua, elit politik daerah.

Tidak hanya elit politik Jakarta. Elit politik daerah juga turut bermain di sini memanfaatkan peluang emas bernama Otsus.

Baca Juga:  EDITORIAL: Pemilu, Money Politics dan Kinerja Legislatif

Mereka mempermainkan dana Otsus demi kepentingan diri, keluarga dan kelompoknya. Para elit membentuk kelompok OPM binaan untuk menjaga dan mengancam orang atau lembaga yang berusaha membongkar penggelapan dana yang mengatasnamakan masyarakat kecil. Mengejar harta, tahta dan wanita, sementara masyarakat dibiarkan begitu saja.

Para kapitalis (pengusaha) dijadikan sebagai tabungan mereka. Hak milik masyarakat kecil terus dirampok demi menunjang kepentingan mereka.

Ketiga, TNI dan Polri.

Selain sebagai anjing penjaga negara, para tentara dan polisi juga memainkan peranan penting dalam mendapatkan dana Otsus. Caranya, membentuk banyak kelompok untuk membuat kekacauan di tengah masyarakat. Pasukan bersenjata sudah pasti segera turun mengamankan kekacauan tersebut sambil meminta uang pengamanan kepada pemerintah. Jika tidak diberikan, mereka memerintahkan kelompok binaannya untuk terus membuat kekacauan.

Ini baru satu dari sekian banyak strategi lazim yang dipraktikkan di era Otsus.

Baca Juga:  EDITORIAL: Pemilu, Money Politics dan Kinerja Legislatif

Keempat, para pengusaha (Kapitalis).

Sebagai tabungan dari para elit politik nasional maupun lokal, para kapitalis ini dipermudah untuk berinvestasi dimana pun dia suka. Perusahaan hadir tanpa ijin kepada masyarakat pemilik hak ulayat. Masyarakat protes atas hilangnya hak milik selalu berhadapan dengan anjing penjaganya.

Pemerintah bahkan wakil rakyat tidak berkutik. Mulut mereka ditutup dengan uang. Tiada tempat bagi masyarakat mengadu. Masyarakat terus diposisikan sebagai korban.

Lantas, untuk apa Otsus jilid dua itu mau dilanjutkan?.

Memang tidak masuk akal ketika para aktor pembunuh Otsus memaksa orang Papua untuk menerima Otsus jilid dua.

Memperpanjang Otsus hanya mempertahankan kepentingan ekonomi dan politik di atas negeri penuh susu dan madu ini. Memperpanjang Otsus hanya menambah penderitaan orang Papua.

Sudah pasti, Otsus diperpanjang, orang Papua akan punah. Itu yang dikhawatirkan selama ini. Karenanya, orang Papua sudah menyatakan sikap tegas: menolak Otsus yang telah menjadi almarhum itu dibangkitkan dari liang kubur. ***

Artikel sebelumnyaOtsus Tidak Akan Meredam Isu Papua Merdeka
Artikel berikutnyaMasih Bertahan, 42 Organ IMIPA Papua Minta Gubernur Sulut Hadir