Rilis PersAnalisis Kepentingan Otonomi Khusus Terhadap Orang Asli Papua

Analisis Kepentingan Otonomi Khusus Terhadap Orang Asli Papua

Perspektif Mahasiswa Papua (BEM Uncen dan BEM USTJ)

Siaran Pers dari Tim Kajian Otonomi Khusus Perspektif Mahasiswa Papua

Data yang digunakan adalah hasil rapat kunjungan kerja Panitia Khusus (Pansus) Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) tentang perubahan kedua atas Undang-Undang nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua (di Jayapura dan Timika).

“Mayoritas perwakilan Papua menolak Otsus dan menginginkan adanya dialog terbuka yang dihadiri semua tokoh Papua termasuk organisasi perlawanan.”

Berdasarkan data hasil rapat kunjungan kerja Pansus tentang perubahan kedua atas Undang-Undang nomor 21 tahun 2001 bersama para tokoh pemerintah, legislatif, pemuda, adat, perempuan, kelompok Cipayung, dosen, LLDIKTI Wilayah XIV Papua dan Papua Barat, paguyuban Nusantara, mahasiswa, dan tim kajian Otsus perspektif mahasiswa.

Otsus di provinsi Papua dengan dasar Undang-Undang nomor 21 tahun 2001 dilaksanakan selama 20 tahun di Tanah Papua. Pemberian Otsus dimaksudkan untuk menerapkan keadilan, penghormatan Hak Asasi Manusia (HAM), percepatan pembangunan, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam rangka mengejar ketertinggalan pembangunan agar setara dengan daerah lain di Indonesia. Tetapi, alasan lainnya adalah pemberian Otsus karena adanya gejolak politik akibat tuntutan kemerdekaan Papua.

Sejak pertama kali UU Otsus diberlakukan telah banyak dikucurkan dana oleh pemerintah pusat yang hingga tahun 2020 sebesar Rp50 Triliun lebih kepada provinsi Papua dalam rangka percepatan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat Papua.

Pertanyaannya, bagaimana dalam realita selama hampir 20 tahun ini? Ya, memang masih belum diterapkan secara maksimal. Buktinya, tingkat buta huruf masih tinggi, indeks partisipasi masyarakat Papua masih rendah, tingkat kemiskinan masih rendah, dan taraf hidup di provinsi Papua pun masih rendah.

Dalam kondisi tersebut banyak persoalan kadang merugikan rakyat di provinsi Papua. Muncul masalah demi masalah yang terkesan tidak diatasi dengan baik. Juga tentunya selalu dihadapkan dengan aspirasi rakyat yang dianggap mengganggu situasi keamanan, bahkan dituding melawan konstitusi negara. Sementara keinginan untuk berpisah dengan NKRI cukup tinggi, pelanggaran HAM masih tinggi, rasisme dan marginalisasi masih cukup subur, dan pelurusan sejarah belum diselesaikan.

Baca Juga:  Stop Kriminalisasi dan Pengalihan Isu Pemerkosaan dan Pembakaran Rumah Warga!

Berbagai persoalan tersebut mengemuka dalam rapat kunjungan kerja Pansus Otsus DPR RI di Tanah Papua yang diharapkan agar mendapat solusi terbaik. Perwakilan tokoh-tokoh Papua menyampaikan pokok pikiran demi kemajuan Papua, antara lain keamanan, kenyamanan dan kesejahteraan rakyat Papua. Hal tersebut mengingat Otsus Papua merupakan jaminan untuk rakyat di Tanah Papua.

Dalam rapat bersama DPR RI dan perwakilan tokoh Papua membahas Rancangan Undang-Undang Revisi Undang-Undang Otsus pada Pasal 34 tentang Pendanaan dan Pasal 76 tentang Pemekaran di Tanah Papua. Terkait dana akan ditambahkan sebesar 2,25 persen dan pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB) provinsi telah mendapatkan mekanisme dari Menteri Dalam Negeri.

Berdasarkan hasil kajian dari Tim Kajian Perspektif Mahasiswa, dari 30 representasi perwakilan tokoh-tokoh Papua dan pejabat Papua yang memiliki hak bicara dalam penyampaian pendapat di dalam rapat kunjungan kerja, berkisar 50-100 orang asli Papua yang menghadiri pertemuan bersama DPR RI, yang memiliki hak bicara 30 orang mewakili sejumlah tokoh pemerintah, legislatif, pemuda, adat, perempuan, kelompok Cipayung, dosen, LLDIKTI Wilayah XIV Papua dan Papua Barat, paguyuban Nusantara, mahasiswa dan tim kajian Otsus perspektif mahasiswa.

Berdasarkan data yang dikaji, ada sejumlah pilihan yang ditulis sebagai hasil pembicaraan para tokoh, diantaranya:

  1. Pilihan pertama: Menolak Otsus
  2. Pilihan kedua: Menyetujui Otsus
  3. Pilihan ketiga: Menolak pemekaran
  4. Pilihan keempat: Menyetujui pemekaran
  5. Pilihan kelima: Menyetujui penambahan anggaran
  6. Pilihan keenam: Diadakan dialog terbuka bersama Presiden dan rakyat Papua.
Baca Juga:  Seruan dan Himbauan ULMWP, Markus Haluk: Tidak Benar!

