Infrastuktur PapuaMasyarakat Mapiha Butuh Listrik, Jalan, dan Pengembangan Wisata Rohani

Masyarakat Mapiha Butuh Listrik, Jalan, dan Pengembangan Wisata Rohani

WAKEITEI, SUARAPAPUA.com — Setelah dari kabupaten Paniai dan Deiyai, John NR Gobai, anggota DPRP, melanjutkan kegiatan reses ke kabupaten Dogiyai, Jumat (22/4/2022).

Dalam perjalanan darat ke wilayah Mapiha dengan menggunakan mobil, John melihat dari dekat kondisi jalan yang belum terhubung seluruhnya. Selain kerusakan di sejumlah titik, sebagian besar belum dikerjakan.

Hal itu kemudian dianggap wajar bila warga setempat selama ini kesulitan dengan akses transportasi darat lantaran pembangunan jalan raya belum rampung.

“Pada saat perjalanan dari Mowanemani ke Modio, ibu kota distrik Mapia Tengah, ruas jalannya ada yang sudah diaspal, ada yang masih belum. Perlu bangun jalan dan beberapa bagian harus diperbaiki,” kata John dalam rekaman video yang dikirim ke suarapapua.com.

Untuk pembangunan jalan raya yang sudah diaspal dan yang belum, John berharap adanya perhatian dari Kementerian PUPR untuk bantu buka akses transportasi darat ke wilayah Mapiha.

Baca Juga:  AJI, PWI, AWP dan Advokat Kecam Tindakan Polisi Terhadap Empat Jurnalis di Nabire

“Kami mengusulkan, kedepan ruas jalan dari Nabire, mungkin bisa dibuka mulai dari SP 4 Topo menuju ke arah Mapiha. Menurut informasi dari masyarakat tadi, sebenarnya ruas jalan itu baik, jauh lebih cepat akses ke Mapiha dan bisa diharapkan lanjut sampai ke bagian Mimika karena ada ruas jalan milik perusahaan kayu yang mungkin bisa dimanfaatkan,” bebernya.

Persoalan kedua yang disampaikan masyarakat ke ketua Poksus DPRP itu, layanan listrik belum jangkau wilayah Mapiha. Masyarakat masih menanti kapan sarana penerangan akan kunjung tiba meski sejak lama tiang listrik dipancang di sepanjang pinggir jalan.

“Kami lihat, tiang-tiang sudah dipasang. Saya minta pemerintah untuk bisa menyediakan listrik. PLN menyediakan listrik bagi masyarakat di sini, juga perlu kerja sama dengan Pemda Dogiyai.”

John juga melihat potensi sungai di wilayah Mapiha bisa dikelola sebagai sumber energi.

“Kami juga mengusulkan, kalau boleh, karena ada sungai-sungai yang bagus, kalau bisa dikembangkan PLTA. Di sini saya lihat sungai-sungainya cukup berpotensi untuk bangun PLTA, mikrohidro,” lanjutnya.

Baca Juga:  KKB Minta Komisi Tinggi HAM Investigasi Kasus Penyiksaan OAP

Wisata Rohani

Modio dikenal sebagai tempat bersejarah dalam karya pewartaan Injil di wilayah Paniai dan sekitarnya.

Kehadiran Pater Tillemans atas usaha kontak pertama dengan Auki Tekege dan beberapa temannya kala itu hingga tiba di Modio dari Kokonao, tercatat sebagai tonggak sejarah tersebut.

Kerinduan masyarakat setempat untuk jadikan Modio sebagai situs wisata religi di kawasan pegunungan Papua belum kesampaian. Ini diceritakan dalam diskusi yang berlangsung di pastoran Paroki Modio, Keuskupan Timika.

“Saat diskusi, saya mendengar cerita dari masyarakat Mapia Tengah tentang sejarah dan rencana mereka untuk melakukan upaya perlindungan dan pengembangan tempat-tempat sejarah di Modio,” kata John.

Dari diskusi dengan masyarakat, diketahui bahwa 26 Desember 1935 rombongan Pater Tillemans dan tuan Bijlmer tiba di Modio yang diwarnai dengan perayaan pengucapan syukur.

Baca Juga:  Sikap Mahasiswa Papua Terhadap Kasus Penyiksaan dan Berbagai Kasus Kekerasaan Aparat Keamanan

Sebulan kemudian, tepatnya 7 Januari 1936, Pater Tillemans memimpin perayaan Misa Kudus Natal kedua di Modio. Ini misa yang pertama kalinya di daerah pegunungan Papua.

Sesudahnya dilanjutkan doa perdamaian. Tua-tua adat yang menerima Gereja, baik dari Mapiha, Paniai, Tigi dan Kamuu yang berkumpul di Modio, menyatakan ikrar saat itu.

Doa perdamaian ditandai penyembelihan seekor babi berwarna putih yang diikat di pohon Otika. Disertai pengucapan doa, ‘kamu yang akan melanggar ajaran Tota Mana, dengan babi yang saya bunuh ini agar tidak terulang lagi’. Lalu, potong pohon Otika dan dari pohon itu keluar darah pertanda persembahan telah diterima.

Setelah mendengar cerita dari masyarakat, John berharap, daerah Modio, Yegoukotu dan Abouyaga, memang perlu dilindungi sebagai tempat bersejarah.

“Itu tempat-tempat bersejarah dan mempunyai nilai sakral yang mesti dikembangkan sebagai situs wisata religi di pegunungan Papua,” pintanya.

Pewarta: Markus You

Terkini

Populer Minggu Ini:

Non OAP Kuasai Kursi DPRD Hingga Jual Pinang di Kota Sorong

0
SORONG, SUARAPAPUA.com --- Ronald Kinho, aktivis muda Sorong, menyebut masyarakat nusantara atau non Papua seperti parasit untuk monopoli sumber rezeki warga pribumi atau orang...

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.