BeritaMeninggalnya Moses Yewen Diduga Akibat Penganiayaan Militer

Meninggalnya Moses Yewen Diduga Akibat Penganiayaan Militer

TAMBRAUW, SUARAPAPUA.com  — Mahasiswa Tambrauw mendesak Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) segera menyelidiki kematian Moses Yewen (45), korban penganiayaan aparat militer di Tambrauw yang meninggal secara tiba-tiba, Jumat (7/5/2021).

Niko Yeblo, salah satu mahasiswa asal Tambrauw, menjelaskan, almarhum meninggal dunia di rumahnya, kampung Wayo, distrik Fef, kabupaten Tambrauw, tanpa riwayat sakit.

“Moses Yewen meninggal secara tiba-tiba itu perlu dipertanyakan, apalagi dia baru-baru ini pernah mengalami kekerasan dari dua tentara,” kata Niko kepada wartawan di Fef, ibukota kabupaten Tambrauw, Selasa (12/5/2021).

Masyarakat menduga kuat meninggalnya Moses Yewen akibat kekerasan fisik oleh anggota Satuan Tugas Penugasan Daerah Rawan (Satgas Pamrahwan) Yonif RK 762 di Fef.

“Penyebab meninggalnya Moses Yewen diduga kuat akibat tindakan penganiayaan dan pemukulan yang dilakukan oleh anggota Satgas Pamrahwan 762 pada tanggal 9 April 2021,” bebernya.

Soli Yesnath juga menduga pelaku yang nota bene anggota TNI telah melanggar amanat Undang-Undang nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) dalam kasus penganiayaan terhadap Moses Yewen.

Baca Juga:  Beredar Seruan dan Himbauan Lagi, ULMWP: Itu Hoax!

“Ini pelanggaran HAM. Kami minta Komnas HAM RI segera selidiki kasus meninggalnya Moses Yewen. Jangan biarkan kasus ini hilang begitu saja,” ujar Soli.

Berikut kronologi kejadian berdasarkan keterangan dari masyarakat setempat.

Tanggal 7 Mei 2021 pukul 02:00 (dini hari) Moses Yewen tidak bisa menggerakan seluruh tubuhnya. Ia berusaha merayap keluar dari kamar meminta pertolongan. Saat itu keponakannya melihat dan mengangkatnya kembali ke tempat tidur dan mencari pertolongan.

Pukul 04:00-06:00 Moses Yewen tidak bisa melihat dan sudah tidak bisa makan lagi.

Pukul 07:00 Moses Yewen meninggal dunia.

Diketahui Moses Yewen merupakan tokoh adat sekaligus pemilik hak ulayat lokasi Koramil dan Satgas di Fef. Moses Yewen sangat mendukung penolakan militer dari kabupaten Tambrauw.

Setelah Moses Yewen dianiaya oleh Satgas Pamrahwan Yonif RK 762, kasusnya telah dilaporkan ke Polisi Militer (POM) TNI AD oleh kuasa hukumnya.

Baca Juga:  Seruan dan Himbauan ULMWP, Markus Haluk: Tidak Benar!

Sejak saat itu hingga meninggal dunia, Moses Yewen hanya minum obat untuk menyembuhkan luka-luka di bagian luar, tetapi tidak ada pengobatan yang selayaknya secara teratur.

Hingga berita ini diterbitkan, keluarga almarhum Moses Yewen belum memberikan keterangan resmi terkait penyebab kematiannya.

Sebelumnya, Yohanis Mambrasar, pengacara dari Perkumpulan Advokat Hak Asasi Manusia Papua, menjelaskan, penganiayaan terhadap Moses Yewen diduga dilakukan oleh dua prajurit TNI berinisial S dan A saat korban bersama adik iparnya mendatangi rumah makan Acon Frans di kampung Wayo untuk membeli nasi bungkus.

Rumah makan tersebut milik anggota TNI.

“Di rumah makan itu, Moses Yewen bertemu dua orang anggota TNI berpakaian sipil. Moses memberi ucapan selamat malam kepada dua anggota tentara itu. Tetapi keduanya langsung tanyakan untuk apa masuk ke dalam warung. Moses balik tanya identitas kedua orang itu, tetapi karena tidak terima, kedua anggota TNI itu pukul Moses hingga babak belur,” jelas Mambrasar.

Baca Juga:  Suku Abun Gelar RDP Siap Bertarung Dalam Pilkada 2024

Moses kemudian diseret kedua prajurit itu ke jalan raya hingga tiba di Pos Pamrahwan Yonif RK 763.

“Dari pos Moses Yewen dipukul hingga babak belur, setelah itu dipulangkan ke rumah. Akibat penganiayaan dan diseret di jalanan, Moses mengalami memar pada bagian badan, serta mengalami luka di bagian kaki dan tangan.”

Menanggapi penganiayaan Moses Yewen, kata Mambrasar, keesokan harinya warga distrik Fef mendatangi Pos Pamrahwan Yonif RK 762. Warga memalang jalan dan meminta Pos TNI ditutup. Mereka juga mendesak TNI menghukum para pelaku sekaligus keluar dari Fef.

Penganiayaan tersebut menurutnya dikategorikan sebagai tindakan kriminal atau kejahatan yang dilarang, sebagaimana diatur dalam KUHP Pasal 351 ayat (1) dan ayat (2).

“Tindakan tersebut memperlihatkan sifat brutal aparat yang sangat arogan, sangat merendahkan martabat manusia,” ujar Mambrasar.

Pewarta: Reiner Brabar
Editor: Markus You

Terkini

Populer Minggu Ini:

Pemkab Yahukimo Belum Seriusi Kebutuhan Penerangan di Kota Dekai

0
“Pemerintah kita gagal dalam mengatasi layanan penerangan di Dekai. Yang kedua itu pendidikan, dan sumber air dari PDAM. Hal-hal mendasar yang seharusnya diutamakan oleh pemerintah, tetapi dari pemimpin ke pemimpin termasuk bupati yang hari ini juga agenda utama masuk dalam visi dan misi itu tidak dilakukan,” kata Elius Pase.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.