JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Natalius Pigai, aktivis HAM dan tokoh intelektual Papua menyarankan kepada presiden Joko Widodo sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan agar dapat membekukan UU Otonomi Khusus Papua No. 21 tahun 2001.
Natalius menjelaskan, Undang-undang Otonomi Khusus Papua No. 21 tahun 2001 telah berlangsung selama 20 tahun. Namun implementasinya belum dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Bertepatan dengan berakhirnya anggaran Otsus Papua tahun 2021, pada saat ini rakyat Papua menolak secara tegas Otsus Papua untuk dilanjutkan.
“Oleh karena itu saya merekomendasikan kepada Jokowi sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan agar UU Otsus dibekukan tahun 2021. Untuk selanjutnya pemerintah pusat yang dipimpin oleh wakil presiden melakukan perundingan dengan rakyat Papua,” tulis Pigai seperti diunggah ke akun twitternya.
Dua foto yang diunggah Pigai di akun twitternya masing-masing, foto pertemuan dengan para elit partai Golkar dan rekomendasi untuk Jokowi.
Selain merekomendasikan Jokowi untuk bekukan UU Otsus Papua, Pigai juga memberikan saran agar setelah membekukan UU Otsus, pemerintah Indonesia bisa menggelar Perundingan dengan rakyat Papua.
“Perundingan bisa dilakukan dalam tahun 2021 – 2024. Selama perundingan berlangsung, anggaran Otsus, status MRP dan DPRD 14 Kursi jatah Otsus dapat dilakukan dengan mengeluarkan Perpu oleh presiden,” kata Pigai.
Makan Malam dgn Elit Golkar. Senior Bang Mekeng, Ketua Komisi 2 DPR RI, WaKetua Komisi 9 & DPR Sari. Sy beri saran soal Papua. DOB itu politik pendudukan tdk relevan di era Modern. Potensi perang spt di Sudan & Yugoslavia bisa terjadi. Dilawan scr massif Papua kuat. Tolak DOB!
— NataliusPigai (@NataliusPigai2) February 12, 2021
Lebih lanjut, dia mengatakan, status provinsi Papua dan Papua Barat dapat ditentukan tahun 2024 melalui hasil perundingan resmi. Soal teknis pelakasanaan bisa dibicarakan kedua belah pihak melalui TOR 9Term of Reference).
Pigai juga mengatakan pemekaran Daerah Otonomi baru yang sedang gencang dilakukan pemerintah pusat untuk mekarkan Papua menjadi beberapa provinsi merupakan politik pendudukan [yang sudah] tidak relevan di era moderen. Potensi perang seperti Sudan dan Yugoslavia bisa terjadi di Papua.
“[Pemekaran DOB] dilawan secara masif Papua kuat. Tolak DOB,” tulisnya.
REDAKSI