BeritaFMJ-PTP Menuding Pembiaran Terhadap Aksi LMA dan BMP

FMJ-PTP Menuding Pembiaran Terhadap Aksi LMA dan BMP

WAMENA, SUARAPAPUA.com — Mully Wetipo, ketua Forum Masyarakat Jayawijaya Pegunungan Tengah Papua (FMJ-PTP) menyatakan adanya proses pembiaran terhadap aksi sekelompok orang memblokir bandar udara Wamena sebagai obyek vital nasional (obvitnas), Minggu (15/11/2020) pagi, dengan tujuan menghadang tim Majelis Rakyat Papua (MRP).

Aksi palang dari Barisan Merah Putih (BMP) dan Lembaga Masyarakat Adat (LMA) dinilai sebagai tindakan memalukan, sebab MRP hendak melaksanakan agenda rapat dengar pendapat (RDP) tentang penilaian efektifitas pelaksanaan Otonomi Khusus (Otsus) di Tanah Papua, sudah sesua amanat Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2002 Pasal 77.

Kekecewaannya disampaikan langsung kepada Kasat Intelkam Polres Jayawijaya dihadapan massa yang berkumpul untuk menjemput tim MRP yang disandera sekelompok orang di ruang kedatangan bandara Wamena.

Mully menganggap pemerintah daerah bersama aparat keamanan terkesan membiarkan aksi palang pintu keluar (kedatangan) dari bandara Wamena sejak jam 9 hingga Pukul 16.00 WP oleh sekelompok orang dari LMA dan BMP.

“Saya putra daerah dan selalu ada di Wamena, mau bilang selama ini di Wamena saya yang selalu bikin aksi demo. Tetapi sekarang terjadi sejarah baru yang saya lihat, alat vital diblokir dari pagi hingga sore hari itu melanggar aturan, malah dibiarkan, aneh sekali,” tuturnya kepada Kasat Intelkam Polres Jayawijaya.

Aksi dari BMP dan LMA selama tujuh jam itu bermaksud memulangkan kembali tim MRP ke bandara Sentani. Tim MRP ke Wamena bertujuan untuk melakukan RDP di wilayah Lapago yang dipusatkan di ibukota kabupaten Jayawijaya.

Baca Juga:  HRM Rilis Laporan Tahunan 2023 Tentang HAM dan Konflik di Tanah Papua

Kepada Kasat Intelkam, Mully mempertanyakan tiadanya upaya apapun dari pihak keamanan.

“Aparat biasa-biasa saja. Tadi saya sempat masuk sampai di dalam (tepat di tempat LMA dan BMP lakukan aksi palang). Aparat sama sekali tidak ada upaya untuk amankan MRP dari kurungan di dalam. Ini proses pembiaran. MRP itu lembaga negara, kenapa pihak keamanan tidak mau lindungi?. Ini kan unsur pembiaran dari kepolisian.”

Ketua FMJ-PTP bahkan mengaku tak membayangkan MRP sebagai lembaga negara yang dibentuk dengan UU Otsus justru diperlakukan demikian di saat menjalankan amanat negara.

“MRP itu harus dilindungi oleh aparat kepolisian. Kalau dibiarkan begini, orang curiga. Jangan sampai polisi dibilang tidak netral, tebang pilih. Ini tidak boleh.”

Ia juga mengkhawatirkan aksi balasan yang berujung konflik, lantas siapa yang bisa bertanggungjawab?.

“Nanti kalo sebentar atau besok terjadi apa-apa, siapa yang tanggung jawab?. Kami mohon penjelasan bagian ini. Pihak keamanan di Jayawijaya ini kalau benar-benar jalankan aturan, tolong pertegas. Jangan satu kelompok kecil dikawal, tetapi biarkan MRP diperlakukan begitu,” tuturnya.

Apalagi, lanjut Mully, MRP bersama tim yang tiba di Wamena juga anak-anak daerah dari Lapago. MRP sebagai representasi dari UU Otsus hendak menjalankan agenda negara, terkesan tak dikawal aparat keamanan.

“Anehnya di situ. Hari ini sedang dibicarakan, MRP ada karena Otsus. Kok lembaga resmi diperlakukan begitu. Pertaruhkan wibawa negara.”

