Mahasiswa: Referendum adalah Solusi untuk Menyelesaikan Pelanggaran HAM di Papua

0
1276

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Mahasiswa Papua Bersama Rakyat Minahasa  gelar mimbar bebas memperingati hari HAM Sedunia. Mereka meminta pemerintah Indonesia selesaikan pelanggaran HAM di Tanah Papua sejak Tahun 1961 sampai 2021.

Masa aksi Ikatan Mahasiswa Indonesia Papua (IMIPA), Dewan Perwakilan Wilayah  Aliansi Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua se-Indonesia  (DPW-AMPTPI), Front Rakyat Indonesia For West Papua (FRI-WP),  Pembebasan Minahasa dan Cakrawala Muda Kerakyatan (CMK) Manado Sulawesi Utara menggelar aksi mimbar bebas di bundaran Sero Point 45 berjalan aman dan lancar.

Anselmus Chambu, salah satu mahasiswa Papua dan juga kolap aksi itu mengatakan, penderitaan rakyat Papua andaikan neraka, maka  referendum adalah solusi.

“Agar rakyat Papua terbebas dari penderitaan, hanya satu solusi. yaitu Referendum sebagai solusi demokratis rakyat Papua,” kata Chambu dalam rilis pers yang diterima wartawan suarapapua.com, Jumat, (10/12/2021).

Sementara itu, Maicel Giban menambahkan,rakyat Papua terus menjadi korban akibat penyalahgunaan wewenang militer, pengungsian Rakyat Papua terpencar kemana-mana dan kenyamanan masyarakat tidak terjamin Negara.

ads
Baca Juga:  Polri akan Rekrut 10 Ribu Orang untuk Ditugaskan di Tanah Papua

“Pengungsian di Kabupaten Ndugama, Intan Jaya, Puncak Jaya, Puncak Papua, Maibrat, Pegunungan Bintang dan Yahukimo Dan persoalan HAM yang terjadi di Papua dan Indonesia, oleh karena itu, negara harus bertanggung jawab atas semua pelanggaran Ham Berat,” katanya.

Selain itu, Jhonzon, Ketua Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WP) mengatakan demi keutuhan negara republik Indonesia pemerintah membangun rasa nasionalisme terhadap rakyat yang terlalu sempit dengan pernyataan NKRI harga mati.

“NKRI Harga Mati, Harga Mati tapi membuat rakyatnya setengah mati. Karena Nasinalismenya terlalu sempit maka rakyat meminta kebebasan, kesejahteraan malah dibungkam, dipukul, diculik bahkan dibunuh,” tegasnya.

Ari, Ketua Cakrawala Muda Kerakyatan (CMK) mengatakan, pelanggaran HAM itu berawal dari tahun 1961, dimana di komandoi Presiden RI. Ir. Soekarno, sejak itulah Bangsa Papua jatu kedalam kejahatan kemanusiaan.

“Tak hanya itu, tapi Ali Murtopo yang mengatakan, ia tidak butuh orang Papua. ia hanya butuh Emas yang ada di papua,” tegasnya.

Baca Juga:  Empat Terdakwa Pembunuhan Bebari dan Wandik Dibebaskan, Wujud Impunitas

Elmau Mosip Ketua AMPTPI Wilayah Indonesia tengah mengatakan, banyak kasus pelanggaran HAM berat di Tanah papua belum di selesaikan Negara diantaranya Biak Berdara 06 Juli 1998, Wasior berdara 13 Juni 2001, Merauke berdara 02 Desember 2001, Wamena berdara 04 April 2003, UNCEN berdara 16 Maret 2006, Paniai berdara 08 Desember 2014 dan Deiyai Berdara 01 Agustus 2017.

“Sampai dengan hari ini West Papua secara keseluruhan terjadi krisis kemanusian secara terus menerus yang dilakukan oleh militer Indonesia,” katanya.

Berdasarkan rentetan peristiwa kekerasan dan kejahatan kemanusiaan terhadap orang Papua maka Rakyat Papua di Sulawesi Utara bersama Rakyat Indonesi For West Papua dengan tegas menyatakan sikap:

  1. Segera tarik militer organik dan non-organik dari atas teritori West Papua serta TIN/POLRI stop operasi militer di Kabupaten Ndugama, Intan Jaya, Puncak Jaya, Puncak Papua, Maibrat, Pegunungan Bintang dan Yahukimo
  2. Tolak Otsus Jilid II dan Tolak Daerah Otonomi Baru (DOB) di seluruh Tanah Air West Papua
  3. Tolak semua pembangunan Kodim dan Korem di Tanah Papua
  4. Tutup PT. Freeport dan Tolak semua Industrialisasi di seluruh Tanah Air West Papua
  5. Kami mendukung Seruan 194 Pastor se-tanah Papua yang mana menyeruhkan kepada PBB untuk intervensi ke West Papua terkait penyelesaian pelanggaran HAM di tanah Papua.
  6. Indonesia segera membuka akses Jurnalis Internasional, Nasional dan Lokal untuk masuk ke West Papua
  7. Segera membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu terhadap rakyat Papua
  8. Jika negara tidak bisa menyelesaikan semua kasus pelanggaran HAM berat dari Tahun 1961-2021 maka solusinya Negara harus menerima tuntutan rakyat Papua yaitu, Referendum sebagai solusi demokratis.
Baca Juga:  Kapendam Cenderawasih: Potongan Video Masih Ditelusuri

Pewarta : Atamus Kepno

Editor : Arnold Belau

Artikel sebelumnyaImparsial: Operasi Militer di Papua Ilegal
Artikel berikutnyaRWP dan Rakyat Indonesia di Sulut Desak PT Freeport Ditutup