Nasional & DuniaLima Pemimpin Gereja Katolik di Papua Serukan Perdamaian

Lima Pemimpin Gereja Katolik di Papua Serukan Perdamaian

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Para Uskup di Tanah Papua menyatakan kekerasan tak pernah bisa dibenarkan, baik yang dilakukan oleh aparat keamanan (TNI dan Polri) maupun kelompok pro-kemerdekaan Papua (TPNPB-OPM).

UCA News melaporkan, para pemimpin Katolik di Tanah Papua telah menyerukan diakhirinya konflik yang sedang berlangsung antara militer dan kelompok-kelompok pro-kemerdekaan.

Seruan itu muncul setelah para imam dan umat awam baru-baru ini mengkritik para Uskup dan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) karena menutup mata terhadap konflik di wilayah paling timur itu, dilansir UCANews.com edisi 26 Februari 2021.

Pada 25 Februari 2021 terjadi insiden di Intan Jaya dan kabupaten Puncak, yakni seorang tentara, seorang pria yang dituduh sebagai mata-mata militer serta tiga warga sipil tewas, memaksa ribuan orang melarikan diri dalam seminggu terakhir.

“Siapapun yang menjadi korban, kekerasan kemanusiaan itu sendiri membuat kami sedih dan marah. Siapapun pelakunya, baik itu polisi, militer atau kelompok pro-kemerdekaan, tidak dapat dibenarkan, meskipun dilakukan untuk alasan-alasan yang seperti itu, mulia dalam pandangan mereka,” katanya.

Baca Juga:  Polri akan Rekrut 10 Ribu Orang untuk Ditugaskan di Tanah Papua

“Kebenaran dan keadilan dapat diperjuangkan dan harus ditegakkan,” mereka menambahkan, “Tetapi perjuangan dengan kekerasan tidak akan pernah berhasil. Kekerasan akan melahirkan kekerasan lagi dan terus berlanjut. Karena itu kami mendesak semua pihak untuk menghentikan kekerasan.”

Seruan gembala ditandatangani Uskup Jayapura, Mgr. Leo Laba Ladjar, OFM, Uskup Agats, Mgr. Aloysius Murwito, OFM, Administrator Apostolik Keuskupan Timika, Pastor Marthen Kuayo, Pr, dan Vikjen Keuskupan Agung Merauke, Pastor Hengky Kariwop, MSC.

Seruan tersebut dikeluarkan pada akhir pertemuan yang digelar di Susteran Maranatha, Waena, Kota Jayapura, 22 – 26 Februari 2021.

Para pimpinan Gereja Katolik juga menegaskan bahwa lokasi dan fungsi aparat keamanan harus ditata ulang secara profesional dan proporsional.

Pendekatan dengan hati dan cinta – itulah slogan yang sering dikumandangkan.

Baca Juga:  Pacific Network on Globalisation Desak Indonesia Izinkan Misi HAM PBB ke West Papua

“Kami berharap slogan ini bisa menjadi nyata dalam perilaku aparat keamanan,” kata mereka seraya menambahkan, “perwira yang ditempatkan di Tanah Papua perlu dibekali dengan ilmu pengetahuan, kondisi masyarakat, budaya dan adat istiadat setempat.”

Beberapa Bupati yang baru dilantik pekan ini diminta agar memperhatikan dengan serius berbagai aspek kehidupan, termasuk pendidikan dan kesehatan serta perlindungan masyarakat adat di tengah perluasan perkebunan sawit.

Melvin Waine, aktivis awam Katolik, mengatakan, pernyataan para Uskup adalah jawaban atas kerinduan orang Papua.

“Itu yang harus mereka lakukan. Mereka harus peka terhadap masalah yang dialami umat dan berani angkat bicara,” ujarnya kepada UCA News.

Pada bulan lalu Melvin Waine mengkoordinator umat Katolik menyatakan telah kehilangan kepercayaan terhadap para Uskup di Papua dan KWI.

Tetapi Waine ingatkan para Uskup masih memiliki pekerjaan rumah, terutama terkait pernyataan mereka tentang masyarakat adat.

“Kalau konsisten, harus bersama-sama mendorong Keuskupan Agung Merauke untuk mencabut MoU (nota kesepahaman) dengan perusahaan sawit itu,” ujarnya merujuk pada kesepakatan kerja sama yang ditandatangani Uskup Agung Merauke, Mgr. Petrus Canisius Mandagi, MSC, dengan perusahaan sawit kontroversial. PT Tunas Sawa Erma, bagian dari Korindo Group, tempat Keuskupan Agung Merauke menerima jutaan dollar.

Baca Juga:  Berlakukan Operasi Habema, ULMWP: Militerisme di Papua Barat Bukan Solusi

Sejak akhir Januari lalu, Waine dan rekan-rekannya telah mengorganisir para aktivis yang melakukan penggalangan dana setiap hari Minggu di depan beberapa gereja di Jayapura, meminta masyarakat memberikan sumbangan dana untuk diberikan kepada Uskup Agung Merauke agar MoU bisa dibatalkan.

Waine mengaku mereka masih berjuang untuk mengumpulkan dana, yang hingga kini mencapai Rp3 juta.

Sementara itu, Siprianus Bunai, seorang awam lainnya, mengatakan, para pemimpin gereja di Indonesia harus lebih sering bersuara, tak hanya ketika ada kritik.

“Gereja harus berdiri di atas kebenaran dan nilai-nilai kemanusiaan,” ujarnya. (*)

Sumber: UCANews.com

Terkini

Populer Minggu Ini:

ULMWP Himbau Rakyat Papua Peringati 1 Mei Dengan Aksi Serentak

0
“ULMWP sebagai wadah koordinatif gerakan rakyat, siap bertanggung jawab penuh atas semua rangkaian aksi yang dilakukan dalam bentuk apa pun di hadapkan kolonialisme Indonesia dan dunia Internasional.”

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.