Ribuan Massa Aksi di Wamena Tolak Pemekaran DOB

0
924

WAMENA, SUARAPAPUA.com — Penolakan pemberlakuan kebijakan pemerintah Republik Indonesia mekarkan beberapa provinsi baru dan sejumlah aspirasi rakyat Papua disampaikan dalam aksi damai di halaman kantor DPRD kabupaten Jayawijaya, Kamis (10/3/2022) siang.

Dalam aksi damai yang dihadiri ribuan orang, Dano Tabuni, penanggungjawab aksi penolakan pemekaran daerah otonom baru (DOB), menyatakan, pemerintah Indonesia ada tidak untuk menyelamatkan rakyat Papua yang tersisa.

Hal itu menurutnya terbukti dari berbagai kebijakan pemerintah yang tidak pernah sesuai harapan dan kerinduan rakyat Papua. Parahnya, kata Dano, kebijakan diambil tanpa mau mendengar aspirasi rakyat Papua dan pemerintah terkesan memaksa kehendak politik semata.

“Otsus jilid dua dan pemekaran provinsi baru bukan keinginan rakyat Papua. Kebijakan tersebut bukan solusi untuk menjawab berbagai persoalan di Tanah Papua, tetapi justru akan menambah malapetaka bagi rakyat Papua,” tegasnya dalam orasi di halaman kantor DPRD Jayawijaya, Jln. Yos Sudarso, distrik Wamena, kabupaten Jayawijaya.

Tujuan aksi ini, jelas Dano, hendak menyampaikan membawa satu harapan rakyat agar tidak ada pemekaran di wilayah adat Laapago dan segera buka ruang demokrasi.

ads

Karena itu, rakyat minta kepada pemerintah pusat untuk segera membatalkan pertemuan Kemendagri bersama para bupati se-Pegunungan Tengah Papua membahas rencana pemekaran DOB di wilayah adat Laapago pada tanggal 11 Maret 2022 di Jakarta.

“Kami mengutuk keras elit politik se-Pegunungan Tengah Papua. Kami memberikan mosi tidak percaya kepada bupati Jayawijaya, bupati Yahukimo, bupati Lanny Jaya, bupati Tolikara, bupati Pegunungan Bintang, bupati Mamberamo Tengah, bupati Puncak Jaya, bupati Nduga, dan pelaksana tugas bupati Yalimo,” Dano membacakan pernyataan sikap sekira Pukul 14.39 WP.

Dano menilai para bupati tidak peduli aspirasi rakyat, yang artinya tidak sayang rakyatnya. Justru lebih utamakan kekuasaan semu.

Baca Juga:  PTFI Bina Pengusaha Muda Papua Melalui Papuan Bridge Program

“Rakyat sudah tolak semuanya. Pemekaran provinsi bukan hal yang mendesak. Rakyat Papua dengan tegas menyatakan menolak adanya pemekaran DOB di wilayah adat Laapago. Orang Papua butuh hidup damai di negerinya. Hentikan pemekaran di Tanah Papua,” ujarnya.

Dano menegaskan, pemekaran provinsi baru tidak bisa dibahas secara sepihak seperti kebijakan Otsus.

“Di Tanah Papa ini ada rakyatnya. Hargailah kami pemilik negeri leluhur ini. Hentikan tindakan semena-mena dengan membuat kebijakan yang merugikan rakyat Papua.”

Pemerintah diingatkan untuk tidak melanjutkan kegagalannya mengatasi persoalan mendasar. Kegagalan itu berawal dari sejarah politik masa lalu semenjak Papua dianeksasi tahun 1962 dan berlanjut dengan pelaksanaan PEPERA tahun 1969 yang dianggap tidak demokratis, gagal dan cacat hukum yang tidak sesuai dengan mekanisme hukum internasional (one man one vote).

“Tanah Papua berlumuran darah sejak proses aneksasi hingga sekarang. Berbagai operasi militer terus terjadi hingga mengakibatkan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) selama 60 tahun. Ditambah dengan banyak macam kebijakan pemerintah pusat seperti Otsus yang gagal, tetapi terus dipaksakan oleh negara, kemudian wacana pemekaran DOB yang terus dipaksakan oleh pemerintah pusat bersama elite politik Papua yang haus kekuasaan,” paparnya.

“Kami membutuhkan penyelesaian HAM, bukan pemekaran. Pemekaran membawa rakyat Papua ke genosida, karena pemekaran kabupaten saja telah banyak konflik. Pemerintah fokus membenahi sistem pemerintahan, bukan menambah masalah.”

Tabuni juga menyatakan, rakyat Papua tidak pernah minta pemekaran provinsi baru. Karena itu, pembentukan DOB harus dihentikan alias ditiadakan.

