Praperadilan Pemohon Ditolak, Hakim Terkesan Melindungi Kesalahan Prosedur yang Dilakukan Kapolda Papua

0
1062

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Hakim menolak praperadilan Pemohon kepada Kapolda Papua sebagai termohon dalam sidang putusan Praperadilan yang digelar pada Senin (13/12/2021) di PN Abepura, Kota Jayapura, Papua.

Gustaf Kawer, S.H., M.Si, penasehat hukum Pemohon usai mendengar sidang putusan tersebut menegaskan, putusan tersebut terkesan melingungi termohon.

Ia menjelaskan, persidangan Praperadilan dengan Agenda Pembacaan Putusan yang seharusnya dibacakan pada pukul 17.30 WIT. Sebelumnya sidang putusan diagendakan untuk digelar pada pukul 14.00 WIT.

“Tadi mengalami penundaan hingga Jam 17.30 WIT karena Hakim Tunggal yang memeriksa perkara ini belum mempersiapkan Putusan Praperadilannya. Jam 17.30 WIT Hakim Tunggal Pemeriksa Perkara Praperadilan Thobias Begian, S.H., M.H baru memasuki ruang sidang diikuti dengan Kuasa Hukum Pemohon Anelis Demotokay dan Kuasa Hukum Kapolda Papua,” jelasnya.

Pendapat dan Pertimbangan Hakim

ads

Hakim Tunggal dalam pembacaan putusannya memulai pertimbangannya dengan mempertimbangkan Eksepsi Termohon (Kapolda Papua) yang mengatakan Gugatan Pemohon Kurang Pihak (Plurium Litis Concortium). Karena tidak menarik Kepala Kejaksaan Tinggi sebagai Pihak Termohon.

Baca Juga:  Masyarakat Tolak Pj Bupati Tambrauw Maju Dalam Pilkada 2024

“Hakim berpendapat alasan termohon tidak berdasar hukum. Karena telah tepat. Permohonan Pemohon diajukan kepada Kapolda Papua karena yang melaksanakan penyidikan adalah Kapolda Papua. Hakim sependapat dengan pendapat Kuasa Hukum Pemohon yang menyatakan apabila Permohonan Pemohon diajukan dengan menarik Kepala Kejaksaan Tinggi Papua justru menyebabkan Permohonan Error In Persona atau salah subyek yang digugat, jelasnya.

Selanjutnya, lanjut dia, Hakim Tunggal dalam perkara ini mempertimbangkan Pokok Perkara dimana dalil Pemohon dalam Permohonan Praperadilan Pemohon menyatakan Tindakan Termohon dalam menerbitkan Surat Penghentian Penyidikan Nomor : S.Tap/92.01/X/RES.1.9./2021/Ditreskrimum tertanggal 01 Oktober 2021.

Namun, dalam pertimbangan Hakim ini sangat kontra dengan pertimbangan dari awal yang menyatakan kewenangan penyidikan adalah tugas kepolisian bukan tugas kejaksaan.

“Hakim justru mempertimbangan pengemmbalian berkas dari Jaksa kepada Kepolisian sebanyak empat kali diikuti dengan penghentian penyidikan dari Kepolisian telah sesuai dengan prosedur karena Kejaksaan mempunyai kewenangan untuk menyatakan perkara tidak cukup bukti dan untuk kepastian hukum dapat dihentikan,” terangnya.

Baca Juga:  Panglima TNI Didesak Tangkap dan Adili Prajurit Pelaku Penyiksa Warga Sipil Papua

Hakim Tunggal dalam pertimbangannya juga mengakui bahwa prosedur pemeriksaan awal terhadap laporan pemohon telah sesuai dengan prosedur mulai dengan pemeriksaan saksi-saksi, bukti surat, puslabfor, ahli, hingga penetapan tersangka atas nama PUSPO ADI CAHYONO, S.H.,M.Kn dan MARTHINUS SAMUEL DARINYA.

Namun Hakim juga dalam pertimbangannya yang terkesan berpihak pada termohon dan membenarkan Penghentian Penyidikan karena petunjuk kurangnya bukti oleh Kejaksaan Tinggi Papua telah sesuai ketentuan hukum acara yang berlaku. Lagi pula menurut hakim penghentian penyidikan perkara ini tidak dapat dimaknai “NEBIS IN IDEM” perkara ini telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

“Namun menurut hakim kasus ini dapat dibuka kembali jika ada bukti yang cukup untuk proses hukum lanjut ke Pengadilan,” katanya.

Putusan Hakim

Hakim Tunggal atas nama Thobias Begian, S.H, M.H, memutuskan Menolak Eksepsi Termohon dan Dalam Pokok Perkara menolak Permohonan Pemohon serta Menghukum Pemohon Untuk Membayar Biaya Perkara yang timbul dalam Perkara ini.

Baca Juga:  Perda Pengakuan dan Perlindungan MHA di PBD Belum Diterapkan

Terhadap Putusan ini, lanjut Kawer, pihaknya berpendapat Hakim Tunggal yang memeriksa perkara ini yang adalah Putera Asli Papua belum ada keberanian berpihak pada Pemohon yang adalah Seorang Ibu Asli Papua yang menggugat dengan Bukti-Bukti dan dasar hukum yang mendukung dalil-dalilnya dan sangat sulit Papua berubah dalam penegakan hukum.

Jika Putera Asli Papua yang terlibat sebagai penegak hukum justru tampil berpihak pada mereka yang mempunyai kekuasaan dan kekuatan sebagai aparat penegak hukum untuk melakukan diskriminasi hukum bagi rakyat kecil seperti Pemohon Prinsipal.

“Penolakan Praperadilan ini jelas menempatkan Hakim berkontribusi dalam mendukung termohon yang secara nyata-nyata menunjukkan ketidak patuhan akan kepastian hukum, padahal termohon sebagai aparat penyidik kepolisian Republik Indonesia harus memberi contoh kepastian hukum kepada para pemohon dan warga masyarakat lainnya,” tegasnya.

Pewarta: Arnold Belau

Artikel sebelumnyaLagu Baru: Black Lives Matter In West Papua
Artikel berikutnyaBenahi SDM Papua, Aloysius Giyai Tawarkan 10 Kebijakan Ini Ke Bappenas