Dinilai Gagal, Mahasiswa Papua di Kalteng Tolak Pemberlakuan Otsus Jilid II

0
1122

WAMENA, SUARAPAPUA.com — Mahasiswa Papua di Kalimanteng Tengah yang tergabung dalam wadah Badan Koordinasi Mahasiswa Papua (BKMP) se-kaliamantan menyatakan sikap menolak pemberlakukan UU Otsus yang disahkan pada 15 Juli lalu dengan alasan jalannya Otsus sejak 2001 – 2021 gagal.

Alte Gwijangge, Pengurus BKMP menegaskan, pihaknya menilai Otonomi khusus gagal dalam implementasinya selama 20 tahun di Papua. Maka itu mahasiswa Papua di Kalimantan menolak untuk perpanjangan Otsus selama 20 tahun lagi.

“Otonomi khusus sudah gagal total. Otsus sudah tidak penting bagi orang Papua. Orang Papua tidak punya harapan, impian dan masa depan lagi. Maka kami tolak pemberlakukan Otsus,” tegasnya kepada media ini beberapa hari lalu dari Kalimantan lewat surelnya yang diterima mediai ini.

Baca Juga:  Pencaker Palang Kantor Gubernur Papua Barat Daya

Selain manyatakan menolak perpanjangan Otsus, mereka juga meminta agar segera menutup PT. Freeport sebagai dalang, dan seluruh perusahaan Asing di Tanah Papua, Tarik Militer Organik dan Non-Organik dan Stop Pengiriman Militer berlebihan di seluruh Tanah Papua serta Hentikan penanaman kelapa sawit diseluruh wilayah Tanah Adat Papua

“Para politikus yang berjuang dan tanda tangan supaya Otsus dilanjutkan itu mewakili diri sendiri. Karena seluruh orang asli papua sudah menolak Otsus. Kami minta Freeport ditutup, militer ditarik dari Papua dan hentikan pengiriman militer ke Papua,” tegasnya.

ads

Kata Gwijangge, mereka mendukung Petisi Rakyat Papua dan bersama rakyat Papua menolak Otsus. Dia menilai pengesahan RUU kemarin terlalu terburu-buru oleh Jakarta.

Baca Juga:  Pertamina Pastikan Stok Avtur Tersedia Selama Arus Balik Lebaran 2024

“Seluruh akar rumput Rakyat Papua sudah dinyatakan sikap tolak Otsus. Karena proses evaluasi dan pembahasan tidak mendengar orang Papua, dan yang lebih parah lagi tidak libatkan DPRP dan MRP dalam pembahasan RUU itu hingga disahkan,” ujarnya.

Maka, kata Alte, kami menilai dan menegaskan, sekelompok kebijakan sepihak oleh Jakarta ini sama seperti halnya dengan Hak Penentuan Pendapat Rakyat ( PEPERA) Pada tahun 1969 dulu itu dan sekarang lagi begitu juga tidak menghargai MRP yang hadir UU OTSUS 21 2001 ini.

“Pada dasarnya Rakyat Papua sudah tolak itu melalui Majelis Rakyat Papua (MRP) tidak ada lagi RUU OTSUS JILID II, Pemerintah Indonesia sepihak mau melanjutkan ini untuk siapa? representasi suara OAP terkait perjalanan otsus telah ada di dalam Petisi Rakyat Papua (PRP), kita tetap konsisten pada prinsip penolakan Otsus,” katanya.

Baca Juga:  Jelang Idul Fitri, Pertamina Monitor Kesiapan Layanan Avtur di Terminal Sentani

Sementara itu, Marthen Manggaprow, Aktivis West Papua National Autority (WPNA) menegaskan bahwa Pengehasan RUU Otsus menunjukkan dan meyakinkan bahwa Indonesia adalah negara penjajah di Papua.

Pernyataan ini disampaikan Manggaprow dalam siaran pers Petisi Rakyat Papua Tolak Otsus Jilid II yang digelar pada 16 Juli 2021 kemarin.

Petisi Rakyat Papua Tolak Otsus sendiri didukung oleh 112 organisasi. PRP sendiri telah mengumpulkan 700 ribu tanda tangan selama satu tahun sejak PRP diluncurkan pada Juni 2020 lalu.

Pewarta: Onoy Lokobal
Editor: Arnold Belau

Artikel sebelumnyaPengesahan UU Otsus adalah Bukti Kolonialisme Indonesia Atas Rakyat Papua
Artikel berikutnyaKoalisi Cipayung Kota Jayapura Desak Pemerintah Buka Ruang Dialog