KTT AS dan Pemimpin Pasifik Deklarasi di Gedung Putih, Washington DC

0
866

Pada 28-29 September, Presiden AS, Joe Biden menjamu para pemimpin dari 14 negara Kepulauan Pasifik di Gedung Putih, Washington DC, AS. Pertemuan selama dua hari itu bagian dari Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) pertama dalam sejarah setelah perang dunia ke-2 antara Pasifik dan pemerintah AS. Dari rapat itu, banyak terobosan baru dilahirkan bersama.

Salah satunya, Washington DC merilis sebuah deklarasi, yang rencananya akan memperluas kehadirannya di wilayah Pasifik tersebut. Para pemimpin Amerika Serikat dan Pasifik mendeklarasi 11 poin tentang Kemitraan AS-Pasifik, menyatakan bahwa mereka berbagi visi untuk kawasan di mana “demokrasi akan dapat berkembang.”

“Kami berbagi visi untuk perdamaian, harmoni, keamanan, inklusi sosial, dan kemakmuran kawasan Pasifik yang tangguh, di mana individu dapat mencapai potensi mereka, lingkungan dapat berkembang, dan demokrasi akan dapat berkembang,” bunyi deklarasi AS-Pasifik itu.

Rencana Washington untuk memperdalam keterlibatan diplomatik dengan Pasifik muncul ketika kekhawatiran tumbuh tentang pengaruh Tiongkok yang meluas di kawasan Pasifik.

Sebelumnya, negara Kepulauan Solomo telah mengindikasikan tidak akan menandatangani deklarasi bersama selama pertemuan tingkat tinggi itu, hanya lima bulan setelah menandatangani perjanjian keamanan dengan Tiongkok.

ads

Presiden Biden berbicara kepada para pemimpin Pasifik untuk membuat kawasan Indo-Pasifik aman dan menjauhkan negara-negara kepulauan ini dari pengaruh Tiongkok yang meningkat, yang dalam beberapa tahun terakhir telah melakukan upaya penjangkauan yang luar biasa di wilayah itu.

Baca Juga:  Manasseh Sogavare Mengundurkan Diri Dari Pencalonan Perdana Menteri

“Hari ini, keamanan di Pasifik dan untuk masyarakat Kepulauan Pasifik tetap sama kritisnya dengan kami dan saya berharap Anda juga. Keamanan Amerika, sejujurnya dunia bergantung pada keamanan Anda dan keamanan Kepulauan Pasifik. Dan saya benar-benar bersungguh-sungguh akan hal itu,” kata Biden.

KTT tersebut dihadiri oleh kepala negara dari Kepulauan Cook, Negara Federasi Mikronesia, Fiji, Polinesia Prancis, Nauru, Kaledonia Baru, Palau, Papua Nugini, Republik Kepulauan Marshall, Samoa, Kepulauan Solomon, Tonga, Tuvalu, Vanuatu, dan Amerika Serikat Amerika.

AS juga menjanjikan prioritas tertingginya untuk penyelesaian masalah yang belum terselesaikan dan negosiasi yang belum berhasil terkait dengan The Compact of Free Association (COFA) atau komitmen bantuan keuangan dari Amerika Serikat kepada Negara Federasi Mikronesia, Republik Kepulauan Marshall, dan Republik Palau–-salah satu landasan kerja sama AS-Pasifik selama hampir empat dekade.

Melalui deklarasi itu pun, para pemimpin Pasifik menyoroti keprihatinan mereka tentang tantangan berkepanjangan seperti dampak terkait perubahan iklim, ditambah dengan intensifikasi persaingan geostrategis, memperburuk kerentanan yang ada di kawasan itu.

Baca Juga:  Berlakukan Operasi Habema, ULMWP: Militerisme di Papua Barat Bukan Solusi

“Visi Kepulauan Pasifik tercermin dalam dokumen panduannya yang mencakup Strategi untuk Benua Pasifik Biru 2050 (The 2050 Strategy for the Blue Pacific Continent), sebuah visi yang sangat didukung oleh Amerika Serikat. Mencapai visi bersama kita membutuhkan kemitraan berkelanjutan yang berakar pada rasa saling menghormati, transparansi, dan akuntabilitas,” tulis deklarasi tersebut.

Strategi Jangka Panjang Pasifik 2050

Para kepala negara Pasifik telah meluncurkan “2050 Strategy for the Blue Pacific Continent” pada pertemuan Forum Kepulauan Pasifik (PIF) ke-51 di Suva, Fiji (11-14 juli 2022). Pertemuan tersebut dipimpin oleh Perdana Menteri Fiji, Frank Banimarama.

Laporan itu merupakan strategi jangka panjang baru yang menetapkan visi dan arah untuk menjawab tantangan yang dihadapi masyarakat di kawasan tersebut.

Di antaranya yang disoroti adalah Kepemimpinan Politik dan Regionalisme, Pembangunan Berpusat pada, Manusia, Perdamaian dan Keamanan, Pengembangan Sumber Daya dan Ekonomi, Perubahan Iklim dan Bencana, Laut dan Lingkungan serta TIK.

Menlu AS, Antony J. Blinken juga mendorong penuh apa yang mereka tuangkan beberapa hal penting di Strategi 2050 Pasifik Biru itu.

Sementara itu, para pemimpin Pasifik menyambut baik komitmen Amerika Serikat untuk meningkatkan keterlibatannya, termasuk dengan memperluas kehadiran diplomatiknya, hubungan antara rakyat, dan kerja sama pembangunan AS di seluruh kawasan Pasifik.

Baca Juga:  FIFA Akan Mempromosikan Hubungan 'non-partisan, non-politik' Antara Fiji dan Indonesia

“Kami menganggap krisis iklim sebagai prioritas tertinggi dari kemitraan kami, karena itu tetap menjadi satu-satunya ancaman eksistensial terbesar terhadap mata pencaharian, keamanan, praktik tradisional dan adat, dan kesejahteraan masyarakat di kawasan Pasifik, termasuk sebagaimana tercermin dalam Deklarasi Boe tentang Keamanan Regional,” kutip deklarasi tersebut.

Selain mitigasi perubahan iklim, pembangunan ekonomi, dan perlindungan perikanan, yang paling mereka inginkan adalah konsistensi dalam komitmen Washington.

“Para pemimpin ini tahu bahwa Amerika Serikat dan mitranya khawatir tentang pengaruh China yang tumbuh di kawasan itu, dan beberapa pemimpin regional telah menyuarakan keprihatinan yang sama. Tetapi negara-negara kepulauan Pasifik lebih memilih Washington untuk terlibat dengan mereka demi kepentingan mereka sendiri, tidak hanya untuk melawan China,” kata Brian Harding, Pakar Senior pada Asia Tenggara dari U.S. Institute of Peace.

“Jika fokus baru Amerika Serikat di pulau-pulau Pasifik hanya didorong oleh persaingan dengan China, mereka khawatir, maka keterlibatan AS akan memudar ketika China tidak lagi memperhatikan kawasan itu. Apalagi, negara-negara Kepulauan Pasifik tidak ingin dipaksa untuk memilih antara Amerika Serikat dan China.”

Laporan analisa oleh Nop Jr.

Artikel sebelumnyaMenlu: Kepulauan Solomon Tidak Mau Dipaksa Memihak Kepada Satu Blok
Artikel berikutnyaPangdam XVII Cenderawasih Minta Prajurit TNI Tidak Menyakiti Hati Rakyat