Ciska Abugau: Negara Harus Jujur Atas Pelanggaran HAM di Papua

0
1016

JAKARTA, SUARAPAPUA.com — Majelis Rakyat Papua menegaskan kecurigaan pemerintah Indonesia (negara) yang berlebihan terhadap Orang Asli Papua maka persoalan kekerasan di Papua tidak akan pernah selesai dan kekerasan akan terus berjalan.

Hal tersebut disampaikan Ciska Abugau, Ketua Pokja Perempuan MRP dalam zoom meeting Media Briefing Membedah Polemik Laporan Komisi Tinggi PBB dan Tanggapan Pemerintah Indonesia terhadap situasi kemanusiaan, Demokrasi dan HAM OAP di Papua yang berlangsung pada, Rabu, (9/3/2022) kemarin.

Ciska menegaskan pelanggaran HAM yang terjadi di Papua berlapis-lapis, baik pelanggaran HAM secara fisik (pembunuhan, penembakan) maupun pelanggaran HAM Ekosida di tanah Papua, sejak tahun 1961 hingga saat di era Otsus Papua.

“Dengan momentum laporan PBB meminta tanggapan Indonesia soal kekerasan dan pelanggaran HAM yang terjadi di Papua negara harus jujur sampaikan ke PBB sesui fakta, jangan Kemenlu (negara) putar-putar cari alasan, bagaimana negara menangani persoalan ini, MRP juga sudah mengumpulkan banyak laporan (bukti) terkait pelanggaran HAM yang terjadi terhadap Orang Asli Papua,” kata Ciska.

Baca Juga:  Polda Papua Diminta Evaluasi Penanganan Aksi Demo di Nabire

Ia menegaskan bila kekerasan di tanah Papua tidak di tanggapi dengan serius oleh pemerintah untuk di selesaikan dengan jalan damai yaitu dialog, kekerasan di Papua tidak akan pernah selesai.

ads

“Negara selalu menekan, mengintimidasi dan membatasi ruang demokrasi orang Papua untuk menyampaikan pendapat di muka umum selalu di bungkam. Ditekan terus oleh negara maka suatu saat akan meledak,” tegas Ciska.

Karena, kata mama Ciska, generasi sekarang yang turun di jalan dan pegang senjata di hutan adalah mereka yang orang tuanya jadi korban kekerasan apparat militer di Papua.

Baca Juga:  Kronologis Tertembaknya Dua Anak Oleh Peluru Aparat di Sugapa, Intan Jaya

“Dengan operasi militer di masa lalu seperti Wamena berdarah, Biak Berdarah, Wasior Berdarah, Abepura berdarah dan di era Otsus Paniai berdarah, Nguga, Intan Jaya, Oksibil, Yahukimo, Puncak, Maybrat dimana ribuan orang mengungsi dari tanahnya sendiri dan ini bentuk pelanggaran HAM terhadap masyarakat asli Papua, di mana korban paling banyak dialami oleh perempuan dan anak,” tegasnya.

Sehingga, MRP menegaskan bahwa di era Otsus yang harusnya mensejahterakan masyarakat, kekerasan di 6 tahun terakhir terus meningkat di banding sebelum era Otsus Papua. Dan MRP menegaskan Otsus menambah kekerasan di tanah Papua, apalagi dengan perubahan kedua UU Otsus nomor 2 tahun 2021 yang akan benar-benar mengkebiri hak orang asli Papua di tanahnya sendiri.

Baca Juga:  Kepala Suku Abun Menyampaikan Maaf Atas Pernyataannya yang Menyinggung Intelektual Abun

Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) Provinsi Papua, Timotius Murib mengingatkan kepada pemerintah Indonesia bahwa yang tewas di Papua itu adalah manusia bukan hewan. Hal itu ia sampaikan menyusul banyaknya kasus pelanggaran HAM yang tidak terselesaikan.

Timotius mengatakan, dari 34 provinsi di Indonesia, masyarakat yang tidak mendapatkan kedamaian barangkali Provinsi Papua atau masyarakat asli Papua. Kekerasan yang terjadi pada bidang sipil, politik, ekonomi dan sosial di tanah Papua belum pernah diselesaikan dengan baik.

“Kalau kita berbicara soal pelanggaran HAM di Papua belum pernah diselesaikan secara konstituen oleh negara,” kata Timotius dalam acara Media Briefing yang diadakan oleh lembaga kajian demokrasi Public Virtue Research Institute (PVRI) secara daring, Rabu (9/3).

 

Pewarta: Agus Pabika
Editor : Arnold Belau

Artikel sebelumnyaVideo: TNI Obrak-abrik Ruang Kerja Sekda dan Bupati Intan Jaya
Artikel berikutnyaRibuan Massa Aksi di Wamena Tolak Pemekaran DOB