Berdasarkan hasil dialog bersama para tokoh pemerintah, legislatif, perempuan, adat, pemuda, kelompok Cipayung, dosen, LLDIKTI Wilayah XIV Papua dan Papua Barat, paguyuban Nusantara, mahasiswa dan tim kajian Otsus perspektif Mahasiswa, berkisar 50-100 orang dan yang berhak memberikan pernyataan atau hak bicara sebanyak 30 orang. 30 orang digunakan sebagai responden.

  1. Dari sekian banyak orang yang hadir, delapan orang mengatakan menolak Otsus sebagaimana disampaikan oleh perwakilan organisasi sebagai juru bicara.
  2. Tujuh orang menyampaikan agar adanya penambahan dana Otsus yang dijawab perwakilan organisasi sebagai juru bicara.
  3. Enam orang minta lanjutkan Otsus Jilid II yang dijawab perwakilan organisasi sebagai juru bicara.
  4. Empat orang menyatakan menolak pemekaran DOB provinsi dan kabupaten/kota, yang dikemukakan oleh perwakilan organisasi sebagai juru bicara.
  5. Empat orang setuju dengan adanya DOB provinsi dan kabupaten/kota, seperti dijawab perwakilan organisasi sebagai juru bicara.
  6. Sementara 10 orang selaku juru bicara perwakilan organisasi menyatakan segera diadakan dialog secara terbuka dan melibatkan seluruh rakyat Papua dan organisasi perlawanan maupun organisasi mitra dan pemerintahan di Tanah Papua.

Artinya, kepentingan Otsus bagi orang asli Papua dari hasil dialog bersama dalam forum terhormat itu sudah jelas.

  1. Menolak Otsus dilanjutkan. Pernyataan penolakan Otsus disampaikan sebagian perwakilan perempuan, adat, gereja, mahasiswa, pemuda, DPRD wilayah Meepago, dan intelektual Papua.
  2. Sementara, yang menyetujui adanya Otsus, penambahan dana Otsus dan menyetujui adanya pemekaran DOB adalah beberapa pejabat bupati Meepago, sebagian tokoh adat wilayah Meepago, perwakilan pemuda. Mereka menyetujui keberlanjutan dana Otsus, karena dinilai tingginya pengangguran, buta huruf, kemiskinan dan partisipasi masyarakat Papua masih rendah. Penambahan anggaran dan pemekaran provinsi dan kabupaten/kota dipandang akan mengurangi angka buta huruf, kemiskinan, partisipasi masyarakat Papua, dan pengangguran orang asli Papua.
  3. Sedangkan yang menjawab agar dibuka ruang dialog bagi masyarakat Papua sebanyak 10 orang dari 30 orang yang memiliki hak bicara atau memberikan pernyataan. Artinya, membicarakan nasib masa depan orang asli Papua perlu dan penting untuk mengundang semua pihak, baik pihak organisasi perlawanan, pemerintah, mitra pemerintah dan para tokoh Papua. Sehingga, adanya kebijakan, keberpihakan, perlindungan dan pemberdayaan kepada orang asli Papua benar-benar dirasakan dan kedepan boleh berdiri di atas tanahnya sendiri alias menjadi tuan di atas negerinya.
Baca Juga:  Rencana Pemindahan Makam Ondofolo Dortheys Hiyo Eluay, Melanggar Hukum Pidana dan Asas Administrasi Pemerintahan

Kesimpulan

  1. Bahwa, kepentingan Otsus terhadap OAP tidak menunjukan pengaruh yang signifikan terhadap kesejahteraan OAP. Karena itu sejumlah perwakilan organisasi menyampaikan bahwa menolak dana Otsus dan menolak pemekaran DOB.
  2. Bahwa, Otsus penting bagi OAP karena dianggap perlu dan dibutuhkan datang dari para tokoh pemerintahan (bupati/walikota) beserta beberapa tokoh yang mengatasnamakan menghendaki agar lanjutkan Otsus, pemekaran dan penambahan dana Otsus.
  3. Bahwa, para tokoh pemerintah, legislatif, perempuan, adat, pemuda, kelompok Cipayung, dosen, LLDIKTI Wilayah XIV Papua dan Papua Barat, paguyuban Nusantara, mahasiswa, dan tim kajian Otsus perspektif mahasiswa menginginkan adanya ruang dialog terbuka antara Presiden Republik Indonesia, Ir. Joko Widodo dan masyarakat Papua di Tanah Papua untuk mendengar aspirasi secara langsung tentang Otsus.

Demikian siaran pers dari Tim Kajian Otonomi Khusus Perspektif Mahasiswa Papua.

Jayapura, 16 Mei 2021

Tim Kajian:
1. Alexander Gobai
2. Ronni Lambe
3. Ones Busop
4. Yops Itlay
5. Hepron Tabuni
6. Semi Gobai
7. Nikson Hesegem

Terkini

Populer Minggu Ini:

Aksi Penghijauan di Grasberg Dalam Rangka Peringatan Hari Lingkungan Hidup 2024

0
“Kami berharap melalui berbagai program lingkungan tersebut dapat menciptakan ekosistem yang baik bagi lingkungan untuk generasi mendatang,” ujar Tauran.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.