NABIRE, SUARAPAPUA.com — Rakyat Papua di wilayah adat Meepago menyatakan menolak kebijakan sepihak pemerintah pusat bersama segelintir elit politik dan birokrat Papua melanjutkan Otonomi Khusus (Otsus) jilid kedua yang ditandai pengesahannya Kamis (15/7/2021) di DPR RI, Jakarta.
Kendati telah disahkan, seluruh prosesnya mulai dari penjaringan aspirasi hingga agenda pembahasan perubahan Rancangan Undang-undang Otonomi Khusus (RUU Otsus) dianggap ilegal karena tak ada keterlibatan rakyat Papua.
Nebot Widigipa, juru bicara Solidaritas Mahasiswa dan Rakyat Papua wilayah Meepago, menilai pemerintah masih terus memperlihatkan kegagalannya terhadap Papua sebagaimana selama 20 tahun Otsus diimplementasikan tanpa memberi dampak signifikan bagi masyarakat akar rumput dari Sorong sampai Samarai.
“Rakyat Papua telah merasakan langsung setiap kebijakan pemerintah yang kenyataannya gagal mengobati luka batin. Penderitaan akan diperpanjang lagi selama 20 tahun kedepan. Kami tidak mau itu berlanjut karena nanti bisa lebih parah lagi,” ujarnya saat jumpa pers usai diskusi publik di Nabire, Kamis (15/7/2021).
Karena itu, sikap penolakan sudah berulang kali disampaikan walau pemerintah tak pernah mau mendengar.
“Kami mahasiswa dan rakyat Papua di wilayah adat Meepago menolak Otsus dilanjutkan. Seluruh rakyat Papua sudah berkali-kali menyatakan sikap dengan tegas menolak Otsus,” ujar Wigipa.
Pengesahan Undang-Undang Otsus jilid kedua, menurut Yan Weya, melanggengkan kekuasaan negara bersama aparatusnya melakukan apapun yang diinginkan di Tanah Papua, termasuk eksploitasi besar-besar seluruh sumber daya alam yang ada di Bumi Cenderawasih ini.
“Otsus hari ini dari Jakarta dilanjutkan, maka itu pasti akan lakukan banyak hal, termasuk pemberian izin investasi kepada investor di berbagai bidang. Kalau tidak salah ada 300 lebih investor atau perusahaan yang akan masuk ke Papua. Termasuk di Intan Jaya itu Blok Wabu yang akan dioperasikan oleh PT Antam Tbk. Kami melihat ini potensi buruk bagi masyarakat Papua dengan pemberlakuan Otsus jilid dua,” tutur Weya.
Pengesahan Undang-Undang Otsus jilid dua dianggap sebagai pintu masuk berbagai kepentingan negara, meloloskan berbagai investor, dan berlanjutnya proses pemusnahan rakyat Papua.
“Apalagi sampai sekarang utang negara cukup besar, maka untuk menutupi itu mereka mau meloloskan banyak investor masuk ke Papua untuk mengeruk sumber daya alam sambil pemilik ulayat makin miskin dan punah,” tandasnya.
Meski Otsus jilid dua disahkan dan diberlakukan, gerakan rakyat menurutnya tak akan pernah berhenti.
“Biar Otonomi Khusus mau jalan atau tidak, kami mahasiswa, rakyat Papua, tetap bersuara untuk meraih hak kemerdekaan sebagai satu negara berdaulat,” tegasnya lagi.
Yulianus Zanambani, aktivis mahasiswa di Nabire, menyatakan, agenda pembahasan dan pengesahan RUU Otsus Papua atau Otsus jilid dua tanpa mengakomodir aspirasi akar rumput bahkan tak ada keterlibatan rakyat Papua di dalamnya, sehingga kesannya pemaksaan kehendak pemerintah semata.
“Oleh karena itu, kami menolak adanya pembahasan dan pengesahan Otsus jilid dua. Seluruh rakyat Papua sudah nyatakan sikap dengan tegas menolak Otsus dilanjutkan lagi. Pemerintah dan kelompok berkepentingan jangan paksakan apapun bentuk dan nama kebijakannya yang manis di bibir dan pahit dalam kenyataan yang hanya akan mengorbankan seluruh masyarakat Papua,” ujarnya.
Karena sikap rakyat Papua sudah jelas, ia ingatkan pemerintah bersama segelintir oknum jangan paksakan kehendak politik sepihak melanjutkan Otsus di Tanah Papua.
“Semua orang tahu Otsus sudah gagal selama 20 tahun di Tanah Papua. Otsus sudah berakhir masanya. Sudah mati. Tidak perlu bangkitkan lagi. Semua dari dulu sudah tolak, jadi jangan paksa lanjutkan,” tandasnya.
Bacakan Pernyataan Sikap
Solidaritas Mahasiswa dan Rakyat Papua wilayah Meepago menyampaikan pernyataan sikap yang dibacakan Nebot Widigipa, menanggapi kebijakan sepihak membahas dan mengesahkan Undang-Undang Otsus jilid dua.
Pertama, rakyat Papua menolak Otsus jilid dua dan mendukung aksi rapat dengar pendapat (RDP) yang telah dilakukan MRP dan MRPB sesuai dengan amanat Pasal 77 Undang-Undang nomor 21 tahn 2001.
Kedua, rakyat Papua mendukung MRP dan MRPB menempuh proses hukum menggugat Pansus Otsus dan DPR RI di Mahkamah Konstitusi (MK).
Ketiga, Otsus tidak menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM di Tanah Papua, maka rakyat mendesak pemerintah Indonesia untuk mengizinkan Komisi Tinggi HAM PBB masuk ke Papua.
Keempat, berikan hak penentuan nasib sendiri untuk rakyat Papua.
Penegasan sama disampaikan Yonas Kayame, salah satu tokoh pemuda Papua dari kabupaten Paniai yang mengaku akan menyuarakan kerinduan rakyat hidup lebih bebas di masa mendatang.
Perjuangan pembebasan bangsa Papua, ujar Yonas, tak akan pernah padam meskipun pemerintah telah memberlakukan Otsus selama 20 tahun mendatang.
“Otsus jilid kedua bukan keinginan rakyat Papua. Rakyat dari dulu sudah tolak itu. Sekarang ada 112 organisasi yang mendukung Petisi Rakyat Papua (PRP). Tuntutan rakyat Papua adalah penentuan nasib sendiri. Itu solusi yang tidak bisa ditawar-tawar lagi,” tegasnya.
Aspirasi rakyat Papua sama sekali tak pernah didengar oleh Indonesia. Karena itu, rakyat Papua menurut dia, siap melakukan mogok sipil nasional (MSN) di seluruh teritori West Papua.
“Otsus bukan jawaban terbaik yang diharapkan oleh rakyat Papua. Tuntutan seluruh rakyat Papua adalah berikan hak penentuan nasib sendiri sebagai solusi demokratis melalui mekanisme internasional,” ujar Yonas.
Pewarta: Markus You