Pemerintah Papua Diminta Sikapi Persoalan Nduga dan Intan Jaya

0
1178
Tampak, Relawan Pengungsi Nduga Raga Kogoya dan Direktur Eksekutif Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua ( Pembelah HAM Internasional), Theo Hesegem saat menyampaikan materi pada rapat konsultasi tim kerja perlindungan pemenuhan hak asasi orang Asli Papua yang di gelar MRP, di Hotel Horison Padang Bulan, Kamis, (18/3).- Agus Pabika/SP
Relawan pengungsi Nduga, Raga Kogeya dan aktivis HAM, dan direktur eksekutif YKKMP, Theo Hesegem saat menyampaikan materi pada rapat konsultasi tim kerja perlindungan pemenuhan hak asasi orang asli Papua yang digelar MRP, Kamis (18/3/2021) di Padangbulan, Abepura, kota Jayapura. (Agus Pabika - SP)
adv
loading...

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Pemerintah Provinsi Papua dianggap tidak peduli atau tidak tahu menahu dan diam terkait persoalan pelanggaran HAM yang terjadi di tanah Papua. Termasuk persoalan terbaru yang terjadi di Kabupaten Nduga dan Kabupaten Intan Jaya.

Pemerintah yang dimaksud diam soal kasus-kasus yang terjadi di tanah Papua adalah gubernur Papua, MRP dan DPRP Papua.

Pernyataan itu disampaikan sejumlah relawan pengungsi Nduga dan Intan Jaya, tokoh masyarakat, aktivis HAM, dan pihak gereja dalam acara rapat konsultasi tim kerja perlindungan pemenuhan hak asasi orang asli Papua yang di gelar MRP, di Jayapura, Kamis (18/3/2021).

Raga Kogoya, relawan pengungsi Nduga mengatakan gubenur Lukas Enembe, Wakil Gubernur Kelemen Tinal, Ketua DPRP, John Banua Rouw, Ketua MRP, Timotius Murib mengapa tetap terus memilih diam terkait kasus-kasus Nduga dan Intan Jaya.

Ia menyatakan, masyarakat Nduga hari ini terus mengalami kematian, khususnya pengungsi Nduga di mana daerah yang mereka tinggal. Lebih khusus pengungsi anak-anak.

ads

“Konflik bersenjata antara TPNPB dengan TNI dan Polri di Nduga sejak Desember 2018 membuat ribuan warga mengungsi di kabupaten tetangga, seperti Wamena, Lanny Jaya dan daerah lainnya. Banyak dari mereka yang meninggal adalah anak-anak,” kata Raga.

Baca Juga:  Hujan di Sorong, Ruas Jalan dan Pemukiman Warga Tergenang Air

Katanya, jumlah pengungsi Nduga yang tercatat sebanyak 243. Yang meninggal dari 2019 hingga 2021 belum terhitung.

“Gubernur Papua, DPRP dan MRP kalian di mana. Kapan mau bersatu. Kami orang Nduga suda habis,” kesal Raga.

Serupa disampaikan Theo Hesegem, aktivis HAM dan Direktur Eksekutif Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua. katanya, pihaknya telah menyampaikan laporan lengkap pengungsi dan dampaknya kepada pihak kedutaan RI, Panglima TNI, DPRP, pihak istana Kepresidenan, Kapolda Papua dan Komnas HAM, namun sejauh ini belum ada respon untuk ditindaklanjuti.

“Jadi semua institusi ini saya sudah kasih – tidak ada yang tidak. Tahun 2019 data korban pengungsi Nduga yang meninggal capai 243. Jumlah korban belum data yang sekarang 2020 -2021,” kata Theo.

Ia mengatakan, data-data itu pihaknya dapati ketika langsung mendatangi pengungsi di lapangan, yang mana berkonsultasi dengan para hamba Tuhan.

Baca Juga:  Non OAP Kuasai Kursi DPRD Hingga Jual Pinang di Kota Sorong

“Kita klarifikasi setiap nama-nama pengungsi yang meninggal [243] orang itu, dan itu semua atas pengakuan para hamba Tuhan. Semua ini dapat dipertanggungjawabkan. Ini yang kita tetapkan sebagai data kebenaran, di mana masyarakat Nduga sebanyak 243 orang dan 17 orang dari para pekerja yang sempat dibantai 2018. Jadi jumlah korban suda lebih,” jelasnya.

Data tersebut katanya telah dipaparkan dalam suatu pertemuan di Jerman, Swiss dan Belanda, dalam pertemuan dengan anggota parlemen.

“Pihaknya memberikan apresiasi karena lewat data tersebut mereka bisa menegur pemerintah Indonesia soal pelanggaran HAM dan masalah lainnya. Namun untuk Papua sendiri belum ada penyelesaian meski sudah diberikan laporan,” katanya.

Untuk itu ia menyarankan agar pemerintah Papua, DPR Papua dan MRP agar meningkatkan dengan membuat kongres soal HAM yang bisa memberi 1 kekuatan baru agar orang betul-betul melihat HAM secara serius.

“Kasus Nduga dan Intan Jaya harus jadi pintu masuk untuk kita gelar Kongres soal HAM di Papua. Itu usulan saya,” katanya.

Baca Juga:  Direpresif Aparat Kepolisian, Sejumlah Massa Aksi di Nabire Terluka

Sementara itu, Markus Kayoi, ketua tim kerja HAM dan perlindungan OAP mengatakan rapat konsultasi tersebut bertujuan melihat persoalan hak asasi manusia di beberapa wilayah konflik yang ada di Papua, karena kewenangan MRP memastikan bahwa hak asasi manusia dilindungi oleh negara.

“Sesuai konstitusi negara kita, negara wajib melindungi setiap segenap bangsa berdasarkan amanat konstitusi. MRP menggelar rapat bersama masyarakat dan gereja. Pada waktu itu kita minta ada perlindungan hak asasi manusia di daerah daerah konflik, seperti di Nduga, Intan Jaya dan Puncak,” katanya.

Ia mengatakan hasil ini akan menjadi laporan dari MRP yang akan menjadi laporan resmi lembaga untuk disampaikan agar mendapat perhatian.

“Selain itu hal ini juga bertujuan agar membangun sinergitas antara pemerintah DPRP dan MRP untuk melihat kasus ini secara serius. Dan duduk bersama dapat memberikan perlindungan bagi masyarakat Papua terkait HAM di daerah konflik,” katanya.

 

Pewarta: Agus Pabika

Editor: Elisa Sekenyap

Artikel sebelumnyaPernyataan Gercin PB Soal Otsus Telah Melukai Hati Rakyat Papua
Artikel berikutnyaSenat Spanyol Menyerukan Komisaris Tinggi PBB untuk Diizinkan ke Papua Barat