Oleh: John NR Gobai)*
)* Ketua Kelompok Khusus (Poksus) DPRP
Standar ganda pemekaran daerah otonomi baru (DOB) di Tanah Papua terlihat dalam Pasal 76 ayat 3 dan 4 Undang-undang nomor 2 tahun 2021 serta Pasal 92 dan Pasal 93 Peraturan Pemerintah nomor 106 tahun 2021.
Pasal 92 mengatur pemekaran yang diusulkan daerah mengacu Undang-undang pemerintahan daerah. Pasal 93 mengatur pemekaran oleh pusat tanpa mengacu pada Undang-undang pemerintahan daerah.
Abaikan Status Khusus Papua
Lalu, apa artinya Pasal 18B ayat 1 yang menyebut Negara mengakui dan menghormati kesatuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus dan istimewa yang diatur dengan peraturan perundang-undangan, dan Pasal 4 ayat 2 Undang-undang nomor 21 tahun 2001 yang mengatur kewenangan yang menyebutkan provinsi Papua diberikan kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan kecuali lima aspek yang merupakan kewenangan absolut pemerintah.
Artinya, pemerintah pusat harusnya tidak mengabaikan pengaturan khusus di atas.
Sehingga, pemekaran harusnya hanya boleh dilakukan berdasarkan usulan daerah dengan pertimbangan MRP dan DPRP, bukan dengan usulan dari pemerintah dan DPR RI.
Usulan daerah harusnya awalnya dilakukan dengan dibuat grand design pemekaran. Direncanakan sendiri oleh orang Papua dengan membuat naskah akademik, didiskusikan, dikonsultasikan terbuka, bukan oleh Jakarta dan sekelompok orang Papua bersama akademisi di Jawa.
Pemekaran akan baik jika direncanakan secara baik, terencana dan berkesinambungan. Karena itu, saya katakan perlunya grand design pemekaran di Papua. Hal ini penting agar aspirasi pemekaran tidak dilihat dengan pandangan yang tidak tepat, tetapi dilihat sebagai sebuah kebutuhan daerah.
Perlunya Grand Design Pemekaran dan Daerah Persiapan
Pemekaran diperlukan adanya grand design dalam program pemekaran daerah (Properda) dengan melakukan musyawarah rencana di semua kabupaten dan wilayah adat yang akan diplot, sehingga dalam beberapa tahun sebelumnya dapat disiapkan sebagai pengembangan kawasan terpadu.
Pengembangan kawasan terpadu dibiayai oleh pemerintah dan pemerintah provinsi, yaitu perkantoran, penyiapan lapangan terbang, pelabuhan perintis yang diikuti dengan penyiapan pesawat terbang dan kapal perintis (pembelian pesawat yang ditempatkan di beberapa titik, seperti Nabire, Timika, Keerom, Biak, Jayapura dan Merauke untuk menekan ongkos transportasi ke daerah pemekaran).
Hal ini penting karena sekarang ongkos transportasi ke daerah pemekaran sangat mahal. Karena dengan kondisi ongkos yang mahal itu, selama biaya pembangunan akan banyak terserap dalam biaya transportasi.
Penyiapan sarana transportasi penting agar daerah-daerah dapat dijangkau dengan pesawat dan kapal, karena selama ini banyak daerah tidak terjangkau, seperti: Di Mimika; Potowaiburu, Jila; Dumadama di Paniai, Yamor diantara Kaimana dan Nabire, Kirihi dan lembah Roufer di Waropen.
Kapal dan pesawat dibeli oleh Pemprov secara leasing dan selanjutnya cicilan diselesaikan oleh kabupaten pengguna, hasilnya pun dibagi merata. Hal ini penting untuk mendekatkan rentang kendali pemerintahan dan pelayanan masyarakat.
Dalam rangka persiapan pemekaran perlu dipikirkan lebih awal oleh pemerintah induk adalah penyiapan kawasan terpadu dikepalai oleh seorang Pembantu Bupati dan Pembantu Gubernur setingkat asisten yang bertanggungjawab kepada Bupati dan Gubernur.
Penyiapan kawasan terpadu atau daerah persiapan penting, untuk sebuah kawasan calon kabupaten atau provinsi baru. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi banyaknya kantor perwakilan kabupaten baru yang dibangun di kabupaten induk atau kabupaten di kota besar, sampai-sampai penetapan APBD dan pembahasannya pun dilakukan di kota, bukan ibukota kabupaten, atau kantor pemerintah digunakan ruko-ruko. Hal sangat penting agar pelayanan pemerintahan dapat dilakukan secara maksimal.