Baca Juga:  Polri akan Rekrut 10 Ribu Orang untuk Ditugaskan di Tanah Papua

Menyikapi situasi ini FMK-PTP menyarankan Kasat Intel Polres Jayawijaya untuk segera berkoordinasi dengan Bupati Jayawijaya dan Kapolres Jayawijaya untuk turun tangan.

“Bupati dan Kapolres hadir di tempat ini. Jangan bikin masalah baru tidak hadir di sini. Kaka tolong komunikasi, bupati dan kapolres tolong hadir. Kami sudah bicara secara pribadi bahkan di group-group Forkopimda, kami sudah bicara. Cuma tidak ada eksen. Ini ada unsur sengaja dilakukan pembiaran,” tuturnya.

Mully berharap semua pihak dengan niat yang baik mestinya duduk bersama untuk bicarakan soal Otsus.

“Kita semua bagaimana duduk sama-sama untuk bicarakan soal Otsus. Kalau masyarakat mau Otsus dilanjutkan, ya silakan. Tetapi ada tempatnya yang lebih terhormat. Caranya bukan dengan palang orang di jalan begini. Yang datang ini juga bukan orang luar, mereka anak asli daerah ini,” tandasnya.

Aksi sekelompok orang itu ia nilai mengorbankan seluruh rakyat Papua di wilayah adat Lapago.

“Kelompok kecil ini palang-palang orang, korbankan kepentingan rakyat umum. Kepentingan kamu apa? Dasarnya apa? Jangan korbankan rakyat seluruhnya. Kamu jangan lakukan lagi,” tegasnya memarahi kelompok LMA dan BMP.

Dominikus Surabut, ketua Dewan Adat Papua (DAP), menilai negara secara sadar melakukan tindakan sepihak yang terbukti dari aksi sekelompok yang sejatinya tak masuk dalam domain pemerintah seperti LMA dan BMP dilindungi dan dikawal aparat keamanan.

Baca Juga:  Wapres RI dan Enam Pj Gubernur Tanah Papua Dikabarkan Hadiri Hut PI Lembah Balim

“Malah difasilitasi lagi. Ini tidak masuk akal. Lalu MRP yang datang berdasarkan Undang-undang nomor 21 tahun 2001 tentang Otsus ini malah dibiarkan hingga ditahan di ruangan airport. Terus kembali ke Jayapura. RDP batal. Siapa yang bermain semuanya ini? Semua mata sedang lihat kita, lihat Wamena dan Lapago secara umum,” tutur Domi.

Rakyat Lapago berkumpul secara spontanitas untuk menjemput MRP di bandara Wamena, tegas dia, tak mau lakukan perlawanan. Sebab anggota MRP semua anak daerah dan itu sama saja mereka pulang kampung. Menyempatkan diri mendengar suara rakyat, apalagi UU Otsus menjamin MRP menjaring aspirasi melalui RDP, apa pendapat dari rakyat setelah diimplementasikan selama hampir 20 tahun di Tanah Papua.

“Soal bicara NKRI harga mati atau Papua Merdeka itu bicara di forum. Ada tempat terhormat, dan itu disediakan MRP dengan regulasi yang jelas. Jadi, hari ini MRP datang pun kita bicara merdeka tidak serta merta langsung merdeka. Tidak. Itu tidak benar. Semua pihak harus pahami bahwa semua itu ada proses. Orang tolak Otsus bukan langsung merdeka. Omong kosong. Orang-orang jangan pikiran kuno untuk pahami baik-baik,” ujarnya.

Surabut juga menyayangkan tak hadirnya Bupati Jayawijaya sebagai kepala daerah bersama Kapolres Jayawijaya yang mestinya hadir untuk negosiasi saat penghadangan dan penyanderaan tim MRP di bandar udara Wamena.

Pewarta: Onoy Lokobal
Editor: Markus You

Terkini

Populer Minggu Ini:

Orang Mee dan Moni Saudara, Segera Hentikan Pertikaian!

0
“Kami tegaskan, jangan terjadi permusuhan sampai konflik diantara orang Mee dan Moni. Semua masyarakat harus tenang. Jangan saling dendam. Mee dan Moni satu keluarga. Saudara dekat. Cukup, jangan lanjutkan kasus seperti ini di Nabire, dan di daerah lain pun tidak usah respons secara berlebihan. Kita segera damaikan. Kasus seperti ini jangan terulang lagi,” ujarnya.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.