12 NGO Internasional Sampaikan Kondisi West Papua dalam Sidang HAM PBB 2021

0
3700

NABIRE, SUARAPAPUA.com — Sebanyak 12 Non Government Organization (NGO) internasional telah menyampaikan kondisi yang sudah dan sedang terjadi di West Papua dalam sidang HAM PBB pada hari ini, Senin (15/3/2021).

Dalam surat elektronik yang diterima media ini, pada 15 Maret 2021, 12 NGO internasional kembali mengangkat persoalan West Papua. Belasan NGO tersebut mendesak Indonesia sebagai anggota Dewan HAM PBB untuk memperhatikan tiga hal.

Tiga hal tersebut, antara lain: pertama, mendesak Indonesia untuk harus menjunjung tinggi standar standar hak asasi manusia.

Kedua, mendesak Indonesia untuk harus menghormati dan melindungi jaminan kebebasan-kebebasan fundamental, termasuk menjamin mekanisme penyelidikan, penuntutan dan pemulihan yang cepat, efektif atas kasus- kasus pelanggaran HAM berat di Tanah Papua– sesuai dengan kewajibannya di bawah hukum HAM internasional.

Dan ketiga, Kami [12 NG Internasional] juga mendesak Dewan HAM PBB untuk terus memerhatikan HAM secara umum di Tanah Papua.

ads
Baca Juga:  Pacific Network on Globalisation Desak Indonesia Izinkan Misi HAM PBB ke West Papua

Belasan NGO tersebut menyampaikan bahwa, pada bulan Januari 2021, Kejaksaan Agung menyampaikan kabar tentang pembentukan “Tim Khusus” untuk menangani 13 dugaan kasus pelanggaran HAM yang berat, termasuk di dalamnya tiga kasus yang terjadi di Tanah Papua.

Meskipun keputusan dan upaya-upaya yang dilakukan Pemerintah Indonesia harus mendapatkan pengakuan, efektivitas dari implementasi agenda harus dapat dilihat transparan oleh publik, karena Tim Khusus ini tidak memiliki kerangka waktu dalam bekerja.

Patut diketahui, kasus-kasus yang terjadi di Papua Barat telah memenuhi syarat, dan hasil penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) juga telah dilanjutkan pada tahap upaya penyidikan oleh Kejaksaan Agung. Namun kasus kasus tersebut belum ditindaklanjuti dalam bentuk pengadilan (HAM).

“Kami juga prihatin dengan meningkatnya kekerasan dan menyusutnya kebebasan sipil di Tanah Papua, yang juga telah disoroti oleh Kantor Urusan HAM PBB (OHCHR). Kami juga terus menerima informasi tentang kasus kasus pelanggaran HAM baru yang terjadi di Tanah Papua. Di Nduga, Intan Jaya, Puncak dan Timika, ratusan warga asli Papua terusir akibat konflik bersenjata antara pasukan keamanan Indonesia dan anggota Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB).”

Baca Juga:  Berlakukan Operasi Habema, ULMWP: Militerisme di Papua Barat Bukan Solusi

Para pekerja gereja telah menjadi sasaran dan terbunuh. Para pekerja gereja lainnya, tenaga medis, dan pembela HAM yang bekerja untuk membantu para pengungsi juga mengalami intimidasi, dan hilangnya rasa aman atas keselamatan nyawa mereka.

“Kami mencatat, antara bulan Oktober 2021 hingga Januari 2021 setidaknya ada 41 penangkapan bermotif politik kepada warga asli Papua, serta tuntutan pidana yang dijatuhkan kepada mereka yang terlibat protes damai di Tanah Papua,” ungkap belasan NGO tersebut dalam surelnya kepada suarapapau.com.

Selain itu, usulan perpanjangan – termasuk pemekaran provinsi dan kabupaten baru, yang diyakini oleh masyarakat sipil dan warga asli Papua akan memperkuat militerisasi dan meminggirkan hak-hak warga asli Papua.

Baca Juga:  Komisi HAM PBB Minta Indonesia Izinkan Akses Kemanusiaan Kepada Pengungsi Internal di Papua

Penolakan ini juga telah memicu protes luas yang dilakukan konsisten di Tanah Papua; namun demikian Pemerintah Indonesia tetap meresponsnya dengan penangkapan sewenang-wenang, dalam hal ini — para pembela HAM juga menjadi sasaran dari praktik penangkapan sewenang-wenang tersebut.

12 NGO tersebut adalah Fransiscan International, Geneva for Human Rights, VIVAT Intenational, International Coalition for Papua, Asian Forum for Human Rights and Development (Forum Asia), Westpapua Netzwerk, TAPOL, the Commission for Justice, Peace and Integrity of Creation of the Fransiscans in Papua, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Commission of the Churches on International Affairs of the World Council of Churches, dan CIVICUS. (*)

Artikel sebelumnyaThree Papuan youths killed in torture reprisal by Indonesian military
Artikel berikutnyaAMPP: Kejari Sorong Harus Tetapkan Tersangka Kasus Korupsi ATK 8 Miliar