Komite Nasional Papua BaratPRP Yahukimo: Pemekaran Membuka Lahan Bisnis Menengah untuk Pemodal Besar

PRP Yahukimo: Pemekaran Membuka Lahan Bisnis Menengah untuk Pemodal Besar

DEKAI, SUARAPAPUA.com — Rakyat Papua yang tergabung dalam Petisi Rakyat Papua (PRP) yang menggelar aksi demo damai di Dekai Kabupaten Yahukimo menegaskan agar cabut Otsus jilid II dan tolak pemekaran DOB di Papua dan menuntut gelar referendum.

Karena Otsus jilid dua dan pemekaran DOB bagi Papua dan Papua Barat merupakan paksaan Jakarta bagi rakyat Papua.

“Hari ini dengan tegas kembali kami nyatakan sikap tolak pemekaran provinsi dan Otsus jilid II. Terhitung sekarang kami bicara yang ke sekian kali ini, tapi Jakarta terus paksakan kehendak niat jahatnya. Maka kami 122 organisasi yang tergabung dalam PRP dengan tegas tolak dan tolak, dan kami minta referendum di Papua Barat,” kata Nifal Enggalim ketika membacakan pernyataan sikap PRP di pertigaan Ruko Blok A Dekai, Yahukimo, Jumat (3/6/2022).

Dikatakan, pengesahan UU Otsus jilid II yang tercantum dalam UU Nomor 2 tahun 2021 tentang Otsus dilakukan setelah pertemuan 9 bupati pegunungan tengah Papua dengan Mendagri di Jakarta pada 14 Maret 2022. Pertemuan itu dilakukan atas undangan Mendagri.

“Pembahasan tersebut didasarkan pada pasal 76 ayat 3 UU Otsus Nomor 2 tahun 2021 tentang Otonomi Khusus bagi provinsi Papua, termasuk tuntutan pemekaran provinsi,” ujarnya.

Selain itu dilanjutkan dengan deklarasi 5 bupati di wilayah selatan, Merauke, Asmat, Mappi dan Boven Digoel Provinsi Papua yang meminta pemekaran Provinsi Papua Selatan. Termasuk SK Gubernur Papua Barat Nomor 125/72/3/2020 tentang pemekaran Provinsi Papua Barat Daya yang menjadi landasan pemekaran di Provinsi Papua Barat.

Baca Juga:  KNPB Yahukimo Desak Komnas HAM RI Libatkan Stakeholder Investigasi Kasus Kekerasan di Tanah Papua

“Deklarasi di Timika pada 4 Februari 2021 meliputi Kabupaten Timika, Paniai, Dogiyai, Deiyai, Nabire dan Puncak. Lanjut permintaan Ketua Asosiasi Bupati Pegunungan tengah Papua, Befa Yigibalom yang meminta kepada Presiden Jokowi di Jakarta untuk dilakukan pemekaran provinsi pegunungan tengah.”

PRP Yahukimo menilai semua keputusan tentang perpanjangan Otsus jilid II dan pemekaran DOB yang dilakukan Jakarta adalah tindakan sepihak oleh Mendagri bersama elit-elit politik di Papua. Sehingga akan menimbulkan protes masyarakat, kemudian melakukan aksi demonstrasi sejak bulan Maret-Mei 2022.

Nifal mengatakan, penolakan yang dilakukan berdasarkan apa yang terjadi selama ini di Tanah Papua. Dimana Otsus dan pemekaran wilayah menjadi lahan bisnis dan lahan baru bagi militer Indonesia untuk menjaga kepentingan eksploitasi sumber daya alam.

“Terbukti pasca disahkan kebijakan Otsus jilid II yang tidak demokratis, dipaksakan pembangunan Polres di Dogiyai meskipun beberapa kali ditolak masyarakat. Pembangunan Brimob di Yahukimo, dan beberapa wilayah lainnya. Pemekaran membuka lahan bisnis menengah untuk pemodal besar, bisnis minuman keras, judi, prostitusi dan sembako,” tuturnya.