“Jika pemerintah pusat tidak mengindahkan tuntutan rakyat Papua untuk segera hentikan pemekaran, maka kami rakyat Papua akan menutup semua aktivitas kantor pemerintahan di wilayah adat Laapago dan Papua umumnya,” ujar Dano sembari menegaskan aspirasi penolakan tersebut tetap harus dikawal.

Baca Juga:  Suku Abun Gelar RDP Siap Bertarung Dalam Pilkada 2024

Selanjutnya, pemerintah Indonesia didesak segera membuka akses bagi Komisaris Tinggi HAM PBB berkunjung ke West Papua.

“Rakyat siap menyambut kunjungan Komisaris Tinggi HAM PBB ke Tanah Papua.”

Perwakilan masyarakat dari sembilan kabupaten di wilayah Laapago berkesempatan menyampaikan orasinya dalam aksi ini. Termasuk tokoh agama, juga pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dari perguruan tinggi yang ada di Wamena.

Pokok pikiran yang disampaikan pada intinya sama. Mereka dengan tegas menolak pemekaran provinsi baru di Papua dan Papua Barat.

“Kami semua yang hadir di sini tidak akan menerima apapun kebijakan pemerintah kepada kami, termasuk DOB itu,” ujar salah satu orator.

Salah satu tokoh masyarakat bahkan mengumumkan kepada semua massa aksi yang hadir untuk tidak melepaskan tanah adat. Sebab pemekaran hanya sepihak pemerintah pusat bersama beberapa elit birokrat-politisi di Papua.

“Stop berikan tempat bagi orang-orang yang tidak bertanggungjawab seperti pemerintah daerah dan pemerintah Indonesia untuk bangun DOB di kita punya tanah adat ini,” tegasnya.

Tokoh agama menilai pemerintah Indonesia tidak peduli dengan berbagai persoalan yang terjadi di Tanah Papua. Konflik berkepanjangan tidak diselesaikan, rakyat selalu hidup tidak nyaman, dan banyak yang sudah mengungsi tinggalkan rumah, kebun, ternak dan kampung halaman.

“Pemekaran itu untuk siapa? Rakyat yang ada saja sudah mengungsi. Siapa yang nanti akan mengisi posisi pemerintahan dan sektor lain? Pastinya akan didrop dari luar Papua. Datang bawa masalah baru. Kami hari ini butuh hidup yang damai. Sampai sekarang situasi di Nduga, Intan Jaya, Puncak, Puncak Jaya, Tolikara, Maybrat dan daerah lain belum aman. Harus selamatkan daerah, selamatkan umat Tuhan,” pintanya.

Baca Juga:  Warga Tiom Ollo Duduki Kantor Bupati Lanny Jaya Minta Atasi Bencana Longsor

Massa aksi mendesak pemerintah daerah untuk sampaikan ke pemerintah Indonesia bahwa rakyat Papua dengan tegas sudah menolak pembentukan DOB.

Dalam orasinya salah satu orator menyatakan, bukan Otsus maupun pemekaran, rakyat Papua menghendaki solusi terbaik hanya merdeka sebagai salah satu bangsa berdaulat.

Sekira Pukul 14.21 WP dilakukan penandatanganan lembaran pernyataan sikap oleh tokoh adat, tokoh agama, tokoh perempuan, ormas dari sembilan kabupaten, serta  tim fasilitator aksi damai. Selanjutnya diserahkan ke DPRD.

Yustinus Asso, anggota DPRD Jayawijaya yang juga ketua Fraksi Nasdem, mengatakan, setelah mendapat aspirasi rakyat, pihaknya akan bahas di ruang rapat untuk disampaikan ke ketua DPRD dan diserahkan ke pemerintah kabupaten Jayawijaya.

Hasil dari kewenangan Legislatif, kata Asso, akan diumumkan ke publik.

Pantauan media ini, beberapa pamflet dan empat buah spanduk dipajang dalam aksi massa. Di sana tertulis pokok tuntutan yang diusung massa aksi.

“Kami rakyat Lapago menolak pemekaran DOB di Papua dan Papua Barat”.

“Kami rakyat Lapago menolak rencana pertemuan yang akan dilakukan pada tanggal 11 Maret 2022 di Jakarta”.

“Kami menuntut dengan tegas bahwa Indonesia segera membuka akses untuk jurnalis asing dan Komisaris Tinggi HAM PBB ke West Papua”.

“Kami rakyat Lapago Papua yang siap menyambut kunjungan Komisaris Tinggi HAM PBB ke Tanah Papua”.

Aksi massa berakhir tepat Pukul 15.15 WP. Massa aksi membubarkan diri dengan aman setelah sebelumnya ditutup dengan doa berkat oleh Pendeta Letius Logo, S.Th.

Pewarta: Onoy Lokobal
Editor: Markus You

Artikel sebelumnyaCiska Abugau: Negara Harus Jujur Atas Pelanggaran HAM di Papua
Artikel berikutnyaTolak DOB dan Otsus, Rakyat Nyatakan Siap Sambut Komisaris Tinggi HAM PBB