SORONG, SUARAPAPUA.com— Koaslis kuasa hukum enam terdakwa kasus penyerangan Pos Koramil Kisor, Kabupaten Maybrat, Papua Barat sebutkan bahwa adanya dugaan intimidasi terhadap tiga orang kliennya yang dilakukan oleh penyidik Polres Sorong Selatan (Sorsel) di Polda Sulawesi Selatan (Sulsel).
Hal tersebut diungkapkan Penasihat Hukum (PH) enam terdakwa, Leonardo Ijie di Sekretariat LBH Kaki Abu Kota Sorong pada 18 April 2022.
Kata Leonardo Ijie, keenam kliennya telah menolak dakwaannya Jaksa di Pengadilan Negeri (PN) Makassar.
“Atas dasar penolakan itulah kami mengajukan eksepsi atau keberatan kepada majelis hakim,” ujar Leo sapaan akrabnya pada, Selasa (19/4/2022).
Leo menyatakan selama pemeriksaan saksi dari jaksa penuntut umum, tidak ada satu orang pun yang mengaku melihat para terdakwa di lokasi kejadian. Keberatan yang diajukan terkait dengan kewenangan mengadili, para terdakwa sejak awal diproses tanpa didampingi kuasa hukum dan terdakwa yang diduga masih di bawah umur harus diperiksa usianya.
“Mereka tidak melihat dan juga mengetahui terkait pertemuan persiapan penyerangan pos Koramil Kisor sesuai pernyataan Jaksa dalam dakwaannya,” tuturnya.
Selain itu katanya, dalam persidangan pihak pengadilan tidak menghadirkan saksi dari pihak TNI untuk menjelaskan kejadian tersebut. Sehingga, berkas dan keenam terdakwa dijadikan sebagai saksi mahkota dalam persidangan itu. Alhasil, terdakwa berinsial AY, YW, dan M berkasnya dipisahkan sebagai saksi mahkota. Tak hanya itu, terdakwa lainya yakni RY, MY dan AK pun berkasnya dipisahkan sebagai saksi mahkota.
“Setelah berkasnya dipisahkan mereka saling bersaksi mahkota terhadap mereka sendiri,” ujar Leo.
Alumi Uncen itu juga menjelaskan, pada persidangan sebelumnya kliennya telah bersaksi dan bersumpah menyatakan bahwasanya tidak terlibat dalam kasus penyerangan tersebut.
“Mereka sendiri telah mengaku tidak tahu dan saat kejadian para terdakwa ini berada di tempat lain. Bahkan para terdakwa mengaku saat pemeriksaan, mereka disiksa di Polres Sorong Selatan,” ungkapnya.
Akibat Diintimidasi penyidik, Keterangan Terdakwa Berubah
Koalisi Penasehat Hukum keenam terdakwa mendesak Jaksa untuk menghadirkan saksi verbalisan (penyidik yang periksa terdakwa) di PN Makassar, guna menjelaskan hal tersebut.
Menurut Leo, sidang yang dijadwalkan pemerintah saksi verbalisan berubah menjadi pemeriksaan terdakwa. Ketika sidang dibuka, majelis hakim mempertanyakan para terdakwa, perihal pernyataan mereka yang sebelumnya atau mau diubah.
“Dengan spontan tiga orang terdakwa yakni RY, MY dan AK menyatakan dalam sidang untuk melakukan perubahan. Pada saat itu majelis hakim mempersilahkan ketiga orang tersebut mengubah pernyataan, dan secara spontan mereka mengaku bahwasanya terlibat dalam kasus tersebut.” Ujar Leo
Dengan pernyataan terdakwa yang berubah-ubah dalam sekejap itu, Leo menilai, terjadi sebuah keganjilan dalam perkara tersebut. Kemudian, majelis hakim tak lagi menghadirkan saksi verbalisan dalam persidangan itu untuk meminta keterangan saksi verbalisan.
Sementara, terdakwa lain yakni AY, YW, dan M mengaku tidak terlibat dalam kasus Pos Koramil Kisor.
Setelah itu koalis penasihat hukum melakukan kunjungan ke Polda Sulawesi Selatan, di sana ketiga terdakwa mengaku bahwasanya ada intimidasi dan tekanan.
“Mereka mengaku ada intimidasi dan tekanan dari ketiga orang penyidik Polres Sorong Selatan, untuk mengakui serta merubah keterangan,” ungkapnya.
Terkait hal tersebut, pihaknya menilai PN Makassar telah gagal dalam melindungi para terdakwa.
“Kami menilai PN Makassar dan Polda Sulawesi Selatan, tidak aman bagi terdakwa. Kewenangan PN Makassar, telah dilecehkan penyidik Polres Sorong Selatan,” tegas Sekjen LBH Kaki Abu.
Andy Anugrah Pratama yang juga merupakan kuasa hukum enam terdakwa mengatakan dampak dari intimidasi yang dilakukan oleh pihak penyidik Polres Sorong Selatan mengakibatkan terdakwa mengubah keputusannya.
“Padahal para terdakwa sejak awal persidangan, telah konsisten untuk mengaku tidak bersalah dan tak terlihat dalam kasus Kisor,” jelas penggacara LBH Makasar tersebut.
Selaku kuasa hukum dari terdakwa, Andy meminta majelis hakim untuk lebih jelih dalam melihat permaslahan tersebut. Ia juga menyayangkan tidak menggali kebenaran materil dalam proses persidangan ini.
“Majelis hakim harus hadirkan saksi verbalisan, hukum harus bersifat adil,” pungkasnya.
Pewarta: Reiner Brabar
Editor: Elisa Sekenyap