JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Rakyat West Papua (RWP) bersama Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WP) di Sulawesi Utara, mendesak negara Indonesia agar berhenti melakukan segala bentuk pemenjaraan, diskriminasi rasial terhadap rakyat West Papua, dan mengeruk sumber daya alam (SDA) di Tanah Papua.
Dalam siaran pers yang dikirim ke Suara Papua, RWP dan FRI-WP saat aksi perayaan hari HAM internasional ke-73 di kota Manado, Jumat (10/12/2021), mengungkapkan bahwa sejak deklarasi kemerdekaan bangsa West Papua pada 1 Desember 1961, bangsa West Papua hanya merasakan kemerdekaan selama 18 hari. Memasuki hari berikutnya, pada 19 Desember 1961, kemerdekaan itu dianeksasi oleh presiden Republik Indonesia.
Kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) melalui kekuatan militer terhadap rakyat Papua di teritorial West Papua dengan melancarkan serangan operasi militer secara terorganisir dan masif sejak tahun 1961 sampai 2021, merupakan luka membusuk yang terus dikenang oleh orang asli Papua.
Karena itu, kedua solidaritas mendesak agar PT Freeport Indonesia segera ditutup.
Berdasarkan rentetan peristiwa kekerasan dan kejahatan kemanusiaan terhadap orang Papua, maka RWP bersama FRI-WP di Sulawei Utara dengan tegas menyatakan sikap, sebagai berikut:
Pertama, segera tarik militer organik dan non-organik dari atas teritori West Papua serta TIN/Polri stop operasi militer di kabupaten Nduga, Intan Jaya, Puncak Jaya, Puncak Papua, Maybrat, Kiwirok Pegunungan Bintang, dan Suru-Suru Yahukimo.
Kedua, tolak Otsus Jilid II dan tolak pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB) di seluruh tanah air West Papua.
Ketiga, tolak semua pembangunan Korem, Kodim dan Koramil serta Polres dan Polsek di seluruh Tanah Papua.
Keempat, tutup PT Freeport dan tolak semua industrialisasi di seluruh tanah air West Papua.
Kelima, kami mendukung seruan 194 Pastor se-Tanah Papua yang menyerukan kepada PBB untuk intervensi ke West Papua terkait penyelesaian berbagai kasus pelanggaran HAM selama ini.
Keenam, Indonesia segera membuka akses jurnalis internasional, nasional dan lokal untuk masuk ke Tanah Papua.
Ketujuh, negara membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu terhadap rakyat West Papua.
Kedelapan, jika negara Indonesia tidak mampu menyelesaikan semua kasus pelanggaran HAM berat sejak 1961 – 2021, maka solusinya adalah negara harus menerima tuntutan rakyat West Papua yaitu referendum sebagai solusi demokratis.
Pewarta: Yance Agapa
Editor: Arnold Belau