PartnersMenlu Selandia Baru: Indonesia Perlu Izinkan Kunjungan OHCHR

Menlu Selandia Baru: Indonesia Perlu Izinkan Kunjungan OHCHR

NABIRE, SUARAPAPUA.com — Menteri Luar Negeri Selandia Baru Nanaia Mahuta mengatakan pemerintah Indonesia perlu segera memfinalisasi waktu kunjungan Kantor Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB (OHCHR).

Nanaia Mahuta dalam sebuah wawancara dengan FijiLive mengatakan tahun lalu PBB menerima laporan yang menunjukkan beberapa contoh kasus pembunuhan di luar proses hukum, penghilangan paksa, penyiksaan, dan pemindahan paksa sedikitnya 5.000 orang Papua, sehingga Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia perlu diizinkan untuk mengunjungi Papua sesegera mungkin.

“Aotearoa Selandia Baru mengakui Papua sebagai wilayah kedaulatan Republik Indonesia sesuai dengan keputusan PBB tahun 1969,” katanya.

“Dalam konteks hubungan kami yang terbuka dan konstruktif dengan Indonesia, Aotearoa Selandia Baru terus menyampaikan keprihatinannya kepada pihak berwenang Indonesia.”

Baca Juga:  Gereja Pasifik Desak MSG Keluarkan Indonesia Jika Tidak Memfasilitasi Komisi HAM PBB Ke Papua

“Ini berkaitan dengan situasi HAM di Papua, dan mendorong Indonesia untuk memajukan dan melindungi HAM seluruh warganya.”

“Kami bergabung dan mendukung para pemimpin Forum Pulau Pasifik yang menyerukan agar Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia diizinkan mengunjungi Papua,” kata Nanaia.

Sementara itu, Francisco Cali Tzay, Pelapor Khusus untuk hak-hak masyarakat adat, telah meminta Pemerintah Indonesia untuk melakukan penyelidikan penuh dan independen atas pelanggaran tersebut.

Diberitakan PACNews sebagaimana dilansir pina.com.fj edisi 4 April 2022, Tzay mengatakan pengungsi di Papua Barat belum kembali ke rumah mereka karena kehadiran pasukan keamanan yang kuat dan bentrokan bersenjata yang sedang berlangsung di daerah konflik.

Baca Juga:  FIFA Akan Mempromosikan Hubungan 'non-partisan, non-politik' Antara Fiji dan Indonesia

“Ribuan penduduk kampung yang terlantar telah melarikan diri ke hutan di mana mereka terkena iklim yang keras di dataran tinggi tanpa akses ke fasilitas makanan, perawatan kesehatan, dan pendidikan,” katanya.

“Kami sangat terganggu dengan laporan bahwa bantuan kemanusiaan untuk pengungsi Papua dihalangi oleh pihak berwenang.”

“Selain itu, malnutrisi parah telah dilaporkan di beberapa daerah dengan kurangnya akses ke makanan dan layanan kesehatan yang memadai dan tepat waktu.”

“Dalam beberapa insiden, pekerja gereja telah dicegah oleh pasukan keamanan untuk mengunjungi kampung-kampung tempat pengungsi mencari perlindungan,” katanya.

Franciszo menyatakan akses kemanusiaan tanpa batas harus segera diberikan ke semua wilayah dimana orang asli Papua saat ini berada setelah mengungsi.

Baca Juga:  Prancis Mendukung Aturan Pemilihan Umum Baru Untuk Kaledonia Baru

“Kasus-kasus ini mungkin merupakan puncak gunung es mengingat akses ke wilayah tersebut sangat dibatasi, sehingga sulit untuk memantau kejadian di lapangan,” mereka memperingatkan.

“Situasi keamanan di dataran tinggi Papua telah memburuk secara dramatis sejak pembunuhan seorang perwira tinggi militer oleh Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat, tahun lalu.”

“Dua anak berusia dua dan enam tahun, pada 26 Oktober, ditembak mati dengan peluru nyasar di rumah mereka, selama baku tembak. Anak berusia dua tahun itu kemudian meninggal,” katanya.

Kejadian tersebut tidak dibiarkan, menurut Tzay, penyelidikan harus dilakukan untuk memastikan mereka yang bertanggungjawab, termasuk perwira atasan jika relevan, dibawa ke pengadilan.

 Editor: Markus You

Terkini

Populer Minggu Ini:

20 Tahun Menanti, Suku Moi Siap Rebut Kursi Wali Kota Sorong

0
"Kami ingin membangun kota Sorong dalam bingkai semangat kebersamaan, sebab daerah ini multietnik dan agama. Kini saatnya kami suku Moi bertarung dalam proses pemilihan wali kota Sorong," ujar Silas Ongge Kalami.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.