Daerah yang baru dari segi kewilayahan, dengan adanya grand design pemekaran, sebuah daerah baru telah disiapkan wilayahnya dengan kabupaten-kabupaten tetangganya agar dipastikan tapal batas kabupatennya, sehingga di kemudian hari tidak terjadi konflik tapal batas antar kabupaten, serta tidak terjadi saling klaim dan pencaplokan wilayah yang dilakukan antar kabupaten yang bertetangga. Seperti yang pernah terjadi antara Mimika dan Paniai, Yahukimo dan Asmat, Keerom dan Pegunungan Bintang.
Ada beberapa kabupaten yang sampai saat ini tidak jelas seperti tapal batasnya yaitu Paniai dan Nabire, Deiyai dan Dogiyai, Deiyai dan Paniai, Waropen dan Nabire, Tolikara dan sekitarnya, Jayawijaya. Namun ada gagasan dalam masyarakat dari kabupaten-kabupaten ini sedang berupaya akan memekarkan wilayah ini, sehingga hal ini penyiapan wilayah dengan penentuan batas atau disebutkan tapal batas sebagai wilayah sebagai bagian dari grand design pemekaran.
Dari sisi lain perlu grand design pemekaran membuat RTRW yang memberikan tempat bagi tempat-tempat sakral sebagai bentuk penghormatan kepada alam sekitar, karena terkadang kehadiran kabupaten baru menggusur tempat-tempat sakral di wilayah kabupaten baru. Daerah-daerah yang perlu perlindungan tidak perlu dibongkar. Di tempat demikian dijadikan sebagai daerah khusus yang perlu dilindungi dan tidak perlu ada wilayah kabupaten.
Dalam grand design yang perlu disiapkan juga adalah regulasi-regulasi tentang perlindungan hak masyarakat adat terkait tanah dan SDA, pemberdayaan ekonomi OAP, perlindungan buruh, perlindungan dan pengembangan pengusaha OAP, pengembangan SDM OAP, penguatan lembaga pelopor pendidikan, dan pedoman penanganan konflik sosial.
Juga pembatasan transmigrasi spontan dalam membatasi masuknya penduduk non asli serta disiapkan pedoman pengelolaan pemerintahan yang bersih dan berwibawa, disiapkan pembangunan perkantoran, lembaga pendidikan, unit kementerian, sarana air bersih, penyediaan listrik, bandara, dan lain sebagainya.
Diperlukan juga adanya pembicaraan dengan seluruh masyarakat baik yang pro dan kontra pemekaran.
Pemekaran penting, namun perlu direncanakan secara baik disusun dalam kerangka grand design pemekaran yang benar-benar dibuat bersama oleh masyarakat dan pemerintah daerah, sehingga penting dilakukan secara baik oleh pemerintah pusat untuk provinsi dan pemekaran kabupaten dilakukan oleh pemerintah provinsi.
Dalam kaitan dengan pemekaran di Tanah Papua, saya sadar bagi mereka yang sedang berjuang pemekaran pasti tidak dapat menerima usul ini. Namun sebagai orang yang biasa melihat adanya masalah tapal batas yang tidak pernah tuntas, adanya pencaplokan wilayah oleh wilayah tetangga dan masyarakat di Nabire, Timika, Sentani, susah untuk pulang karena tak ada pesawat, tingginya harga tiket, pelayanan pemerintahan yang kurang baik, hak masyarakat adat yang kadang terabaikan dalam kaitan dengan investasi, pelanggaran HAM bagi masyarakat Papua, dan juga kekerasan yang dialami oleh orang Papua.
Saya perlu mengusulkan agar pemerintah perlu membuat grand design pemekaran, sehingga pemekaran dilakukan benar-benar direncanakan secara baik dan bersama dengan masyarakat disiapkan sarana dan prasarananya.
Penutup
Pemekaran saat ini merupakan satu ending dari kasus rasisme yang menimpa orang Papua pada pertengahan tahun 2019. Kemudian, secara sistematis dibuat standar ganda pemekaran, dibuat sengaja dengan motifnya politik, ekonomi untuk melayani kepentingan politik dan ekonomi, bukan semata-mata pembangunan. (*)