Nasional & DuniaHIMAPA di Kalbar Desak Polda Papua Bebaskan Victor Yeimo

HIMAPA di Kalbar Desak Polda Papua Bebaskan Victor Yeimo

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Dalam aksi damai baru-baru ini, Himpunan Mahasiswa Papua (HIMAPA) Kalimantan Barat mendesak Polda Papua segera bebaskan Victor Yeimo dari rutan Mako Brimob Polda Papua.

Benus Murib, ketua HIMAPA kota studi Kalimantan Barat, menyatakan, tidak ada alasan kuat untuk menahan dan memenjarakan Victor Yeimo. Menurutnya, sesuai kronologi lapangan, Victor Yeimo bicara dalam aksi massa di halaman kantor terkait kasus rasisme di Surabaya.

“Sangat tidak tepat kalau Victor Yeimo dituduh sebagai dalang atas kerusuhan di Jayapura yang terjadi menanggapi rasisme yang menimpa mahasiswa Papua di Surabaya pada tanggal 16 Agutus 2019 itu. Polisi harus bebaskan Victor Yeimo,” ujarnya, dikutip dari keterangan tertulis yang diterima suarapapua.com.

Murib menegaskan, ketika itu Victor Yeimo berorasi untuk meminta negara mengusut tuntas kasus rasisme yang dialami oleh mahasiswa Papua di Surabaya dan beberapa kota studi lai.

Penangkapan Victor Yeimo pada tanggal 9 Mei 2021 pukul 19.15 WIT di Tanah Hitam, distrik Abepura, Kota Jayapura oleh tim Satgas Nemangkawi dengan dasar masuk dalam daftar Pencarian Orang (DPO) nomor DPO/22/IX/RES.1.24/2019/Ditreskrimun tertanggal 9 September 2019, ujar Murib, patut dipertanyakan karena Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua (KPHHP) sebagai kuasa hukum Victor Yeimo sudah beberkan kejanggalan prosedural.

Baca Juga:  Konflik Horizontal di Keneyam Masih Berlanjut, Begini Tuntutan IPMNI

“Unjuk rasa bebas-besaran di Papua timbul akibat ujaran rasisme yang dilontarkan oleh anggota Ormas dan aparat keamanan terhadap mahasiswa Papua di Surabaya. Imbas dari ujaran rasisme itu, seluruh Papua terjadi aksi besar-besaran baik di Jayapura, Biak, maupun beberapa kota lainnya. Aksi di Jayapura secara spontan oleh mahasiswa dan seluruh elemen masyarakat Papua,” bebernya.

Mahasiswa Papua berpendapat, kata Murib, penangkapan dan pemidanaan lewat pasal-pasal makar yang represif (seperti Pasal 106 dan 110 dari KUHP) terhadap aktivis Komite Nasional Papua Barat (KNPB) melanggar hak kebebasan berekspresi yang dilindungi konstitusi negara sebagaimana diatur dalam Pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang nomor 39 tahun 1999 tentang HAM serta Pasal 19 ayat 2 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) yang telah diratifikasi pemerintah Indonesia.

Senada, Pesmin Yikwa menyatakan, pemerintah Indonesia memiliki kewajiban untuk membedakan ancaman kekerasan dari kelompok pro-kemerdekaan bersenjata yang bisa direspons dengan pemidanaan, dengan ekspresi politik damai yang dilindungi oleh norma dan standar hukum HAM internasional yang telah diakui oleh Indonesia.

Baca Juga:  Akomodir Aspirasi OAP Melalui John NR Gobai, Jokowi Revisi PP 96/2021

“Pemenjaraan terhadap Victor Yeimo lebih bermotif politik dari pemerintah yang hanya bertujuan menutupi kegagalannya selama ini menyelesaikan akar masalah Papua, termasuk kasus rasisme terhadap rakyat Papua,” ujar Yikwa.

Selain menyerukan pembebasan Victor Yeimo tanpa syarat, kata dia, mahasiswa Papua juga mendesak adanya akses pelayanan kesehatan yang diatur dalam Pasal 14 Undang-Undang nomor 12 tahun 1995.

“Kami menganggap perlakuan yang menimpa Victor Yeimo melanggar aturan, karena hak mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai merupakan pemenuhan perlindungan HAM bagi setiap orang termasuk terdakwa. Kejadian 27 Agustus 2021, jaksa bersama aparat memaksa Victor Yeimo pulang dan tidak dirawat di rumah sakit, merupakan pelanggaran HAM bagi narapidana,” tegasnya.

Di bagian lain disebutkan, Polda Papua segera klarifikasi terhadap dugaan penyalahgunaan kewenangan dalam hal ini Satgas Nemangkawi yang melaksanakan penangkapan terhadap Victor Yeimo.

“Satgas Nemangkawi bukanlah pihak berwenang yang bisa melaksanakan penangkapan dan penyelidikan terhadap aktivis atau pelaku sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana,” ujarnya.

Di Bali, mahasiswa Papua yang tergabung dalam Petisi Rakyat Papua (PRP) Wilayah Bali juga mendesak negara segera bebaskan Victor Yeimo tanpa syarat karena korban rasisme tidak selayaknya dipidanakan.

Baca Juga:  Komnas HAM RI Didesak Selidiki Kasus Penyiksaan Warga Sipil Papua di Puncak

Aksi bisu menuntut pembebasan Vicktor Yeimo yang dipidanakan sejak ditangkap 9 Mei 2021, ujar Jefry Kossay, juru bicara PRP Wilayah Bali, dalam siaran pers yang diterima suarapapua.com, Kamis (26/8/2021), menilai itu sebagai upaya negara hendak menghidupkan kembali isu rasisme di tengah masyarakat Papua dan Indonesia.

“Bebaskan Victor Yeimo tanpa syarat. Victor Yeimo bukan pelaku, tetapi korban dari rasisme yang terstruktur dan masih dari Ormas bersama aparatur negara terhadap orang asli Papua,” ujar Kossay.

Pemidanaan Victor Yeimo dengan dalil kasus rasisme 16 Agustus 2019 tidak berdasarkan fakta, karena pelaku rasisme kepada orang Papua terjadi di Surabaya. Karena itu, semua elemen masyarakat Papua dari Sorong sampai Samarai mendukung pembebasan Victor Yeimo dari jeratan hukum.

“Desak bersama agar proses persidangan dihentikan karena dia ditahan dengan isu rasisme yang kemudian didakwa dengan berbagai pasal makar dan lain-lain,” bebernya sembari menyatakan, Victor Yeimo memperjuangkan martabat rakyat Papua untuk bebas dari penjajahan dan penindasan.

Pewarta: Agus Pabika
Editor: Markus You

Terkini

Populer Minggu Ini:

20 Tahun Menanti, Suku Moi Siap Rebut Kursi Wali Kota Sorong

0
"Kami ingin membangun kota Sorong dalam bingkai semangat kebersamaan, sebab daerah ini multietnik dan agama. Kini saatnya kami suku Moi bertarung dalam proses pemilihan wali kota Sorong," ujar Silas Ongge Kalami.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.