SORONG, SUARAPAPUA.com — Enam tesangka dalam kasus penyerangan pos TNI Kisor, Maybrat dipindahkan ke Makassar. Pemindahan tersebut diklaim berdasarkan Surat Putusan Ketua Mahkamah Agung RI atas Surat Permintaan Kepala Kejaksaan Tinggi Papua Barat yang salah satu isinya meminta agar keenam tersangka dipindahkan ke Makassar.
Pengadilan Negeri Sorong, melalui Humasnya, Fransiskus Babthista menjelaskan, pemindahan 6 orang tersangka dan seluruh rangkaian pengadilan dipindahkan ke Makassar diatur dalam Kitab Undang – undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pasal 85.
Selain pasal 85 KUHAP yang menjamin pemidahan tersangka, Fransiskus juga mengatakan pemindahan itu berdasarkan fatwa Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia, nomor: 252/KMA/SK/XII/2021. Pemindahana itu juga merujuk pada pada surat permohonan dari Kejaksaan Tinggi Papua Barat yang ditujukan kepada ketua Mahkamah Agung, terkait pemindahan lokasi sidang.
“PN Memindahkan mereka ke Makassar karena dua alasan itu. Dan memang benar enam tersangka Kisor telah di pindahkan lokasi sidangnya di Makassar. Itu upaya PN Sorong menindaklanjuti fatwa MA . Kami di PN Sorong hanya melaksanakan suarat permintaan dari Penuntut Umum [Kejaksaan Tinggi Papua Barat] nomor: B- 1005/R.2/Eoh.1/10/2021, tentang permohonan pengalihan tempat persidangan,” ungkapnya pada 6 Desember kemarin seperti dilansir beritaaktual.com.
Seperti dikutip media ini dari tibun.papuabarat.com, Asisten Intelijen (Asintel) Kejaksaan Tinggi Papua Barat Rudi Hartono mengatakan Pemindaan enam tersangka penyerangan pos ramil Kisor karena alasan keamanan.
“Selain alasan keamanan pemindahan ini juga bertujuan agar terhindar dari segala bentuk intervensi dari luar,” ujar Rudi.
Tanggapan PH Enam Tersangka
Leonardo Ijie, salah satu Penasehat Hukum (PH) enam tersangka dari LBH Kaki Abu Sorong mengatakan, pihaknya sudah menyurati MA RI untuk pertanyakan alasan pemindahan enam kliennya. Karena menurutnya alasan pemindahan enam kliennya tidak masuk akal dan tidak sesuai prosedur hukum.
Pihaknya menilai, pemindahan enam kliennya ke Makassar merupakan bukti ketakutan dari aparat penegak hukum di Papua Barat.
“Kami merasa alasan pemindahaan enam klien kami tidak berdasar. Kami merasa bahwa pemindahan klien kami ke Makassar karena aparat penegak hukum takut dan sudah kehilangan akal sehat.
Kata dia, pemidahan enam kliennya tersebut merupakan bentuk ungkapan kekalahan dari PN Sorong dan Kejaksaan di Papua BArat.
“Kami menilai kalian [PN dan Kejaksaan] kalah. Karena setiap perkataan yang berkaitan dengan orang Papua, kalian pasti kalah dan pemindahan ini menunjukkan kalian takut kepada kami. Kami telah menyurati Mahkamah Agung (MA) terkait pemindaan enam tersangka secara sepihak,” katanya.
Dia mengaku tidak mendapat pemberitahuan dan penjelasan dari Kejaksaan maupun Pengadilan Negeri Sorong ke Makassar.
Kejaksaan dan pengadilan pun tidak memberikan penjelasan terkait dengan pemindahan keenam klien kami. Kami minta ada keadilan dan transparan dalam penegakaan hukum yang berkaitan dengan orang asli Papua,” tegasnya.
Hal senada juga disampaikan Fernando Ginuni, Direktur LBH Kaki Abu.
“Ini bukti ketakutan dari Polres Sorong Selatan, Pengadilan dan Kejaksaan Sorong karena saksi yang sama dari anak LK akan di pakai keterangannya untuk keenam tersangka yang sudah di pindahkan ke Makasar,” kata Nando.
Ginuni meminta Penggadilan dan Kejaksaan menjelaskan apa yang ditakuti sehingga tersangka di pindahkan tanpa pengetahuan keluarga maupun pihak kuasa hukum.
“Siapa yang mengancam hakim dan jaksa penuntut umum? Harus di jelaskan kalian takut siapa? kita bisa melihat sendiri majelis hakim yang menjadi pimpinan sidang enam tersangka pulang dengan motor tanpa penggawalan dari satupun pihak Kepolisan tanpa adanya ancaman. trus yang di takutkan? Sampai keenam tersangka bisa pindahkan ke Makasar,” ujar Fernando Ginuni.
Pewarta: Reiner Brabar
Editor: Arnold Belau