NABIRE, SUARAPAPUA.com — Dewan Adat Wilayah (DAW) Meepago menyatakan negara gagal total dalam menuntaskan kasus Paniai Berdarah, 8 Desember 2014.
“Rakyat Papua sudah lama tidak percaya pemerintah dalam menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat, karena sudah terbiasa janji akan menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat, tetapi tidak pernah ada upaya penyelesaian,” kata Oktovianus Marko Pekei, ketua DAW Meepago, saat diwawancarai suarapapua.com, Jumat (17/12/2021).
Menurutnya, tim investigasi Komnas HAM ataupun dari aparat pemerintah pun memberi kesan yang sama. Produk hukum dalam kerangka Otsus selama 21 tahun tidak pernah dirumuskan dan ditetapkan.
“Ini menjadi fakta yang menyebabkan munculnya mosi tidak percaya rakyat kepada pemerintah. Sama halnya kasus Paniai berdarah. Kasus ini sudah lama diinvestigasi dan ditetapkan Komnas HAM sebagai kasus pelanggaran HAM berat, namun lamban penyelesaiannya,” tutur Marko.
Lantaran niat pemerintah yang lamban penanganan, kata Pekei, rakyat tidak percaya pemerintah.
“Bukan hanya kasus Paniai saja, tetapi juga beberapa kasus besar lainnya, seperti kasus Wasior berdarah, Biak berdarah, Abepura berdarah, Deiyai berdarah, Wamena berdarah,” jelasnya.
Dalam menyelesaikan kasus Paniai berdarah, ia ingatkan pemerintah Indonesia mengutamakan keadilan bagi keluarga korban.
Terpisah, Andi Yeimo, keluarga korban dari Yulius Yeimo, menyatakan, rakyat Papua di Paniai menolak segala bentuk tawaran dari negara dengan dalil menuntaskan kasus Paniai berdarah.
“Selama ini Indonesia tidak pernah tuntaskan berbagai kasus pelanggaran HAM berat di Papua, terlebih khusus kasus Paniai berdarah. Maka, kami masyarakat Paniai dan keluarga korban sangat berharap kunjungan Komisi Tinggi HAM PBB ke West Papua untuk langsung lihat langsung bukti dan fakta di lapangan Karel Gobay, lokasi penembakan” ujarnya.
Pewarta: Yance Agapa
Editor: Arnold Belau