LMA Malamoi Gencar Sosialisasi Perda dan Perbup Tentang Masyarakat Adat

0
1657

SORONG,SUARAPAPUA.com—Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Malamoi  tidak hentinya mengsosialisakan  Peraturan Daerah (Perda) nomor 10 tahun 2017 tentang  Pengakuan dan Perlindungan   Masyarakat Hukum Adat (PPMHA) Moi dan Peraturan Bupati (Perbub) Sorong nomor 6 tahun 2020 tentang Pedoman Pengakuan dan Penetapan Keberadaan dan Hak Masyarakat Hukum Adat  (PPPKH MHA) Moi atas tanah dan hutan di Kabupaten Sorong.

“Wilayah adat  Malamoi  dimiliki oleh delapan sub suku yaitu Kelim, Sigin, Abun Taat, Abun Ji, Klabra, Salkhma, Lemas dan Maya dengan wilayah administratif yang berbeda,” ungkap Silas Kalami, Ketua LMA Malamoi saat melaksanakan sosialisasi di kantor kampung Klawan, distrik Klamono, Kabupaten Sorong, Selasa (11/1/2022).

Baca Juga:  Akomodir Aspirasi OAP Melalui John NR Gobai, Jokowi Revisi PP 96/2021

Dia mendetailkan, wilayah adat Kelim terdiri dari wilayah di distrik Mega, Klaso, Selemekai, saingkeduk, Makbon, Klaili, Aimas, Sorong, Mariat, Mayamuk, Klamono, Kiasaafet dan Sayosa. Wilyah adat Sigin terdiri dari wilayah  Seigun, Sigin, Salawati.

Lanjut Silas, wilahyah adat Abun Taa di distrik Maudus, Sunook. Wilayah adat Abun Ji di distrik Saingkeduk. Wilayah adat Klabra di distrik Beraur, Klabot, Botain, Bagun, Hobart, Konhir, Klawak dan Buk.

Kemudian, wilayah adat Salkhma di distrik Sayosa Timur, Wemak. Wilayah adat Lemas di distrik  Seget. Wilayah adat Maya di distrik Salawati Selatan dan Salawati Tengah.

ads

Menurutnya, sosialisasi Perda No 10 tahun 2017 dan Perbub No 6 tahun 2020 sangat penting  dan wajib sosialisasi agar masyarakat adat suku Moi mengerti dan memahami dengan baik.

Baca Juga:  Pilot Selandia Baru Mengaku Terancam Dibom Militer Indonesia

“Negara telah mengakui keberadaan suku Moi melalui Perda No 10/2017 dan Perbub No 6/2020. Tugas kita masyarakat adat suku Moi adalah menjaga dan melindungi tanah dan hutan adat yang maih tertinggal saat iniMenurut Silas Kalami, sejak di tetapkannya peraturan daerah tersebut  LMA Malamoi terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat adat suku Moi,” jelasnya.

Lebih lanjut, dia mempertegaskan kepada masyarakat agar tidak lagi menjual tanah-tanah adat mereka kepada pihak manapun.

“Tanah ini hak komunal. Masyarakat stop jual tanah, sebaiknya di kontrakan saja bersadasarkan kesepakatan bersama, sehingga ketika masa kontrak berakhir tanah tersebut dengan sendirinya dapat dikembalikan kepada pemilik hak ulayat,” tegas Kalami.

Baca Juga:  Aksi di Dua Tempat, Pleno Suara Kabupaten Tambrauw Sempat Ricuh

Senada dengan itu, Oktofianus Kolin, kelapa distrik Klamono mengatakan masyarakat adat suku Moi sangat perlu untuk memahami isi dan maksud dari perda no 10 tahun 2017 dan perbub no 6 tahun 2020.

“Hal ini sangat penting. Masyarakat suku Moi harus paham dan mengerti sehingga masyarakat juga mengatahui hak-hak dalam menentukan pembangunan kedepan tanpa melanggar aturan-aturan adat yang telah ditetapkan dalam perda maupun perbub,” kata Kadistrik Klamono.

 

Pewarta: Reiner Brabar
Editor: Arnold Belau

Artikel sebelumnyaPemkab Jayawijaya, Nduga dan Lanny Jaya Nyatakan Siap Bertanggungjawab Atas Perang Suku di Wamena
Artikel berikutnyaBantuan Logistik Bencana Kemensos akan Diserahkan Gubernur Enembe