Baca Juga:  DPRP dan MRP Diminta Membentuk Pansus Pengungkapan Kasus Penganiayaan di Puncak

Melky Giban, Juru Bicara KNPB Wilayah Yahukimo mengatakan, elit politik lokal tidak mengatasnamakan rakyat Papua untuk pemekaran DOB.

“KNPB sebagai media rakyat, hari ini kami tolak semua kebijakan Jakarta. Kami mengutuk keras pimpinan politik lokal di Papua. Data membuktikan bahwa 122 organisasi bertanggungjawab untuk aksi hari ini. Hal itu artinya rakyat Papua tolak Otsus dan pemekaran, dan kami minta referendum,” tukasnya.

Untuk itu, pihaknya menyatakan sikap sebagai berikut:

  1. Cabut Otonomi Khusus jilid II yang dipaksakan Jakarta.
  2. Hentikan rancangan tiga pemekaran di provinsi Papua dan satu pemekaran di Provinsi Papua Barat.
  3. Tarik aparat militer organik dan non-organik dari seluruh Tanah Papua.
  4. Tolak pembangunan Polres dan Kodim di Kabupaten Dogiyai.
  5. Berikan akses bagi jurnalis internasional yang independen untuk datang ke Papua dan menginvestigasi segala bentuk kejahatan kemanusiaan di Tanah Papua.
  6. Meminta akses Palang Merah Internasional bagi pelayanan kesehatan terhadap 67 ribu pengungsi di Kabupaten Nduga, Intan Jaya, Puncak Papua, Pegunungan Bintang, Maybrat dan Yahukimo.
  7. Elit politik Papua stop mengatasnamakan rakyat Papua mendorong pemekaran demi memperpanjang kekuasaan dan menjadi alat penindas bagi rakyat Papua.
  8. Bebaskan Victor F. Yeimo dan seluruh tahanan politik di Tanah Papua tanpa syarat.
  9. Hentikan kriminalisasi aktivis di Indonesia dan Papua.
  10. Segera hentikan rencana pembangunan bandara antariksa di Biak.
  11. Pemerintah Indonesia segera membuka akses bagi komunitas internasional masuk Papua, seperti Komisi Tinggi HAM PBB, Pelapor Khusus tentang Pengungsi, Anggota Kongres, Akademisi Internasional, dan LSM Internasional.
  12. Mendesak komunitas internasional, UNI Eropa, Amerika Australia, New Zealand, serta negara-negara ASEAN, China, International Money Fund (IMF), World Bank, untuk menghentikan bantuan dana kepada pemerintah Indonesia, karena selama 59 tahun telah terbukti gagal membangun Papua, yang berdampak pada genosida, ekosida, dan etnosida bangsa Papua.
  13. Tutup semua perusahaan asing di seluruh Tanah Papua: Freeport, LNG Tangguh, MIFEE, dan Blok Wabu.
  14. Kami bangsa Papua bersama saudara Haris Azhar dan Fathia: Hentikan kriminalisasi hukum, teror dan intimidasi terhadap pembela HAM bangsa Papua di Indonesia.
  15. Mendukung perjuangan rakyat di Wadas di Purworejo, Jawa Tengah tentang penolakan tambang proyek bendungan Bener.
  16. Hentikan uji coba nuklir di Pasifik yang dilakukan oleh Perancis, Amerika, New Zealand dan Australia.
  17. Tolak KTT G-20 di Indonesia.
  18. Berikan hak penentuan nasib sendiri sebagai solusi demokratis bagi rakyat bangsa Papua.
Baca Juga:  Ketua KNPB Pegubin Ajak Suku Ngalum dan Ketengban Bersatu

Pewarta: Ardi Bayage
Editor: Elisa Sekenyap

Terkini

Populer Minggu Ini:

KPK Menang Kasasi MA, Bupati Mimika Divonis 2 Tahun Penjara

0
“Amar Putusan: Kabul. Terbukti Pasal 3 jo Pasal 18 UU PTPK jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP. Pidana penjara 2 tahun dan denda Rp200 juta subsidair 2 tahun kurungan,” begitu ditulis di laman resmi Mahkamah Agung.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.