Oleh: Victor Yeimo)*
)* Penulis adalah Juru Bicara Internasional KNPB Pusat
19 Agustus 2019, seluruh elemen rakyat Papua tolak Indonesia dan menuntut kemerdekaan di depan kantor Gubernur, Dok II, Jayapura, West Papua. Orang Papua di semua daerah bergerak keluar menolak ujaran rasis dan menuntut kemerdekaan. Hanya segelintir oportunis yang diundang BIN ke Istana Jakarta guna merekayasa tuntutan perlawanan rakyat Papua.
Secara lugas, jujur, dan tegas, Lukas Enembe sampaikan aspirasi rakyat ke Istana maupun publik bahwa Otsus dihentikan dan rakyat Papua tuntut kemerdekaan. Sikap Jakarta terbagi; Keinginan Jokowi bertemu “tokoh ULMWP dan KNPB” dikandaskan oleh kelompok ultranasionalis yang berkehendak selesaikan konflik Papua dengan kekerasan hukum dan keamanan. Semua tokoh ULMWP dan KNPB ditangkap dan dikejar.
Operasi tumpas ini juga ikut mengancam nyawa Lukas Enembe; yang diteror, intimidasi hingga dilumpuhkan (sakit). Seorang pejabat negara, perpanjangan tangan Jakarta di bawah wewenang Otsus mati suri dan pasrah. Bahkan urusan sakit saja harus menyebrangi perbatasan diam-diam mencari jaminan kesehatan di Vanimo, PNG. Inilah bukti dari nyawa seorang Lukas Enembe yang sementara terancam.
Setiap hari nyawa orang Papua melayang di rumah-rumah sakit. Fenomena terbaru bisa kita lihat setiap hari setiap jam, dalam dua tahun terakhir, bunyi sirene mobil Jenazah orang Papua. Di Indonesia banyak mati karena Covid-19, tetapi di West Papua banyak mati karena sakit biasa. Pemusnahan diam-diam hingga tembak mati dianggap biasa-biasa saja. Indonesia tidak peduli desakan PBB, PIF, MSG, ACP, dll. Baginya, habisi orang Papua dan kuasai tanah airnya. hanya itu.
Jadi, seorang Lukas Enembe saja terancam dalam NKRI, bagaimana dengan rakyat biasa? Saya kira kisah Yesus disalibkan dengan alasan politik kekuasaan Romawi yang terancam, juga dihadapi oleh seorang Lukas Enembe yang adalah orang NKRI. Lukas yang adalah presiden Otsus Papua seperti Yesus dianggap raja orang Yahudi yang mengancam kekuasaan.
Yesus bicara pembebasan manusia tanpa embel-embel kekuasaan politik, begitu juga Lukas bicara sampaikan apa yang rakyat Papua mau. Lukas bukan orang Papua Merdeka. Lukas hanya jujur bicara apa yang rakyat Papua mau, sebab suara rakyat adalah suara Tuhan. Jadi haruskah Jakarta salibkan Lukas Enembe hanya karena bicara jujur atau pergi mencari keselamatan nyawa di PNG?
Saya kira urusan Papua Merdeka adalah urusan rakyat pejuang dan Jakarta, bukan Lukas Enembe. Konflik politik West Papua versus Jakarta yang berdarah-darah harus diselesaikan dengan damai. Rakyat Papua dari semua elemen terus bergabung dalam Petisi Rakyat Papua (PRP) yang kini didukung 109 organisasi sipil. PRP telah menyatakan sikapnya untuk mengawal aspirasi politik rakyat menolak Otsus dan menuntut hak penentuan nasib sendiri. Maka, hanya setan-setan yang akan kompromi dengan iblis untuk lanjutkan Otsus di West Papua.
Dan rakyat pejuang, siapkan barisan perlawanan damai! (*)