BeritaHasil Kajian Mahasiswa Papua: Otsus Sudah Gagal!

Hasil Kajian Mahasiswa Papua: Otsus Sudah Gagal!

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Pro dan kontra terhadap implementasi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua selama 21 tahun terakhir masih ramai diperbincangkan hingga kini, bahkan sejumlah kalangan berkepentingan menghendaki kebijakan politik tersebut tetap dilanjutkan.

Segelintir elit politik dan birokrat serta lembaga yang mengatasnamakan orang Papua mau Otsus dilanjutkan karena dana yang dikucurkan tiap tahun sejak 2001 dianggap telah turut berdampak positif kepada rakyat Papua dalam hal percepatan pembangunan di bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan ekonomi kerakyatan.

Penilaian berbeda datang dari kelompok lainnya yang juga elit dan birokrat, mahasiswa beserta rakyat Papua menuntut Otsus harus ditolak alias tidak dilanjutkan lagi.

Alexander Gobai, ketua tim kajian ilmiah tentang pengaruh Otsus terhadap kesejahteraan Orang Asli Papua di Tanah Papua, mengatakan, perbedaan persepsi dan fakta di lapangan cukup menarik dikaji lebih mendalam untuk melihat secara netral tingkat keberhasilan maupun kegagalan Otsus di Tanah Papua.

“Kelompok lebih besar memang menyatakan Otsus harus ditolak karena alasannya selama 21 tahun sejak Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 ditetapkan pada tahun 2001 tidak memberikan dampak positif kepada rakyat Papua serta pembangunan Papua. Buktinya, empat bidang sebagai roh Otsus tidak dirasakan rakyat Papua. Ekonomi kerakyatan masih terlihat buruk dan rasis, pendidikan tidak dibenahi, kesehatan dan infrastruktur juga sama,” bebernya dalam siaran pers yang diterima suarapapua.com, Sabtu (30/1/2021).

Tetapi ia melihat ada sebagian kelompok elit dan rakyat Papua menuntut Otsus harus dievaluasi tentang keberhasilan dan kegagalan Otsus, kemudian selanjutnya memberikan rekomendasi politik kepada pengambil kebijakan.

Baca Juga:  Hindari Jatuhnya Korban, JDP Minta Jokowi Keluarkan Perpres Penyelesaian Konflik di Tanah Papua

“Dengan kenyataan seperti itu, sebagian mahasiswa Papua baik dari pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa USTJ dan Uncen berinisiatif melakukan kajian secara ilmiah tentang pengaruh Otsus terhadap kesejahteraan OAP untuk melihat sejauhmana dampaknya di Tanah Papua,” katanya.

Alex menegaskan, kajian yang dilakukan itu tidak didorong pihak tertentu. Menurutnya, ini inisiatif murni mahasiswa Papua. Tujuannya, hendak membandingkan fakta keberhasilan dan kegagalannya di Tanah Papua serta melihat sejauhmana pemahaman mahasiswa Papua dan dosen tentang pengaruh Otsus.

“Kajian kami membahas lima bidang, antara lain pendidikan, kesehatan, infrastruktur, ekonomi kerakyatan dan masyarakat sipil. Lima bidang ini roh dari Otsus Papua. Juga membahas dana setiap tahun yang dikucurkan pemerintah pusat kepada Pemda Papua untuk percepatan pembangunan Papua dari desa ke kota,” jelas mantan Tapol Rasis ini.

Untuk menemukan hasil itu, kata Alex, tim kajian membagikan 2.000 kuisioner kepada mahasiswa, dosen dan rakyat Papua untuk diisi. Dari kuisioner yang telah dibagikan, sekitar 500 kuisioner dikembalikan ke tim kajian.

“Dari 440 mahasiswa, dosen dan rakyat Papua menjawab menolak Otsus. 30 mahasiswa dan rakyat Papua menjawab Otsus dilanjutkan. Sementara 30 mahasiswa, dosen dan rakyat Papua menjawab Otsus harus dievaluasi. Berdasarkan data lapangan dari lima bidang tadi, 450 mahasiswa dan dosen juga menjawab, hampir 21 tahun hadirnya Otsus di Tanah Papua tidak dirasakan manfaatnya oleh rakyat Papua. Sementara, 50 orang mahasiswa dan dosen menjawab Otsus sudah dirasakan,” urainya.

