BeritaPresiden Diminta Copot Kapolda Papua Bersama Kapolres Merauke dan Jayawijaya

Presiden Diminta Copot Kapolda Papua Bersama Kapolres Merauke dan Jayawijaya

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Advokat dan pembela hak asasi manusia (HAM) di Papua meminta presiden dan Kapolri agar segera mengganti Kapolda Papua, Kapolres Merauke serta Jayawijaya karena telah mencoreng nama baik lembaga Majelis Rakyat Papua (MRP).   

“Saya minta presiden Indonesia melalui Kapolri segera mengambil tindakan mengganti Kapolda Papua beserta Kapolres Jayawijaya dan Kapolres Merauke dalam waktu dekat ini,” ujar Yan Christian Warinussy, direktur eksekutif LP3BH Manokwari, menanggapi pelarangan agenda MRP melakukan agenda rapat dengar pendapat (RDP) tentang penilaian efektivitas pelaksanaan Otonomi Khusus di Tanah Papua.

Menurut penilaian Yan, Kapolda Papua, Kapolres Merauke dan Jayawijaya telah memperlihatkan tindakan arogansi kekuasaan untuk membungkam agenda resmi MRP yang melibatkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan penuh.

Terkait puluhan warga sipil dan rombongan MRP yang ditangkap di Merauke, Selasa (17/11), katanya, tindakan Kapolres Merauke, AKBP Untung Sangaji yang tentunya diketahui Kapolda Papua itu, sangat memalukan dan mencoreng sesama institusi negara.

Baca Juga:  Vince Tebay, Perempuan Mee Pertama Raih Gelar Profesor

Penyanderaan dan penghadangan serupa juga terjadi di bandar udara Wamena, Minggu (15/11/2020), ketika 47 orang tim MRP terpaksa diterbangkan ke Sentani usai ditahan beberapa jam oleh sekelompok orang.

“Tindakan ketiga pejabat itu sangat mencoreng nama baik lembaga MRP sesuai amanat Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, serta Peraturan Pemerintah nomor 54 tahun 2005 tentang Pembentukan MRP,” terangnya.

Diberitakan media ini sebelumnya, Anggota Komisi 1 DPRP, Laurenzus Kadepa menyatakan maklumat Nomor Mak/I/2020 Kepolisian Daerah (Polda) Papua tentang rencana rapat dengar pendapat (RDP) pada masa pandemi Covid-19 yang dikeluarkan Sabtu (14/11), dinilai menunjukkan penegakan hukum di Papua masih didiskriminatif.

Baca Juga:  PWI Pusat Awali Pra UKW, 30 Wartawan di Papua Tengah Siap Mengikuti UKW

“Penegakan hukum kita masih diskriminatif. Kenapa ada maklumat Polda Papua terkait dengan pelaksanaan RDP tentang Otsus Papua?,” ucapnya.

Ia menyebut, maklumat dikeluarkan menunjukkan sikap pembatasan negara dalam hal ini aparat kepolisian Papua terhadap MRP dalam menjalankan tugas sesuai amanah UU Otsus Tahun 2021 Pasal 77.

“Bukan rahasia lagi bahwa nasib Otsus ada di tangan rakyat orang asli Papua, kenapa dibatasi?,” tanyanya.

Jika alasannya mencegah ancaman penyebaran Covid-19, Kadepa mempertanyakan, mengapa saat ribuan massa dari Front Pembela Islam (FPI) menjemput ketua FPI Muhammad Rizieg Zhihab di bandara Soekarno-Hatta Jakarta beberapa hari lalu tidak dibatasi dengan keluarkan maklumat serupa.

Baca Juga:  KPU Papua Terpaksa Ambil Alih Pleno Tingkat Kota Jayapura

“Karena ancaman penyebaran Covid-19 terbesar banyak di Jakarta.”

Melihat perlakuan ketidakadilan ini, Kadepa bersama kawan-kawannya sebagai wakil rakyat tidak mungkin tidur terhadap apa yang terjadi di masyarakatnya yang selalu didiskriminasi dalam penanganan masalah.

Ia mencontohkan, seperti mahasiswa ketika bicara masalah Otsus dan persoalan rakyat selalu dibubar paksa dengan alasan masa pandemi Covid-19 dan surat ijin aksi yang selalu dipersoalkan.

“Sedangkan kelompok lain dengan agenda penolakan terhadap UU Omnibus Law, peresmian stadion PON dan kegiatan lain dibebaskan jalan. Semua ini tidak beres,” tegasnya.

“Saya minta keadilan benar-benar ditegakkan tanpa pandang kelompok merah atau putih. Mari segera evaluasi,” tutupnya.

Pewarta: Yance Agapa
Editor: Markus You

Terkini

Populer Minggu Ini:

Hari Konsumen Nasional 2024, Pertamina PNR Papua Maluku Tebar Promo Istimewa...

0
“Kami coba terus untuk mengedukasi masyarakat, termasuk para konsumen setia SPBU agar mengenal Pertamina, salah satunya dengan menggunakan aplikasi MyPertamina sebagai alat pembayaran non tunai dalam setiap transaksi BBM,” jelas Edi Mangun.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.