Baca Juga:  Empat Jurnalis di Nabire Dihadang Hingga Dikeroyok Polisi Saat Liput Aksi Demo

Tentang apa solusinya, kata dia, 470 mahasiswa dan dosen menjawab, jika ingin dilakukan evaluasi Otsus harus menghadirkan PBB sebagai pihak penengah dalam penanganan masalah Papua. Sementara 30 orang mahasiswa dan dosen menjawab tidak perlu melibatkan PBB.

“Data lainnya, 450 orang menjawab berikan rakyat Papua hak menentukan nasibnya, lepas dari NKRI. 50 orang lainnya menjawab dana Otsus harus dievaluasi dan harus tetap dengan NKRI.”

Berdasarkan data ini, katanya ditulis beberapa indikator yang telah dirumuskan dalam kajian yakni pelanggaran HAM masih subur; rasisme dan diskriminasi masih subur; pembangunan, pendidikan, kesehatan, ekonomi dan infrastruktur masih berbau rasis; sejarah politik belum diluruskan; pembungkaman ruang demokrasi; dibatasinya jurnalis asing, dan lain sebagainya.

Berbagai indikator itu, kata Gobai, mahasiswa Papua dan dosen serta rakyat Papua menyimpulkan bahwa Otsus telah gagal dalam membangun Papua. Sementara, berbagai indikator itu, pemerintah pusat belum bisa memutuskan mata rantai serta penyelesaiannya di Tanah Papua.

Selain itu, indikator kesejahteraan dari aspek percepatan pembangunan di Tanah Papua diakui kehadiran negara, tetapi mahasiswa dan dosen menjawab pembangunan jalan dan aspek lainnya masih ada indikasi rasis di dalamnya.

“Kesimpulannya, pengaruh Otsus terhadap kesejahteraan OAP di Tanah Papua, hampir mayoritas mahasiswa dan dosen menjawab Otsus telah gagal di Tanah Papua. Kajian yang dibuat itu sudah dilakukan seminar pada 5 Desember 2020 di aula Fakultas Hukum Uncen bersama para narasumber baik dari birokrat, lembaga adat, perempuan, aktivis, tim kajian, advokat, jurnalis, Agama, MRP dan DPRP,” beber Alex.

Baca Juga:  Desak Pelaku Diadili, PMKRI Sorong Minta Panglima TNI Copot Pangdam Cenderawasih

Mantan ketua BEM USTJ ini mengaku kajian setebel 100 halaman itu telah dibagikan ke keterwakilan semua lembaga, baik birokrat, DPRP, MRP, aktivis, jurnalis, advokat, mahasiswa, gereja dan lain-lain.

Tim juga katanya sudah memasang spanduk dan brosur hasil dari kajian ilmiah tentang Otsus di wilayah Tabi, Meepago, dan Laapago.

“Ini bertujuan memberikan pengetahuan tentang hasil kajian yang dibuat mahasiswa tentang Otsus selama 21 tahun di Tanah Papua,” imbuh Gobai.

Yops Itlay, ketua BEM Uncen, saat menyerahkan hasil kajian ilmiah tentang Otsus, mengatakan, kajian mahasiswa mengakomodir aspirasi atau keinginan rakyat terhadap Otsus sebagai kebijakan pemerintah Indonesia.

“Dari hasil kajian ilmiah ini kami sudah menggunakan beberapa metode untuk bagaimana melihat aspirasi atau keinginan rakyat terkait Otsus ini seperti apa,” kata Yops.

Pandangan dari semua pihak baik mahasiswa maupun para dosen, kutip Yops, Otsus sudah gagal diimplementasikan di Tanah Papua.

“Kami juga mengambil kesimpulan bahwa Otsus tidak perlu dilanjutkan lagi. Kembalikan kepada rakyat apa yang rakyat inginkan, lanjut atau tidaknya Otsus ini,” ujarnya.

Pewarta: Agus Pabika
Editor: Markus You

Terkini

Populer Minggu Ini:

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.